bc

Dalam Genggaman Manager Keuangan

book_age18+
1.8K
FOLLOW
23.7K
READ
family
mate
arrogant
dominant
independent
inspirational
sweet
bxg
cheating
discipline
like
intro-logo
Blurb

“Selain saya mendapatkan gaji sebagai istri Bapak, saya minta setelah kita menikah saya yang memegang kendali keuangan perusahaan dan keuangan pribadi Bapak. Jadi dana apapun yang masuk dan keluar harus dengan pengetahuan dan ijin dari saya.”

---

Demi mencapai ambisinya, Arsya terpaksa harus menikah dengan seseorang yang paling tidak menarik baginya dan paling tidak tertarik dengan dirinya. Hal ini dia lakukan karena tidak ingin terjebak dalam perasaan yang dapat menghalangi tujuannya. Dan Jihan, sang manager keuangan, adalah satu-satunya yang memenuhi kriteria itu.

Sayangnya keputusan menikah dengan Jihan justru membuat Arsya dikendalikan oleh wanita yang dia gaji sebagai istrinya itu.

Mampukah Arsya mencapai ambisinya dalam kendali Jihan?

chap-preview
Free preview
1. Keputusan
Suasana malam minggu ini di kediaman Anton Kareem tampak berbeda dari hari biasanya. Pada malam-malam minggu sebelumnya pada jam yang sama di rumah ini hanya akan ada sepasang suami istri yang bercengkerama di kamar mereka. Sedangkan kedua putra mereka selalu ada kegiatan di luar rumah dan baru pulang menjelang tengah malam. Saat ini keempat anggota keluarga sudah berkumpul di ruang keluarga untuk membicarakan hal serius. “Malvin, Arsya.” Anton memandang lembut kedua putranya. “Sengaja Papa dan Mama mengajak kalian berkumpul karena ada hal penting yang akan Papa sampaikan.” Anton menjeda ucapannya untuk melihat reaksi Malvin dan Arsya. Kedua pria dewasa itu terlihat serius menunggu Anton menjelaskan hal penting yang akan disampaikan. “Seperti yang kalian lihat Papa sudah tua. Jadi tidak mungkin akan terus bertanggung jawab terhadap kalian dan perusahaan. Papa kira sudah saatnya menyerahkan kepemimpinan perusahaan kepada kalian.” Malvin dan Arsya semakin serius mendengarkan penjelasan Anton. “Dua tahun terakhir ini kalian sudah mencoba memimpin kedua perusahaan Papa. Dari situ Papa yakin kalau kalian juga sudah tahu kondisi masing-masing perusahaan. Sejujurnya Papa ingin sekali menjadi orang tua yang adil dengan menyerahkan perusahaan sesuai kemampuan kalian.” “Maksud Papa?” Arsya mulai angkat bicara untuk menanyakan maksud Anton. “Memimpin sebuah perusahaan merupakan tanggung jawab yang tidak mudah. Semakin besar sebuah perusahaan maka semakin besar pula tanggung jawab yang akan kalian emban. Oleh karena itu Papa akan menyerahkan perusahaan tekstil kepada siapa saja diantara kalian berdua yang mampu mengemban tanggung jawab besar terlebih dahulu.” “Maksud Papa tanggung jawab besar apa?” Ganti Malvin yang bertanya kepada Anton. “Memimpin sebuah keluarga.” Malvin dan Arsya masih terlihat bingung dengan pernyataan Anton. “Jadi, siapa diantara kalian berdua yang menikah lebih dulu dan Papa nilai mampu memimpin keluarga kalian dengan baik maka dialah yang akan memimpin perusahaan Tekstil.” “Tapi, Pa..”. Arsya hendak protes dengan keputusan Anton. Tapi ucapannya dipotong oleh kakaknya. “Baik Pa...” Kata Malvin menyetujui keputusan Anton. Arsya semakin kesal dengan Malvin. Maya yang sedari tadi hanya diam mendengarkan dan memperhatikan ketiga pria yang dicintainya itu kemudian ikut bersuara juga. “Kalian berdua sudah dewasa. Secara usia dan kemampuan sebenarnya sudah sangat siap membangun rumah tangga. Jadi Mama yakin keputusan yang disampaikan Papa tadi tidak memberatkan kalian.” Kata Maya lembut. “Dan sebenarnya kalau diperbolehkan Mama ingin mengajukan syarat tambahan, tidak hanya siapa yang menikah lebih dulu. Tapi yang bisa memberi kami cucu duluan.” Maya dan Anton tertawa mendengarkan pernyataan Maya. Suasana yang sempat tegang mulai mencair. Malvin yang melihat kedua orang tuanya tertawa ikut tersenyum bahagia. Berbeda dengan Arsya justru tampak kesal. Dia merasa keputusan Anton sebenarnya bertujuan agar Malvin yang mendapatkan perusahaan tekstil. Pasalnya saat ini kakaknya itu sudah memiliki kekasih sedangkan dirinya tidak pernah dekat dengan wanita mana pun. “Sebenarnya Papa juga  pingin segera punya cucu biar rumah ini ramai. Tetapi saat ini yang penting kalian menikah dulu saja lah. Kalian berdua sudah berkepala tiga, padahal Papa dulu menikah dengan Mama saat masih 27 tahun.” Anton melirik Maya yang ada di dekatnya. “Iya ya Pa. Sebenarnya kami berdua juga berharap jika kalian sudah menikah, kalian lebih sering di rumah dan menghabiskan waktu bersama istri, anak dan juga kami berdua. Jujur, Mama rindu bisa berkumpul lagi seperti ini.” Air mata mulai menetes di pipi Maya. Sudah lama memang mereka tidak duduk bersama seperti ini. Anton melingkarkan tangannya ke pundak Maya untuk menenangkan istrinya. Malvin dan Arsya tertegun melihat Maya menangis. Beberapa tahun terakhir ini mereka berdua memang jarang menghabiskan akhir pekan dengan kedua orang tuanya. Pada hari kerja Malvin dan Arsya memang sibuk bekerja dan di akhir pekan mereka memilih untuk melepas penat di luar rumah. Malvin memilih untuk mengunjungi Rania kekasihnya, sedangkan Arsya berkumpul dengan teman-teman komunitas hobinya. Hal inilah yang menyebabkan Anton juga Maya sering merasa sedih dan kesepian, apalagi kedua putranya itu sampai hari ini belum ada keinginan menikah. Arsya hendak berdiri mendekati Maya namun keduluan Malvin, akhirnya Arsya memutuskan untuk tetap berada di posisinya. Pria itu kesal jika kalah dengan Malvin atau dianggap Cuma meniru kakaknya. Sejak kecil Arsya selalu dibandingkan dengan Malvin dan menurutnya orang tua mereka lebih sayang dan peduli kepada Malvin ketimbang dirinya. Dari posisinya duduk saat ini, Arsya melihat Malvin bersimpuh mencium lutut Maya sedangkan Anton sedari tadi tidak melepaskan tangan dari pundak istrinya. Arsya tidak suka dengan pemandangan di depannya, seolah mereka keluarga bahagia dan tidak mempedulikan keberadaan dirinya. Pria berusia tiga puluh tahun itu akhirnya memilih untuk berpamitan menuju kamarnya. “Ma, Pa.” Ketiga orang di depannya kompak melihat ke arah Arsya. “Maafin Arsya, ya Ma, Pa. Kalau tidak ada lagi yang perlu dibicarakan Arsya pamit mau ke kamar.” Arsya masih berusaha sopan kepada Maya dan Anton meskipun di hatinya memendam emosi. Tanpa menunggu jawaban dari orang tuanya Arsya segera beranjak dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya yang ada di lantai dua. Ketiga orang yang masih berada di ruang keluarga hanya bisa menghembuskan napas melihat sikap Arsya. Mereka tahu jika Arsya merasa iri dengan Malvin, padahal selama ini Anton dan Maya selau berusaha kepada mereka berdua. Malvin tahu apa yang menyebabkan sikap adiknya seperti itu kepadanya dan pria itu sudah pernah meluruskan masalah diantara mereka tetapi Arsya masih belum menerimanya. “Semoga Arsya semakin dewasa.” Doa Maya untuk putra bungsunya yang diamini oleh suami dan putra sulungnya. “Malvin juga ijin ke kamar ya Pa, Ma.” “Iya Malvin beristirahatlah.” Kata Maya sambil mengelus kepala Malvin. Malvin kemudian berdiri, mencium pipi Maya dan berlalu menuju ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Arsya. Setelah kepergian Malvin, Anton mengajak Maya menuju kamar mereka untuk beristirahat. Saat Malvin sampai di depan kamar Arsya dia berhenti sejenak. Sebenarnya Malvin juga rindu kebersamaan dengan adik satu-satunya itu. Ingin sekali dia mengulang masa kecil hingga SMA mereka yang hampir sama sekali tak pernah bertengkar. Malvin kemudian melanjutkan langkah menuju kamarnya. Mencoba berkomunikasi dengan Arsya saat kondisinya seperti ini justru memperkeruh suasana. Malvin pun memilih untuk melanjutkan langkah menuju ke kamarnya. Sampai di dalam kamar, Malvin mengambil ponselnya dan menghubungi Rania. Sembari menunggu panggilannya tersambung, Malvin membuka pintu yang mengarah ke balkon kamar. Saat dia sudah berada di luar terdengar suara dari seberang, Rania sudah mengangkat panggilan Malvin. “Halo.” Suara Rania di seberang sana.  “Halo, Yang. Belum tidur?” Tanya Malvin. Jam segini minggu-minggu sebelumnya Malvin baru berpamitan pulang dari rumah Rania. Hanya hari ini dia absen karena Anton meminta semua anggota keluarga berkumpul di rumah. “Belum, Bang. Ini lagi koreksi tugas murid-muridku sambil nungguin kamu telepon. Emmm, kangen banget, Bang.” “Manis banget sih kamu. Aku juga kangen sama kamu, Yang.” “Hmmm gombal. Kemarin bilang aku cantik, sekarang bilang kalau aku manis. Yang bener yang mana sih, Bang?” “Hahaha. Bisa aja kamu. Oh, iya Yang. Emmm, kamu sudah siap nikah belum?” “Nikah? Sama siapa?” “Ya sama akulah, masa sama Pak RT.” “Bang, bukannya selama ini kita udah sering bahas masalah ini. Orang tuaku udah sering tanya kesiapan kamu. Tapi kamu yang bilang masih belum siap.” “Iya, sih. Aku minta maaf soal itu. Kemarin-kemarin aku memang merasa belum siap, tapi habis ngobrol sama Papa Mama tadi aku jadi kepikiran juga. Aku merasa bersalah banget sama mereka.” “Ngobrol masalah apa, Bang?” “Nanti lah kalau ketemu aku ceritain. Jadi gimana Yang, kamu siap kan?” “Iya, Bang. Insya Allah aku siap.” “Alhamdulillah, makasih ya Yang. Nanti secepatnya aku bilang ke orang tuaku. Semoga segera bisa kasih kabar baik.” “Aamiin. Iya sama-sama, Bang.” “Selamat istirahat Rania sayang.” Malvin segera masuk ke kamar dan kembali menutup pintu balkonnnya. Tanpa disadari oleh Malvin, penghuni kamar sebelah mendengar setiap ucapannya di telepon tadi. “Sudah kuduga. Pasti Papa sengaja buat syarat kayak tadi biar perusahaan tekstil dipegang Bang Malvin. Mereka tahu kalau aku belum punya calon.” Emosi Arsya semakin naik setelah mendengar rencana Malvin melamar kekasihnya. “Aku ga mau kalah lagi kali ini. Lihat saja nanti Bang, aku pasti bisa nikah lebih dulu daripada kamu dan bisa pegang perusahaan tekstil.” Tangan kanan Arsya mengepal di dalam tangan kirinya. Giginya bergemerutuk menahan kekesalan kepada keluarganya.  ----- Terima kasih sudah membaca karya ini. Jangan lupa klik love dan follow author ya ; )

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Ensnared by Love

read
104.0K
bc

FORCED LOVE (INDONESIA)

read
599.0K
bc

OLIVIA

read
29.2K
bc

Broken

read
6.4K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
49.1K
bc

Penjara Hati Sang CEO

read
7.1M
bc

My Ex Boss (Indonesia)

read
3.9M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook