Cia selalu terlambat pergi ke kampus ia memiliki kebiasaan yang selalu bangun kesiangan membuat kedua saudara tampannya selalu ikut membangunkan sosok cantik yang masih terlelap saat ini. Hari ini, tugas seorang pengusaha muda anak tertua dari Jendral Dirga da Rere yaitu Devan. Devan merupakan anak tertua dari empat bersaudara. Anak kedua Jendral Dirga dan Rere adalah Dewa, yang berprofesi sebagai Dokter dan juga Polisi. Anak ketiga Jendreal Dirga dan Mama Rere adalah Cia dan Cara, mereka merupakan kembar identik. Namun kejadian beberapa tahun yang lalu membuat keluarga Dirgantara kehilangan si bungsu Carra karena diculik dan belum ditemukan sampai sekarang.
Devan melangkahkan kakinya menuju kamar Cia yang bersebelahan dengan kamarnya. Ia dan Dewa sangat mengetahui kebiasaan Cia yang selalu susah untuk dibangunkan. Devan memasuki kamar Cia dan segera duduk di ranjang, ia menarik selimut yang menutupi tubuh Cia. Devan menggelengkan kepalanya melihat penampilan adik perempuanya yang sangat mengenaskan. Mulut Cia terbuka lebar dengan posisi terlentang.
“Cia bangun, kamu nggak ke kampus hari ini Dek?” Devan menarik tangan Cia. Namun Cia sama sekali tidak terbangun. Devan mengambil balsem yang ada disakunya dan segera mengoleskan balsem dikelopak mata Cia. Devan membuka paksa kelopak mata Cia hingga rasa pedih membuat Cia mengibaskan matanya yang mulai berair.
“KAK DEVAAANNNNNN!!!” teriak Cia karena pagi ini Devan berhasil membangunkan Cia dengan cara yang berbeda setiap paginya.
“Hahaha....dasar kebo...bangun dek rezeki dipatok ular” goda Devan.
“Ayam Kak!” kesal Cia.
“iya...Adek kusayang” Devan segera keluar dari kamar Cia dan menahan tawanya, sampai seorang laki-laki tampan mendekatinya dan turun bersamanya ke meja makan. Dewa menepuk bahu Devan.
“Kali ini banguninya pakek cara apa Kak?” tanya Dewa.
“Hahaha...gue olesin balsem dikelopak matanya” tawa Devan membuat Dewa ikut terbahak.
Hahaha...
Dirga mendengar tawa dari kedua anak laki-lakinya, membuatnya segera melipat koran yang sedang ia baca. Devan dan Dewa segera duduk dimeja makan sambil menahan tawanya. “Kenapa pagi-pagi pada ketawa, ada yang lucu? Cerita dong sama Papa?” Tanya Dirga.
“Hahaha....gini Pa, Devan bangunin gadis tomboy dengan mengoleskan balsem dikelopak matanya” ucapan Devan membuat Dirga ikut tertawa.
Hahahaha....
Rere mendekati mereka dengan membawa dua cangkir kopi untuk kedua anak laki-lakinya. Ia segera duduk disamping suaminya. “Sadis banget Kak, bangunin adiknya!” ucap Rere.
“Maaf Ma, habis Kakak bingung bagaimana bangunin Cia, sekarang Kakak tanya Mama. Mama udah berapa kali pagi ini bangunin Cia?” tanya Devan.
“Lima kali Kak!” ucap Rere tersenyum kecut kepada anak sulungnya.
“itu Mama tahu, kalau kebo kayak Cia harus dibangunkan dengan cara yang unik dan kejam!” jelas Devan.
Cia turun dari tangga dan melihat semua keluarganya sedang berkumpul di meja makan. Dewa menggelengkan kepalanya melihat penampilan Cia. Jeans robek dilutut dengan kaso hitam yang digulung lengannya sampai keatas.
Cia segera duduk disamping Dewa “Pa, Kak Devan jahat sama aku, masa aku dikasih balsem! dimata Pa...” Cia menujuk matanya.
Dirga menahan tawanya “Salah sendiri Dek tidur kayak Kebo” ucap Dirga.
Cia mengkerucutkan bibirnya “Papa gitu masa tindakan anarkis Kak Devan dibiarkan meraja lela dirumah ini” Kesal Cia.
“Kalau nggak digitui kamu nggak bangun Dek” ucap Devan tersenyum manis.
Hohoho...manis banget ya Kak mulutnya...
tunggu pembalasan Cia...
“Bang, pinjam motor Abang dong!” mohon Cia dengan wajah yang memelas.
“Nggak, nanti kamu rusakin!” Kesal Dewa mengingat motornya yang dulu dihancurkan Cia dengan alasan motor Dewa kurang sehat, padahal memang adiknya itu yang kurang sehat.
Hobi Cia memang menakjubkan, ia sangat menyukai mobil dan motor hingga Cia sangat betah nongkrong di bengkel seharian. Tingkah Cia sebenarnya sangat mengkhawatirkan Rere. Apa lagi Cia suka sekali berkelahi, membuat kedua kakak laki-lakinya selalu memohon maaf kepada orang tua korban pemukulan yang dilakukan Cia.
“Abang pelit makanya aku nggak mau panggil Abang bagusnya dipanggil Dewa aja!” Kesal Cia.
Dirga menggelengkan kepalanya, ia meminum kopinya sambil menatap keributan keluarganya setiap pagi. Tidak ada yang paling membahagiakan bagi Dirga selain keluarga, namun keceriaan keluarganya selalu saj berkurang jika ia mengingat Putri bungsunya yang menghilang.
“Bang...ayolah Bang, motor Cia udah jelek. Papi dan Kak Devan nggak mau beliin Cia. Harusnya Abang sebagai dokter mengerti jika hati terluka karena keinginan tak tercapai bisa menyebabkan terjadi penyakit mematikan” ucap Cia.
“Penyakit mematikan seperti apa?” tanya Devan.
“Penyaki demam karena iri, demam karena sakit hati, Demam karena patah hati juga bisa” jelas Cia membuat mereka semua tertawa terbahak-bahak.
***
Cia melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, ia sebenarnya sangat malas ke Kampus. Ia sedang dalam masa pemulihan karena patah hati. Cia memakirkan motor besarnya. Ia melihat semua mata menatapnya dengan pandangan yang berbeda-beda. Ada yang benci padanya, ada yang kesal dan ada yang menyukainya.
Cia melepasakan helemnya dan segera merapikan pakaiannya. Ia mengambil permen karet, dari dalam tas selempangnya dan mengunyahnya. Walaupun penampilanya tomboy, tapi Cia adalah gadis yang cantik dan menarik. Cia menghirup udara dan menepuk dadanya agar ia bersiap-siap menguatkan hatinya, jka bertemu seseorang yang tidak ingin ia temui saat ini.
Raffatar rusel Alexsander lebih dikenal Raffa Alexsander. Raffa yang di cintainya, sosok sahabat yang selama ini selalu disisinya berubah, ketika bertemu Violita yang menjadi kekasihnya kini. Sesosok perempuan cantik dengan langkah kakinya yang kecil mencoba mensejajarkan langkahnya agar bisa mendekati Cia. "Ciaaaa...lo telat...kita masuk jam 8 tau nggak? Sekarang lo baru nongol jam 10" Geram Vio.
Cia menahan tawanya, tanganya merangkul bahu Vio "Gara-gara lo tau nggak? gue nggak bisa tidur karena cemburu sama lo dan Raffa. Kalian jalan nggak ngajak gue.. lo tahukan perasaan gue sama kalian berdua?"
Tapi bener kok Vi, gue sedih banget tapi juga bahagia kok. Biarlah rasa gue ke Raffa gue buang jauh asal lo sama Raffa bahagia.
"Gila lo...hahaha makanya cari pacar kek...nggak bosen apa jomblo mulu!" ucap Vio.
Seorang pria tampan memiliki hidung mancung, kulit putih dengan tinggi badan 178, rambut coklat, mata hitam dan rahang kokoh yang mempertegas ketampananya mendekati mereka.
"Hi...sayang" ucap Raffa dan mencium pipi Vio.
Kurang kerjaan ni orang pagi-pagi pakek cium segala...
Batin Cia.
"Hai jelek. Pasti lo telatkan?" tanya Raffa tersenyum manis.
"Iya emang kenapa? masalah buat lo..." kesal Cia dan menatap Raffa tajam.
"Hahaha...dasar lo" Raffa menarik rambut Cia membuat Cia meringis kesakitan.
"Sayang kok datang sih ke kampusku nggak ngantor?" Tanya Vio.
"Nih ngantarin berkas buat Al yang mesti ditanda tanganin. Hmmm...kalian belum ketemu kan sama Al? Al, Abang gue pasti bingung ya? kenapa ngantar berkasnya ke sini" jelas Raffa sambil tersenyum menatap Cia.
"Gue nggak peduli sama Abang lo siapa namanya lupa gue?" kesal Cia menatap Raffa sinis.
"Alvaro Cia, Kayaknyo lo cocok jadi istri Abang gue biar keluarga kalian kayak di kutub dingin hahaha..!” Tawa Raffa.
Dasar gila si Raffa... nyesel gue suka sama dia...
Batin Cia.
"Emang Kak Al kenapa di kampus" tanya Vio sambil mencolek dagu Raffa.
"Vi, jijik tau gue ngeliat lo berdua" ucap Cia kesal.
"Gini sayang...Kak Varo alias Al itukan dosen di sini" jelas Raffa
"Apa?" Jawab Vio dan Cia serentak.
Alvaro adalah cucu satu-satunya keluarga Alexsander. Varo merupakan lelaki yang pintar, tampan dan dingin. Dari kecil Varo dibesarkan sang Kakek di Jerman karena Varo akan merupakan pewaris seluruh harta Alexander cop. Varo juga melanjutakn pendidikannya di Amerika. Ia memiliki otak jenius sehingga Varo sangat mudah mempelajari apapun dalam waktu singkat.
"Al itu nama panggilannya dikampus, kalau di rumah dipanggil Varo dan kalau di kantor Mr Alex" jelas Raffa.
"Gue pergi dulu mau liat pengumuman siapa jadi pembimbing skripsi gue, soalnya Mama sudah marah banget sama gue karena ngulang mata kuliah mulu, nggak kelar-kelar. Yang paling mengesalkan kata Pak Dirga gue mau di nikahin tahun ini. Mama khawatir gue jomblo seumur hidup kali" kesal Cia.
“Makanya cari pacar Ci, nggak bosan apa sendiri terus. Lihat kita mesra gini” ucap Raffa sambil merangkul Vio.
“Ooo...gitu ya, nanti gue pasti dapatkan cowok tampan lebih tampan dari lo Fa” ucap Cia sambil melangkahkan kakinya meninggalkan Raffa dan Vio.
Cia menuju dekanat untuk melihat papan pengumuman sambil bersiul. Cia memang memiliki kebiasaan bersiul yang sangat tidak di sukai Mamanya. Seorang laki-laki mendekati Cia dan menepuk bahu Cia.
"Hey Ci, siapa pembimbing lo?" tanya laki-laki itu.
Cia melihat papan pengumuman mencari namanya. Ia tersenyum saat menemukan namanya. "ini Ibu Nia sama Pak Alvaro. Hmmm...Pak alvaro dosen baru ya?" Sambil ngelirik Dani.
"Kalau gue nggak salah Pak Al itu yang punya kampus , doi baru pulang dari Amerika udah S3 dan gue denger dia perfect banget dah, kayaknya lo bakalan susah nih".
Mampus, bakal jadi nih gue di jodohin Mama batin Cia."
"Kalau gue sama Pak Marwan Ci, kayaknya gue nih, yang bakalan selesai duluan hehehe..." ucap Dani.
Cia tersenyum kecut, sepertinya Dani memang bakalan wisuda duluan dibanding dirinya. Karena Dani mendapatkan pembimbing incarannya. "Enak juga Dan, kalau Pak Alvaro itu ganteng. Tapi gue rasa pasti kepalaya botak dan jelek hahaha..." ucap Cia dan membuat Dani tertawa terbahak-bahak.
"Hmhmhm...." Cia dan Dani menoleh ke belakang. Cia terkejut, dengan mulut yang terbuka ia menatap sosok laki-laki yang ada disebelahnya dengan tatapan kagum.
Waw ganteng banget nih cowok tinggi putih hidung mancung rahang kokoh badanya wah...kayaknya kotak2 men. Batin Cia.
"Puas elo ngeliatin gue hmmm..." ucap laki-laki itu sambil melipat kedua tangannya dan menatap mereka datar.
"Lo ganteng sih, tapi sengak banget lo ye!" ucap Cia kesal karena melihat tingkah sok cakep laki-laki itu.
Laki-laki itu berjalan meninggalkan mereka yang masih menahan tawanya melihatnya yang kesal karena ucapan Cia. Laki-laki itu tidak mengihraukan kata-kata Cia yang masih memakinya. "Bule sok kecakepan wuuu sok cool lu ujung-ujungnya lekong". Tawa Dani dan Cia membahana.
Alvaro Pov
Dasar wanita kurang ajar, awalnya aku penasaran sama dia karena dia mirip sekali sama foto yang di kasih kakek kepadaku. Aku mencoba mendekatinya, jujur selama ini Kakek selalu mengatakan jika wanita ini adalah wanita yang akan menjadi pendampingku. Tapi apa yang kudapatkan, dia menghinaku dan mengatakan aku botak dan jelek. Dasar bego dia tidak tahu apa siapa aku? Aku tunanganya. Tunggu dan lihat pembalasanku Ciarra.
Tok...tok..
Aku menghembuskan napasku, jujur saja saat ini aku sangat-sangat kesal. “Masuk!”
Raffa tersenyum kepadaku, ia membawa setumpuk berkas dan melangkahkan kakinya mendekatiku. "Kak, ini berkasnya" ucap Raffa, ia menyerahkan berkas yang dibawanya kepadaku.
"Hmmm..." varo membaca berkas sambil melirik rafa.
"Kak, lo tahu lo udah tunangan...sama Cia?” tanya Raffa penasaran.
"Iya gue tahu" varo menghela napas
"Elo setuju Kak? Secara gue tau tipe lo gmana dan lo belum pernah ketemu sama cia kan? Kayaknya cia jg belum tahu" ucap Raffa.
"Gue nggak bisa nolak permintaan Kakek dan mungkin minggu depan Kakek akan menikahkan kami" jelas Varo.
"Aku harap kakak bisa mencintai cia tulus kak" Raffa menatap Varo dengan serius.
“Aku tidak akan memintamu menjaganya jika aku tidak serius denganya” ucap Varo dingin.
“Aku pegang kata-katamu Kak” ucap Raffa. Ia melangkahkan kakinya dan segera keluar dari ruangan Varo dengan perasaan hancur.
Raffa segera masuk kedalam mobilnya ia memutuskan untuk segera pulang. Ia merasa terpukul dan kecewa dengan apa yang ia dengar dari Varo jika Cia dan Varo akan segera menikah. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, Raffa berhenti tepat disebuah taman dimana ia dan Cia sering bertemu dan tertawa bersama. Raffa memutuskan untuk duduk dibangku taman.
Makanya dari dulu aku memilih menjahuimu Ci, dari dulu kamu memang bukan untukku. Perasaanku tubuh seiring kebersamaan kita selama ini. Aku harap kau akan selalu bahagia Ci. batin rafa
Bunyi ponselnya membuat Raffa tersadar dari lamunanya, ia segera mengangkat ponselnya dan melihat nama Cia yang tertera disana. Raffa segera menekan tombol hijau menjawab sambungan telepon dari Cia.
“Dimana lo?”.
“Di jalan kenapa Ci?”.
“Gue mukul anak Fakultas teknik”.
“Gila lo Ci!”.
“Dia yang salah nyenggol motor gue”.
“Lo dimana?
“Di kantor polisi”
“Mampus...gue kesana sekarang!”.
Rafa segera melajukan mobilnya menuju kantor polisi. Raffa menghembuskan napasnya melihat Cia yang sedang duduk berhadapan dengan laki-laki yang ia pukul. Raffa mendekati mereka dan mendengar penjelasan dari mereka. Sebenarnya Cia memang tidak bersalah, laki-laki ini mengendarai motornya dengan ugal-ugalan hingga menyenggol Cia yang sedang mengendarai motornya. Masalah ini diselesaikan secara damai. Kedua belah pihak juga sudah saling memaafkan. Raffa mengajak Cia untuk duduk dicafe yag tidak jauh dari kantor polisi tadi. Mereka duduk di meja nomor lima yang berada di sudut ruangan. Raffa menghela napasnya melihat Cia yang sedang menaikan kaki sebelahnya dikursi yang is duduki.
“Ci, bisa kalem dikit nggak?” kesal Raffa.
“Gue bukan, Vio!” ucap Cia.
Raffa menggelengkan kepalanya melihat tingkah sahabatnya yang semakin hari semakin mengesalkan “lo mau makan apa?” tanya Raffa.
“Apa aja yang penting halal” ucap Cia.
Raffa memesan dua nasi goreng dan dua buah jus jeruk. Ia melihat Cia yang sibuk memainkan kunci motornya. Raffa mengambil kunci motor Cia agar Cia segera memperhatikanya.
“Ci, mungkin ini terakhir kalinya gue bantu lo ke kantor polisi. Untung Bang Dewa nggak tahu masalah ini Ci” jelas Raffa.
“Kalau dia tahu paling gue dihukum sama Pak Dirga” ucap Cia.
“Gue serius Ci, gue memang sahabat lo tapi, ada saatnya gue menjadikan lo prioritas kedua gue Ci” Raffa menatap Cia sendu.
“Gue tahu dan lo nggak usah jelaskan semuanya. Maksud lo gue ini hanya nomor dua dibanding Vio kan? Gue pulang Fa, kayaknya gue salah meminta bantuan lo!” ucap Cia segera mengambil kunci motornya dan melangkahkan kakinya meninggalkan Raffa yang menatap Cia sendu.
Maafkan gue, lo milik Kakak gue Ci, gue nggak bisa jagain lo lagi seperti dulu.
Kak Varo laki-laki baik dan bertanggung jawab, gue yakin lo bakal bahagia.