PROLOG

207 Words
        “Ayo menikah.” “Tidak. Gugurkan saja. Tekan perutku sampai bayinya keluar.” “Nyawamu ada sembilan? Lagi pula apa salah bayi?” “Kamu tahu betapa bodohnya bertanggung jawab atas kesalahan yang tidak kamu perbuat?” “Kamu punya solusi lain? Apa pria brengsek itu akan kembali?” Anna menutup wajahnya dengan telapak tangan dan menangis. Bahunya bergetar, tangisannya menderu-deru dan tersengal. Romeo berkacak pinggang, menggigit bibir kuat-kuat, geram. “Katakan siapa ‘brengsek’ itu.” Anna terus menangis hingga Romeo menarik tangannya dan memaksa perempuan itu menatapnya. “Katakan,” ulangnya, dengan meremas bahu Anna, menekan suara, menahan kesabaran. Anna menampik tangan Romeo di bahunya. Perempuan itu berpaling menatap ke luar jendela. Pemandangan taman rumah sakit yang hijau. Mata itu berkedip, menitikkan sebutir air. Bibirnya bergetar saat nama itu terucap. Romeo terkejut bukan main mendengarnya. Bagaimana bisa Anna sebodoh itu? “Anna....” Sari mengisi celah di antara mereka. Sahabat Anna itu membawa kabar tentang bayi dalam kandungan. Apakah bisa diselamatkan setelah tertabrak motor dan terpental? Romeo bertanya, “Apa kata dokter?” Sari melirik Anna yang tampak tidak peduli. Bayi itu terlalu kuat. Dia sudah berulang kali berusaha membunuhnya. Kali ini pun Anna yakin janin menyusahkan itu masih bertahan hidup. “Bayinya....”  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD