Pernikahan Elegan

1015 Words
-3- "Aku terima lamaran ini, Mas," jawab Ivana seraya mengulaskan senyuman manis. "Alhamdulillah," ucap para hadirin nyaris bersamaan. Ivana menyambut hantaran itu dan memberikannya pada sang kakak yang berada di sebelah. Kemudian, gadis itu kembali duduk di kursi yang diapit kedua orang tuanya. Zayan membalikkan tubuh dan kembali duduk di tengah-tengah orang tuanya. Menghela napas berat berkali-kali untuk menghilangkan rasa sesak dalam dada. Hal yang sama juga dilakukan oleh Dahayu. Perempuan berparas menawan itu berusaha sekuat tenaga untuk menahan bulir bening yang nyaris keluar. Berliana, adik dari Zayan mengulurkan tangan dan menggenggam jemari kakak iparnya yang terasa dingin. Perempuan berkulit kuning langsat itu sangat memahami kondisi hati Dahayu saat ini. "Maaf," bisiknya. Dahayu menoleh dan menggeleng pelan. "Ini bukan salahmu. Bukan juga salah keluargamu dan keluarga gadis itu. Ini takdir yang harus mbak terima dengan lapang dada," sahutnya dengan berbisik pula. Saat para tamu dipersilakan untuk menikmati hidangan yang telah disajikan, Ivana menghampiri calon suami dan calon madunya dengan langkah pelan. Mengajak pasangan suami istri tersebut ke ruang kerja milik ayahnya, yang terletak di belakang ruang tamu. Saat kedua pasangan itu duduk berdampingan di sofa panjang, Ivana berlutut di depan Dahayu. "Maafkan aku, Mbak," ucapnya dengan suara bergetar. Dahayu merengkuh pundak Ivana, memeluk gadis yang berusia tiga tahun lebih muda darinya itu dengan erat. "Kamu nggak perlu minta maaf, Ivana. Justru mbak yang harus minta maaf sama kamu," sahut Dahayu. "Karena telah melibatkanmu dalam kerumitan rumah tangga kami," lanjutnya sambil terisak. Ivana melepaskan pelukan dan mundur sedikit. Menatap wajah perempuan cantik itu yang ada kemiripan dengan dirinya dari garis wajah. Gadis itu memaksakan untuk tersenyum, berharap hal tersebut bisa membuatnya lebih tenang. "Duduk di sini," pinta Dahayu sambil menepuk-nepuk sofa di sebelahnya. Ivana menurut dan beranjak duduk. Tertegun saat Dahayu meraih tangannya dan menyatukannya dengan tangan Zayan, tepat di atas pangkuan perempuan berjilbab itu. "Mulai sekarang, kita satu tim. Tidak ada yang saling berebut perhatian Mas Zayan. Semoga selanjutnya kita tetap bisa bekerjasama dengan baik," ujar Dahayu sembari memandangi wajah suaminya dan Ivana bergantian. *** Acara akad nikah sederhana dilakukan dua minggu kemudian di sebuah hotel milik keluarga Hatim. Para tamu yang hadir merupakan orang-orang terpilih. Hal ini sesuai dengan keinginan Ivana, yang menginginkan pesta sederhana tetapi tetap elegan. Seusai acara, Alisha mengantarkan adiknya ke kamar pengantin yang telah dihias dengan indah. Nia mengekor di belakang dan ikut masuk ke ruangan tersebut. Setiap sudut kamar itu dihiasi aneka bunga. Demikian pula dengan tempat tidurnya. Harum semerbak mewarnai tempat itu. Semakin tampak romantis dengan hiasan lilin di beberapa bagian ruangan. Alisha bergerak cepat melepaskan sanggul dan beraneka macam hiasan di rambut Ivana. Nia membantu menempatkan semua hiasan tersebut di tas khusus yang telah disiapkan. Saat pintu kamar terbuka, ketiga pasang mata itu serentak menoleh. Zayan berdiri dengan canggung, sepertinya bingung hendak melakukan apa. "Masuk, Mas. Sebentar lagi ini selesai," ujar Alisha. Dia mengedipkan mata yang dipahami Nia sebagai kode. Kedua perempuan itu bergegas meninggalkan tempat dan membiarkan Ivana sendirian di depan cermin. "Ehm, kamu udah mandi?" tanya Zayan sambil jalan mendekat dan duduk di pinggir tempat tidur. Memandangi punggung sang istri yang baru dinikahinya beberapa jam lalu. "Baru mau, apa Mas mau duluan mandi?" Ivana balas bertanya sembari memandangi wajah pria yang telah menikahinya itu dari pantulan cermin. "Kamu aja duluan. Mas mau istirahat sebentar." Zayan berbalik dan meraup hiasan bunga di atas tempat tidur. Meletakkannya di lantai dan segera merebahkan diri. Menutup mata dan mencoba untuk menenangkan hati. Terbayang wajah Dahayu yang tadi sempat menangis di pelukannya. Tidak ada yang bisa dilakukannya saat ini untuk menyembuhkan luka yang telanjur menggores hati istri pertamanya tersebut. Suara pintu yang terbuka dan tertutup, diiringi dengan gemericik air dari kamar mandi, menandakan bahwa Ivana tengah membersihkan diri. Zayan membuka mata dan mengambil ponsel dari saku jasnya. Berbalas pesan dengan Dahayu yang mengingatkannya untuk memperlakukan Ivana dengan baik. Terngiang kembali percakapan mereka kemarin malam, sesaat sebelum akhirnya mereka bercinta dengan diiringi isak tangis Dahayu. Suara pintu yang terbuka membuat Zayan mengalihkan pandangan. Ivana keluar dengan rambut basah. Mengenakan gaun panjang ungu muda yang menonjolkan warna kulitnya yang bersih. Aplikasi renda di bagian leher dan pinggang, menambah kesan anggun dari sang pemakai. Ivana berjalan menuju sebuah koper di dekat lemari. Membuka benda merah itu dan memasukkan pakaian pengantin ke tas khusus. Berusaha memadatkan tas berulang kali, sebelum akhirnya menyerah dan mengeluarkan tas hitam itu dari koper. "Kenapa?" tanya Zayan yang ternyata telah berdiri di belakang Ivana. "Ini, nggak muat di koperku," jawab Ivana dengan sedikit kesal. "Biarin aja di situ, besok mas minta asisten mengurus semuanya." Ivana mengangguk dan membalikkan tubuh. Tertegun saat melihat Zayan tengah melepaskan jas pengantin dan melemparkannya ke atas tempat tidur. Zayan membuka kancing kemejanya sambil jalan ke kamar mandi. Saat pria itu memasuki ruangan tersebut, Ivana menghela napas lega. Mengusap dadanya yang berdetak kencang. Tadinya dia sempat berpikir bahwa Zayan akan meminta haknya segera. Namun, ternyata pria itu hanya bersiap untuk mandi. Ivana mengambil ponsel dari tas tangan dan bergelung di sofa. Menyalakan televisi untuk menemani dirinya yang tengah berselancar di dunia maya. Sebelum melangsungkan pernikahan, Ivana telah berhenti bekerja minggu lalu. Hal ini sesuai dengan keinginan Zayan. Sebab nantinya Ivana akan diboyong ke rumah Zayan di Jakarta. Ralat, rumah suami dan kakak madunya. Sebetulnya Ivana ingin tinggal di tempat yang berbeda untuk menjaga perasaan Dahayu. Akan tetapi, justru kakak madunya itu yang menentang keinginannya. "Kita harus tinggal seatap, karena kita ini satu tim, Ivana," ujar Dahayu beberapa hari yang lalu, saat perempuan cantik itu mendatangi kediaman orang tua Ivana, untuk menyerahkan seserahan tambahan. "Tapi, Mbak. Aku nggak mau kalau nantinya kehadiranku semakin membuat Mbak sedih," balas Ivana. "Bagaimana aku bisa sedih menyambut kedatangan adikku sendiri? Jangankan rumah, bahkan suami pun telah kubagi untukmu," tukas Dahayu yang membuat Ivana terdiam. Suara pintu terbuka dan diiringi dengan kemunculan Zayan yang hanya berlilitkan handuk di pinggang, membuat lamunan Ivana terputus. Gadis itu berusaha memfokuskan perhatian pada ponsel, tetapi tetap saja sudut matanya mengawasi gerak-gerik Zayan. Pria itu kembali memasuki kamar mandi, ke luar beberapa saat kemudian dengan mengenakan celana pendek hitam dan kaus putih ketat. Sepertinya dia tidak sadar bila bentuk tubuhnya terekspos nyata dan membuat Ivana terpukau.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD