Oz 2

2131 Words
Ozil 2. 10 tahun kemudian. Malam kian larut, suara Auman dari hewan buat terdengar begitu nyalang, menggetarkan seorang anak yang tengah berjalan tertatih di sebuah hutan, hanya dengan sebuah ranting kecil dia gunakan untuk menyangga tubuhnya, rada letih. Peraih dan kapan membuat tubuhnya bergetar hebat, belum lagi dingin yang menerpa membuat dia tak tahu harus kemana. Mungkin hari ini akan menjadi hari akhir untuk dirinya. Tak ada lagi yang bisa dia selamatkan untuk hidupnya, setelah di usir dan dibuang dari dalam gerbang, tak ada lagi yang dia harapkan. Beruntung dia masih memiliki jubah tahan bau yang bisa menyembunyikan aroma tubuhnya. Jika tidak ada benda ini mungkin dia sudah menjadi santapan para Ozil sejak tadi. Dia tak sanggup lagi menahan bobot tubuhnya hingga lirih begitu saja, dia ambruk di atas tumpukan tanah berlumpur. Wajahnya penuh dengan noda. Hidup tak pernah seindah yang dia bayangkan, sekeras apapun dia bertahan, nyatanya dia hanyalah umpan dan persembahan dari kota yang dia tinggali selama ini. Sungguh busuk hati orang-orang itu. Mereka tidak pernah berpikir apa yang akan terjadi pada anak seusia dirinya berkeliaran di luar daerah aman dengan perasaan takut jika dirinya akan berakhir sekarang. Tangannya mengepal dengan kuat, mencengkram lumpur yang ada di bawahnya dengan mata terpejam. Jika saja dia memiliki kekuatan, dia tidak akan pernah memaafkan mereka yang selalu bertindak semaunya. Jika dirinya diberi kesempatan untuk bertahan dia berjanji akan membalaskan semua dendamnya dan menghancurkan para penguasa laknat yang sudah membuat dirinya dan sang ibu menderita. Yah, dia tidak akan menyerah, apapun yang terjadi, bahkan jika hidupnya akan dipertaruhkan di malam ini, dia tidak akan berhenti, dia harus bangkit dan terus melangkah, mencari tepat berlindung untuk bertahan hidup. Dia harus kuat. Perlahan dia mengepakkan tangannya, mencengkram erat jubah yang sedari tadi dia kenakan. Dia akan berusaha bertahan hidup. Seperti apa yang orang tua itu katakan, hidup untuk bangkit, hidup untuk menjadi kuat, dia tidak boleh mati sekarang, sebelum semua dendam dalam dirinya terbalaskan, dia harus mewakili semua orang yang sudah dibuang sebagai persembahan untuk keuntungan mereka sendiri. Kaki kecilnya mencoba untuk berdiri. Dengan sangat tertatih dia meraih ranting kecil tadi yang sudah patah setengah, sungguh, seburuk inilah nasib yang harus dia jalani, menikmati malam dingin yang kian menusuk hingga ke tulang dan membuat beberapa anggota tubuhnya mati rasa. Dia tidak boleh berhenti di sini, dia harus menemukan sebuah tempat untuk bernaung dan melindungi dirinya dari dinginnya malam. Kaki kecil itu terus merangkak, membawa tubuhnya ke sebuah dataran tebing dan berharap dia bisa menemukan tempat yang cocok untuk berlindung dari malam. Hingga sepasang mata sendu itu menemukan sebuah lorong goa yang terlihat sangat gelap. Teramat gelap hingga membuat dirinya ragu untuk melangkah masuk, tapi jika tidak masuk, dia sendiri tidak tahu apa yang akan terjadi pada dirinya jika terus berada di luar dengan dingin yang terus menusuk kedalam dirinya. Dengan perasaan ragu, dia melangkah masuk, membawa kaki kecilnya menyusuri goa gelap, tujuannya hanya sampai pada goa yang tak tersentuh angin dingin luar. Dia berjalan dengan tangan meraba-raba, gelap membuat dia tak tahu akan kemana. Lalu saat dia tak lagi merasakan angin menyentuh kulitnya. Dia bisa duduk dengan tenang di atas bebatuan yang entah apa itu, gelap membuat dia tak tahu apa yang saat ini dia duduki atau dia pijak. Biarlah, asal tak membahayakan dirinya, dia akan tetap bertahan dia sana. Tubuh letih dengan mata sayu membuat dia tak bisa lagi menahan kantuk yang datang menyerang, dia berusaha terjaga tapi tubuhnya memaksa dirinya untuk terlelap, hingga gelap dia dapatkan, ketenangan dia rasakan dan setelahnya dia benar-benar terlelap dalam tidurnya. ---- Redup cahaya membuat matanya terbuka perlahan, dia melihat sebuah cahaya aneh yang mengganggu ketenangan yang baru saja dia dapatkan, padahal hanya beberapa menit dia terlelap, tapi bahaya itu benar-benar membuat dia terbangun. Dia memasang radar waspada, tidak ada yang akan bisa menyentuhnya saat ini, bahkan Ozil pun tidak boleh menyentuh dirinya, apapun itu, dia harus bertahan hidup dan tumbuh menjadi kuat, tidak akan ada kematian sebelum dia membalaskan rasa dendam dalam dirinya. Tatapan matanya masih tertuju pada cahaya merah redup jauh di dalam gua, hal itu membuat dirinya memilih untuk melangkah mundur, dia memiliki firasat jika di dalam sana ada sesuatu yang membahayakan dirinya hingga dia terus saja melangkah, tersandung dan terseok sudah menjadi sesuatu yang wajar. Dia sudah kebal dengan rasa sakit itu. Untuk bertahan dia harus melakukan apa saja bahkan jika harus melupakan rasa sakit yang dia derita. Kakinya terus menapak lantai gua yang terasa sangat kasar, perlahan-lahan hingga dia bisa menjauh dari cahaya redup di sana, hanya saja dia merasa tubuhnya tertantuk sesuatu yang sangat keras. Lalu sebuah hembusan napas hangat dia rasakan di puncak kepalanya. Dia meneguk kasar air ludah yang terasa sangat pahit karena haus yang dia rasakan. Sepertinya berakhir sudah hidupnya sekarang, setelah merasa apa yang akan terjadi padanya, dia memberanikan diri untuk mendongak, melihat seperti apa sebenarnya sosok di belakang tubuhnya kini. Hingga sepasang matanya membola dengan sempurna saat melihat sosok tinggi dengan tubuh besar membawa sebuah gada di tangannya. Kakinya kelu, tak bisa dia gerakkan sedikit saja, padahal dia sudah memerintah untuk segera berlari dari sana, tapi tak bisa, dia benar-benar merasa ketakutan. "Rrrrggg..." Suara itu membuat tubuhnya terjatuh, kakinya bergetar hebat. Dia merasa nyawanya sudah berada di ujung tanduk sekarang, tak ada lagi harapan untuk dirinya, semua berakhir saat ini. Matanya terus saja memandangi sepasang mata merah nyala milik makhluk itu, sungguh besar dan sangat berkuasa sosok itu. Dia benar-benar ketakutan di buatnya. "Hei anak manusia! Apa yang kau lakukan di sini." Matanya membulat sempurna, tepat saat sosok pria melompat turun dari makhluk Ozil yang pernah menerjang benteng kota yang pernah dia tinggali dulu. Sungguh, dia tidak pernah tahu jika ada sosok yang bisa mengendalikan Ozil paling kuat di hutan sekitar kita. "Kau?" Tanya sosok itu berjalan mendekat, ada sebuah pedang yang tersampir di punggungnya. Anak kecil tadi bergerak mundur karena ketakutan, sedangkan pria tadi terus berjalan mendekat ke arahnya. "Apa yang kau lakukan di malam dingin ini, apalah kau tersesat?" Sosok itu bersikap ramah kepadanya, membuat dia berhenti untuk berusaha lari dari sosok itu. Dia terdiam sejenak, lalu menatap sosok yang kini berlutut di hadapannya. "Apa kau dibuang?" Tebak sosok itu lagi. Anak kecil tadi tak menjawab, dia hanya diam, seolah apa yang dia katakan sangat berharga, dan suaranya seolah memiliki harga jual yang tinggi. "Lupakan, sepertinya kau baru saja dibuang oleh kepala kota." Ucap sosok itu sembari berdiri. Lalu memutar tubuhnya untuk menghadap Ozil tadi. Setelahnya dia mengangkat tangan, menyuruh Ozil itu untuk mendekat dan anehnya dituruti begitu saja oleh Ozil tersebut. Sosok yang sangat aneh, menyeramkan dan tidak berbentuk. Wajahnya saja hanya sebelah kanan yang menyerupai manusia, sedangkan sebelah kiri seolah menyerupai Ozil. Dan hanya berbentuk tulang dan seperti monster. Itu adalah rupa dari pria yang kini berdiri di hadapan anak itu, sosok yang bisa mengendalikan Ozil hanya dengan tatapannya. Bahkan hal itu sama sekali tidak bisa dipercaya oleh anak itu. "Siapa namamu?" Tanya sosok itu sembari mengusap kulit Ozil yang terlihat menyeramkan. "Will, nama saya Will tuan." Ucap sang anak tanpa ada rasa takut di dalamnya, dia sudah tidak memiliki tujuan lagi. Keinginannya sekarang hanyalah bertahan hidup dan balas dendam, tidak ada yang ia inginkan lagi selain itu, semua akan dia hancurkan, dan untuk mewujudkannya dia butuh kekuatan. "Will, nama yang bagus, dan aku suka keberanianmu. Menatap wajahku langsung tanpa rasa takut seperti yang lain." Dia tersenyum, sangat mengerikan di sana karena saat dia menyeringai, gigi runcing dari wajah monster itu terlihat sangat menyeramkan. Tamu Will tidak takut sama sekali, dia malah menatap penuh kekaguman, seolah apa yang dia lihat sekarang adalah sebuah kekuatan yang kokoh. "Aku ingin tahu, apa yang kau inginkan sekarang. Apa kau ingin mati di tempat ini, atau kau ingin sebuah kekuatan?" Tanya sosok itu lagi. Dia beranjak, lalu duduk di atas punggung Ozil dengan santai. Menatap Will dengan tatapan dingin yang berhasil menggetarkan tubuhnya, tapi Will bukanlah penakut. "Aku ingin kekuatan." Desis Wil tanpa mengalihkan tatapannya. Sungguh tajam dan penuh kilat amarah di sana. Ada banyak dendam tergambar di sepasang mata kecil itu. Lalu Will terkejut, hampir saja dia terjengkang karena tawa yang membahana itu. "Jika kau menginginkan kekuatan, aku akan membantumu, hanya saja tidak semudah itu. Nyawamu sebagai taruhannya, jika kau kuat maka kau akan mendapatkan apa yang kau inginkan, tapi jika kau lemah, maka nyawa sebagai taruhannya." Wil terdiam sesaat, keputusannya sudah bulat, tak ada lagi yang bisa menahannya sekarang. "Lebih baik mati karena gagal mendapatkan kekuatan, dari pada harus mati di terkam Ozil." "Bagus, aku suka kegilaanmu." Ucap sosok itu. "Mendekatlah, aku akan memberimu kekuatan." Sorot matanya sangat serius, tidak ada yang perlu di ragukan lagi di sepasang matanya, dia tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan ini. Will melangkah, mendekati tubuh pria itu dengan perjalanan. "Rrrgggg!" Auman dari Ozil yang merasa terancam itu membuat Will menghentikan langkahnya, tapi saat keberanian itu datang lagi, dia kembali melangkah. "Mulai sekarang, kau akan mempertaruhkan hidupmu, dan setelah kau berhasil nanti. Kau akan mengabdi untukku, kau tidak bisa lepas dariku dan akan menjadi pelayan untukku." Ucap sosok itu saat Will sudah berada di dekatnya. "Jika kau berhasil, tugas pertamamu adalah membawakan liontin yang ada di dalam gua ini, mengamuk lah, habisi semua Ozil yang kau temui dan kau akan menjadi bertambah kuat. Keinginanmu, dan semua niat balas dendam mu akan aku bantu untuk mewujudkannya." Will mengangguk, lebih baik dia mengabdi kepada orang yang mendukungnya dari pada harus terlantar dan mencari kekuatan sendiri yang tentu saja belum tentu dia temukan. "Aku akan melayani mu tuan." Ucap Will sembari berlutut di hadapan sosok itu. "Angkat kepalamu." Will mengangkat wajahnya, menatap sosok itu dari bawah, sungguh aura yang sangat agung dan luar biasa, tidak pernah dia temui sosok seperti ini, penuh kekuatan dan terkendali. "Buka mulutmu dan telan darahku." Ucap sosok itu lagi. Will menurut, dia membuka mulutnya lalu menerima empat tetes darah yang terasa asing di mulutnya. "Nikmatilah harimu, setelah kau sadar nanti, datang padaku, aku akan memberimu perintah, dan kau akan tahu jalan pulang dengan sendirinya." Ucap sosok itu lalu pergi begitu saja dengan kecepatan yang luar biasa, bahkan sepasang matanya tak bisa melihat pergerakan dari pria tadi. Will terdiam, dia merasakan sesuatu yang aneh ada di dalam dadanya, seolah bergerak dengan sendirinya dan terus bergerak, jantungnya berdegup dengan kencan, sangat panas dia rasakan, seolah organ tubuhnya akan terbakar saat itu juga. Napasnya tercekat, tak ada oksigen yang mampu dia hirup. Matanya memutar, meninggalkan warna putih di sana. Will berteriak kesakitan, dia berguling ke sana kemari untuk menghentikan rasa sakit yang tak berujung itu. Lalu samar-samar dia mendengar suara tulang patah, mulai dari tangan hingga kaki. Ini akhir untuk hidupnya dia tak kuasa menahan rasa sakit itu. Hanya saja saat dia mengingat apa yang terjadi pada hidupnya, Will sadar, dia tidak boleh menyerah sekarang, rasa sakit ini bukanlah apa-apa, dia pernah merasakan rasa yang lebih sakit dari ini, bahakan saat dirinya hampir mati pun dia pernah merasakannya. Lalu hanya sakit seperti ini saja dia menyerah, sungguh bodoh, Will tidak selemah itu, dia akan menyerap apa yang akan dia dapatkan nanti. Lalu suara retakan tulang kembali dia dengar, ngilu dia rasakan, lalu tak lama setelahnya dia merasa sangat haus, begitu haus hingga kerongkongannya mengering, dia bergerak gusar hingga tak menyadari jika separuh tubuhnya sudah berubah bentuk. Pergerakannya semakin cepat, sangat cepat hingga dinding goa runtuh begitu saja saat dia hantam. Will mencari sesuatu yang bisa menghilangkan rasa haus dan panas yang melanda, dia butuh air. Air yang sangat banyak. Kakinya terus berlari dengan mata yang samar-samar dapat melihat di kegelapan malam. Seolah semua jelas terlihat, dia terus berlari hingga saat menemukan sebuah danau kecil Will langsung meminum air yang ada di sana. Sangat banyak air yang dia minum. Hingga tak lama setelahnya dia mendengar suara yang sangat bising, arahnya dari sebelah kanan, Will menoleh cepat untuk melihat apakah ada sosok di sana, nyatanya tidak ada siapapun di sana. Perlahan Will melihat pantulan wajahnya dari air danau, gelap yang pertama dia lihat, namun perlahan tatapannya mulai terlihat, samar-samar dia bisa melihat pantulan dari tubuhnya sendiri. Tubuhnya sangat aneh, besar dan berbulu, lalu dia melihat kedua tangannya, tangan yang dipenuhi bulu bercorak putih. Dia menggerakkan kedua tangan itu untuk menyentuh wajahnya, berbulu dan sangat besar. Tubuhnya pun terasa sangat ringan di sana. Apakah ini kekuatan yang di maksud pria tadi, apakah dia sudah berhasil menyerap kekuatan yang di beri oleh sosok yang kini sudah menjadi tuannya. Will menyeringai, dia sudah menjadi kuat sekarang, maka tidak ada lagi yang bisa menahannya sekarang, dia akan mengamuk sesuka hatinya, menghilangkan rasa dahaga yang entah datang dari mana. Namun saat dia mengingat pesan dari tuannya tadi, dia sadar sekarang. "Mengamuk lah, dan bawakan liontin itu untukku." Misi pertama yang akan dia selesaikan. Mengamuk dan membawakan apa yang diinginkan sang tuan barunya. Ya apapun akan dia lakukan untuk tuan barunya, jangan sampai mengecewakan seseorang yang sudah memberinya kekuatan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD