Bab 1

1168 Words
Khayra Hafizah. Seorang gadis berhijab, berusia 17 tahun. Saat ini, Khayra sedang belajar ilmu agama, di pondok pesantren Al-Ikhlas, pimpinan abinya. Khayra sosok gadis yang genius dan juga religius. Namun ia juga tidak menutup diri untuk berteman dengan makhluk yang bernama laki-laki. Tapi hanya berteman, bukan untuk bersentuhan. Bagi Khaira aurat adalah hal yang harus ia jaga, setelah sholatnya. Siang itu, Khayra berniat untuk pergi ke sebuah perpustakaan. Yang mana, ia harus berjalan melewati sebuah genk motor, pimpinan dari Arion Lie. “Yon! Yon!” “Apaan sih, Wil.” “Coba lo lihat tu cewek yang pakai kerudung biru. Cantik benar, gue penasaran bagaimana wajah tu cewek ya, kalau misalnya kerudung itu di lepas. Pasti bikin hati gue tambah cenat-cenut, hehe.” Willy salah satu sahabat Arion di genk motor. Dari tadi ia asyik berceloteh, sambil menunjuk seorang gadis berhijab, yang sering lewat di depan markas mereka. Namun, Arrion sama sekali tidak tertarik dengan apa yang di bicarakan Willy, ia hanya fokus menatap layar ponselnya, tanpa mendengarkan kicauan dari kedua sahabatnya. Arrion Lie seorang pria berwajah oriental, yang diwarisi dari papi dan maminya, yang merupakan seorang Tionghoa. Papi Arrion bernama Ahyong Lie menganut agama kepercayaan warisan dari para leluhur. Berbeda dengan dua kakak perempuannya, Meylin dan Sandra. Mereka lebih memilih untuk memeluk agama Nasrani, agama warisan dari mami mereka. Sedangkan Arrion sendiri, dia seorang Ateis yang tidak percaya akan adanya Tuhan. Arrion Lie juga merupakan mahasiswa semester akhir yang hampir di drop out, akibat ketidakseriusan dalam menyelesaikan tugas akhir kuliah. Itulah yang menyebabkan Arrion selalu bermasalah dengan papinya. “Woi! Kalian lagi ngomong apaan? Serius banget, gue ikutan nimbrung dong?” tanya Andre yang datang menghampiri temannya itu. “Sini lo Ndre, lo mau lihat yang bening-bening nggak?” “Apa?” “Tu lo lihat cewek yang pakai kerudung, cantik banget. Gue penasaran dengan wajah dibalik kerudung itu.” “Ya sudah, Wil. Kita lepas aja kerudung tu cewek,” ucap Andre secara asal, memberikan ide gila kepada temannya. “Maksud lo apa Ndre?” “Kita bertiga balapan, siapa yang kalah dia harus melepas kerudung yang dipakai tu cewek. Bagaimana? Deal.” “Ok, gue deal banget! Satu lagi, jangan lupa difoto supaya kita bisa melihat kecantikan aslinya.” “Sip. Lo juga ikut ‘kan, Yon?” “Hmm, terserah kalian aja. Gue pulang dulu.” Arrion pun melajukan motornya, meninggalkan kedua sahabatnya itu. Kini, pikiran Arrion benar-benar kacau karena dia selalu didesak papinya untuk menyelesaikan kuliahnya. “Kenapa tu anak Ndre, kusut banget mukanya?” tunjuk Willy kepada Arrion yang sudah pergi meninggalkan mereka. “Ah, palingan lagi berantem sama papinya. Kayak lo nggak tahu aja sikap bokap Arrion. Dia itu kan otoriter banget. Gue aja ngeri jadi anaknya.” “Ya udah deh, kalau gitu ayo kita cabut,” ajak Willy kepada Andre sahabatnya. Setibanya Arrion di rumah. “Masih ingat kamu jalan pulang?” tanya seorang laki-laki paruh baya kepada putranya. “Pi, Rion lagi malas ribut.” “Makanya kalau kamu tidak mau ribut, kamu turuti keinginan papi. Tinggalkan genk motor berandalanmu itu. Cepat selesaikan kuliah mu dan urus perusahaan.” “Kenapa harus Rion? Masih ada Kak Meylin sebagai anak tertua. Kak Meylin saja yang urus perusahaan, Rion nggak mau!” ucap Rion yang selalu membantah omongan papinya. “Arrion! Kamu itu anak laki-laki dari keluarga Lie. Kamu yang Papi harapkan sebagai penerus dan pemimpin perusahaan kita! Jangan bikin Papi kecewa!” “Hmm, apa pernah sekali pun Papi mengerti perasaan Rion, Kak Meylin dan juga kak Sandra? Papi hanya menganggap kami sebagai boneka yang bisa Papi mainkan sepuas hati Papi!” Plak! “Hey! Anak pembangkang tutup mulut mu! Jangan bikin Papi marah!” Teriak pria paruh baya itu yang sudah mulai terpancing emosinya. “Arrion sudah Nak, jangan lawan papi mu,” ucap Mami Liana yang tiba-tiba datang untuk menenangkan putranya. “Sebaiknya sekarang kamu naik ke atas, tenangkan dirimu,” ucap Liana yang dengan cepat menghampiri putranya. “Tapi, Mi.” “Sudah Rion, jangan membantah lagi.” Arion pun akhirnya mengikuti perintah dari wanita yang ia sayangi itu. “Papi jangan terlalu keras dengan Rion. Andai dulu Papi tidak menentang hubungan Rion dengan Celin, mungkin Rion tidak akan seperti ini.” “Maksud Mami anak si Liam itu! Sampai kapan pun, Papi tidak akan mengizinkan keturunan Liam untuk masuk ke dalam keluarga Lie! Apa karena dulu si Liam itu mantan pacar Mami, sehingga Mami ingin anaknya menjadi menantu kita?” “Bu-bukan begitu maksud mami, Pi. Mami-.” “Sudahlah, lebih baik Mami diam saja. Papi lagi tidak ingin berdebat.” Papi Arrion pun pergi meninggalkan Liana, istrinya. Tanpa mereka sadari, Arrion menguping dan mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya itu. “Jadi ini alasan Papi, tidak menyetujui hubungan Rion dengan Celin, Mi?” “Ri-rion, ka-kamu mendengarnya nak?” ucap Liana yang sangat terkejut saat mengetahui jika putranya menguping pembicaraan ia dan Ahyong, suaminya. Arrion pun mengangguk menjawab pertanyaan Mami Liana. “Mami minta maaf Nak, karena kesalahan Mami di masa lalu, kamu yang jadi korbannya, Sayang.” “Jangan menyalahkan diri sendiri Mi, karena Ini sepenuhnya bukan kesalahan Mami,” ucap Rion yang berusaha untuk mengerti posisi maminya saat ini. “Rion, Mami tahu pasti sekarang kamu sangat sedih, karena Celin sebentar lagi akan bertunangan. Karena masa lalu Mami, membuat kamu tidak bisa bersama wanita yang kamu cintai Yon, hiks-hiks.” “Sudahlah Mi, mungkin ini sudah takdir Rion. Rion akan berusaha menerimanya. Setelah mengucapkan kalimat itu, Rion langsung menuju kamarnya. Hatinya benar-benar sakit saat ini. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya untuk menangis. *** Keesokan hari tiba. Khayra pun berencana untuk pulang ke rumahnya setelah menjalani aktivitas yang cukup melelahkan di pesantren pimpinan abinya. Ketika Khayra hendak pulang, seorang laki-laki pun menyapanya. “Khay! Sudah mau pulang?” tanya Qidam ketika ia melihat Khayra sedang berjalan menuju rumahnya. “Eh kak Qidam, iya Kak. Kakak belum pulang?” tanya Khayra yang berusaha berbasa-basi kepada Qidam, yang merupakan kakak kelasnya dulu. “Belum, Kakak masih ada jadwal mengajar sebentar lagi, Khay.” Qidam sekarang kuliah di jurusan pendidikan Islam. Kini ia sudah di semester akhir. Untuk melengkapi penelitian skripsi nya, Qidam pun memilih untuk magang di pesantren Al-Ikhlas. Pesantren yang dulu pernah menjadi tempatnya belajar ilmu agama dan sekaligus berkenalan dengan Khayra seorang putri dari pimpinan sekaligus pemilik pesantren itu. Tak lama kemudian, Khayra pun tiba di rumahnya yang masih berada dilingkungan pesantren. “Sudah pulang, Nak? Ayo makan dulu. Umi sudah masak makanan kesukaan kamu.” Sapa Umi Khayra ketika melihat putrinya tiba di rumah. “Terima kasih, Umi. Khay ganti baju dulu ya.” Khayra pun masuk ke dalam kamar untuk mengganti seragam sekolahnya. “Memangnya, nanti kamu mau pergi ya, Sayang?” tanya Umi Khayra ketika ia melihat putrinya tidak memakai baju rumahan. “Nanti setelah makan siang, Khay mau pergi ke perpustakaan. Boleh ya, Mi?” “Iya, tapi kamu habiskan dulu makanan mu.” Khayra pun makan dengan penuh semangat, melahap habis semua makanan yang dihidangkan oleh uminya. Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD