Bad Morning

1292 Words
“Kamu yakin dengan keputusanmu Mirabell?” Gumam Carlos dengan nada tak percaya, Mirabella menggeleng cepat. Carlos memandang Mirabell Anastasya atau yang sering dipanggil dengan Mirabell dengan tatapan heran, begitu juga dengan Ana. “Iya, Pa, Ma, aku benar – benar yakin,” Ana memandang putrinya dengan tatapan tak percaya. Enam bulan lalu Mirabell merengek untuk dibuatkan sebuah pesta besar nan mewah kepada papanya, namun hari ini gadis itu menolak rencana papanya untuk mengabulkan permintaannya. “Kamu yakin, Bell? Mama sama papa tidak keberatan untuk mengabulkan permintaan kamu. Jika Mirabell mendengar ini beberapa minggu yang lalu tentu dia akan sangat kegirangan saat ini. Namun Mirabell sadar, semua yang telah dilauinya beberapa waktu terakhir membuatnya berubah pikiran.  Andai di saat itu Mirabell tidak merengek untuk dibuatkan pesta besar dan tidak memaksa kedua orang tuanya tentu semua hal itu tidak akan terjadi. “Enggak Ma, aku yakin dengan keputusanku,” gumam Mirabell dengan tekad bulat. Dia tidak ingin egois lagi. Dia tidak ingin membuat seseorang menderita karena dirinya lagi. Oleh karena itu kali ini dia tidak akan mengulangi kesalahannya. Hari itu di hari ulang tahunnya dia belajar banyak. Satu hari yang bak cerita dongeng. Suatu hari yang tidak akan pernah Mirabell lupakan sepanjang hidupnya. “Anak kita sudah tumbuh dewasa, Ma,” gumam Carlos dengan senyum merekah di bibirnya, Ana pun mengangguk setuju, sepertinya hari itu benar-benar mengubah seorang Mirabell.  “Selamat ulang tahun, Mirabell,” gumam Carlos dan Ana hampir bersamaan. Mirabell tersenyum, kedua orang tuanya lau memeluk gadis itu dengan hangat.  “Terima kasih, Ma, Pa,” Mirabella mendekap tubuh orang tuanya dengan hangat.             *** Mirabell baru saja tiba di kelas ketika teman-temannya sudah berkumpul, ada yang sedang bergosip, ada yang asik mengamati sosial media, tidur juga yang sedang belajar. Mirabell berjalan dengan cepat dan senyum yang sangat cerah. Bulan depan adalah ulang tahun Mirabell dan pagi ini dia bertanya kepada papanya mengenai janjinya untuk membuatkan pesta besar di hari ulang tahunnya yang ketujuh belas dan papanya akan mengabulkannya. Papanya juga berjanji akan mempertemukan dirinya dengan Jie, penyanyi kesukaannya. Kabar baik ini harus segera Mirabell sampaikan ke teman-temannya, Mirabell segera berjalan menuju bangkunya, di sana sudah ada Dela dan Vina yang tengah mengobrol dengan wajah berbinar sambil memegang sebuah kertas cokelat dengan pita di tangannya “Hai, gaes, aku ada berita bagus,” gumam Mirabell dengan senyum yang tak bisa ditutupi. Dela dan Vina menoleh ke arah Mirabell, mereka berdua tersenyum datar menanggapi ucapan Mirabell. Mirabell tahu Dela dan Vina tidak pernah tulus berteman dengannya, dia juga tahu bagi mereka Mirabell hanya ATM berjalan.  Tidak ada yang berteman tulus di sekolah ini. Mereka semua adalah anak para pengusaha, CEO, Manager perusahaan layaknya Mirabell. Sebagian dari mereka berteman demi urusan bisnis, atau karena orang tua mereka saling mengenal. Sebagian lagi seperti Dela dan Vina yang berteman dengan Mirabell demi kelancaran jajan mereka di Starbuck setiap harinya. “Kabar apaan tuh, Bel?”gumam Vina mencoba bersikap biasa. Mirabell menggeret kursi di depannya, lalu segera duduk di kursi kesayangannya itu.  “Oh ya, bentar lagi kan aku ulang tahun dan mama papaku akhirnya setuju buat---“ “Guys udah nerima undangan dari aku belum? Jangan lupa datang ya nanti!” Belum sempat Mirabell melanjutkan ucapannya, sebuah suara cempreng nan nyaring terdengar di seantero kelas. Mirabell melengos. Sial, kenapa harus ada Silvi sih, sungguh mengganggu saja. Paginya menjadi tidak mood hari ini.  “Bell, kamu udah dapat undangan dari aku kan? Jangan lupa dateng ya, gak bawa kado gapapa kok,” Silvi menepuk pundak Mirabell. Belum sempat Mirabell bertanya undangan apa yang dimaksud Silvi matanya terlebih dahulu menangkap sebuah gulungan kertas dengan pita yang sangat lucu di hadapannya yang tidak lain adalah undangan ulang tahun Silvi. Mirabell diam. Dia tahu betul bahwa Silvi bukan bermaksud mengundangnya tapi juga ingin memamerkan harta kekayaan orang tuanya. Mirabell masih ingat tahun lalu saja Silvi memesan undangan ulang tahun dari Korea dia bahkan memberikan album grup Kpop untuk teman-teman sekelasnya yang harganya cukup mahal. Kali ini apalagi lagi yang akan dipamerkan oleh gadis itu, Mirabell benar-benar jengah dengannya. “Sorry, kayaknya aku gak bisa dateng,” gumam Mirabell. Silvi tersenyum penuh kemenangan. Dia bisa melihat raut wajah tak suka dari Mirabell. Gadis itu tidak mau kalah langkah dari Silvi. “Kenapa, Bell, gak usah bawa kado gak papa kok,” gumam Silvi. “Kamu gak iri kan ulang tahunku bakal diadain di Hotel Marlon?” sindir Silvi. Damn! Silvi benar! Ada yang terbakar di dada Mirabell. Dia iri. Dia benci Silvi mengadakan pesta besar, dia benci kalah dari Silvi dalam hal apapun. Mirabell pikir ulang tahunnya kali ini bakal lebih hits dan meriah tapi Silvi menghancurkan Impiannya.  "Enggaklah, ngapain aku iri. Kurang kerjaan aja," ujar Mirabell cuek. Dia meletakkan undangan di laci dan mengambil buku pelajaran yang ada di sana. Lebih baik Mirabell membaca saja daripada menanggapi omongan Silvi. "Kalau gitu jangan lupa datang ya, Bell" tukas Silvi sebelum berlalu. "Pasti, dong," bukan Mirabell yang menyahut tapi Dela. Tentu saja Dela tidak akan melewatkan kesempatan ini. Apalagi yang datang bakalan dapat voucher starbucks satu juta. Siapa sih yang tidak mau? Mirabell menghela napasnya.  Gara-gara Silvi dia jadi tidak bisa menceritakan kabar bahagia yang dia bawa dari rumah kepada teman-temannya. "Kamu tadi mau cerita apa,  Bell?" gumam Vina yang teringat bahwa tadi Mirabell ingin cerita sesuatu. "Gak jadi aja deh," ujar Mirabell kehilangan moodnya. Vina dan Dela saling pandang sepertinya Mirabell  ngambek, tapi kedua temannya itu tampak tak peduli. "Eh bukannya ulang tahunmu bulan depan, Bell?" gumam Dela secara tiba-tiba. "Iya," jawab Mirabell datar. "Tadi mau bilang apa Bell, ortumu setuju buat ngerayain ultah?" tanya Dela. Meski berasal dari keluarga yang kaya tapi orang tua Mirabell benar-benar sederhana. Mereka mendidik Mirabell untuk tidak menghamburkan uang. Mirabell juga harus menabung jika menginginkan sesuatu. Bahkan untuk merayakan ulang tahunnya saja dia harus memohon kepada Mama Papanya agar dibuatkan pesta yang besar kali ini. "Mau dirayain di mana, Bell?" tanya Vina. "M... " Mirabell hampir saja menjawab MCD tapi dia mengurungkan niatnya. Pasti Dela dan Vina akan mengolok-oloknya karena Mirabell kalah dari Silvi. "M? Marlon Bell? Mau dirayain di Hotel Marlon juga?" ujar Dela kaget. Jleb!  Pertanyaan  Dela benar-benar menusuk bagi Mirabell.  Jangankan ke Hotel Marlon, dia bahkan harus membujuk orang tuanya agar menyewa MCD  untuk ulang tahunnya ini mati-matian. Belum sempat Mirabell menjelaskan pada Dela, mereka terlanjur salah paham. "Seriusan  Bell bakal di Marlon juga? Terus nanti kamu ngasih voucher starbucks juga?" Vina kini ikut Berbicara. Kalau soal voucher gratis dia memang yang paling bersemangat. "Eng---" "Woi,  gaes  nanti ulang tahun Mirabell bakal dirayain di Marlon juga loh," teriak Dela sehingga menyita perhatian satu kelas. What!  Mirabel terkejut. Dia kan tidak pernah bilang begitu. "Tentulah, Del. Mirabell mana mau kalah dari Silvi, iya kan, Bell?" sahut Vina. Jelas Mirabell memang tidak mau kalah dari Silvi, tapi bukan berarti dia bisa merayakan ulang tahun di Hotel Marlon seperti  Silvi. Papanya pasti marah besar jika dia merengek ulang tahunnya dirayakan seperti Silvi. "Asyik, seriusan Bell?"  teman-teman  sekelasnya pun antusias. Kini mereka berkerumun mengelilingi Mirabell.  Demi apa Mirabell sekarang tidak tahu harus berbuat apa. Terlebih mereka sudah menaruh harapan banyak pada Mirabell.  Duh,  apa yang harus dia lakukan? "Ih seriusan, Bell. Wah kamu jangan mau kalah dari Silvi. Bisa besar kepala dia kalau ulang tahunmu cuma dirayain di MCD  atau starbucks. Dia pasti akan mengejekmu habis-habisan." Mirabell spechless.  Tolong katakan tidak  Mirabell Anastasya, tidak baik  membohongi teman-temanmu. "Iya, ultahku bakal dirayain di Marlon juga kok." Kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Mirabell. Seluruh kelas bersorak senang. Kecuali Mirabell, wajah gadis itu memucat. Bagaimana dia bisa meminta kepada orang tuanya  untuk merayakan ulang tahunnya di Hotel Marlon? Papanya pasti akan menghukumnya. Mirabell menarik napas panjang. Masih ada waktu untuk memikirkannya nanti. Yang terpenting sekarang mereka tidak menyebutnya kalah dari Silvi. Karena Mirabell  benci menerima kekalahan. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD