BAB SATU

1201 Words
Suara alunan dentingan piano memainkan lagu Canon In D memecah kesunyian yang ada di ruang musik siang itu. Sinar matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah jendela menyinari seorang laki-laki yang terlihat hanyut dalam lagu yang sedang ia mainkan. Tangannya dengan lihai menari-nari di atas tuts tuts piano yang akan menentukan suara yang keluar dari senar piano dibelakangnya. Di lain tempat, suara decitan sepatu yang bergesekan dengan lantai licin khas lapangan basket bersamaan dengan suara sorakan yang terdengar tiap kali ada bola yang berhasil masuk ke dalam ring yang dipasang tinggi. Terlihat beberapa orang yang berada di tengah lapangan, berlari sambil membawa bola, kemudian melompat setinggi yang mereka bisa. Ada salah satu perempuan diantara mereka yang terlihat sangat menonjol karena selalu berhasil memasukkan bola ke dalam ring. “Kau terlihat seperti bernafsu sekali ingin mematahkan ring itu dari tempatnya dan membawanya pulang, Sora.” , sahut laki-laki yang tadi bermain piano di ruang musik tadi dengan nada mengejek sambil melemparkan handuk pada perempuan yang ia panggil Sora itu berjalan menghampirinya. “Apa kau sudah selesai berkencan dengan pacarmu, huh? Sudah puas menyentuh setiap inchi dari tubuhnya?” , balas Sora sambil mengelap keringatnya tak mau kalah. Pacar yang Sora maksud adalah piano yang ada di sekolahnya. Ia menyebutnya dengan ‘pacar’ karena Rei merupakan orang yang amat sangat menyukai piano. “Sudah. Dan aku masih belum puas. Aku tidak sabar untuk segera pulang dan bertemu dengan pacarku yang lainnya.” , sahut Rei sarkas. “Cih, dasar maniak. Aku penasaran apa kau juga akan menikahi piano nantinya.” Perdebatan mereka terhenti saat seorang laki-laki yang penuh keringat datang menghampiri mereka. “Hei Sora, permainamu bagus hari ini.” , puji orang itu sambil memberikan sebotol air minum pada Sora. “Kau terlalu memujiku sunbae, terima kasih minumnya.” , balas Sora mencoba ramah. Rei memutar matanya jengah melihat sikap Sora yang sangat berbeda dengan Sora yang ia kenal. “Hei tidak perlu terlalu formal begitu. Kau bisa memanggilmu oppa sama seperti yang lainnya.” , tidak bisa dipungkiri lagi, senyum Seowoo memang mempesona. Tetapi hal itu tidak mempengaruhi Sora sama sekali. “Iya sunbae.” , jawab Sora keras kepala, membuat Seowoo terkekeh. “Kau ini. Lain kali kita main basket bersama di luar ya.” , ajak Seowoo sambil tersenyum. “Oke.” , jawab Sora singkat. Seowoo pun menepuk bahu Sora sebelum pergi. “Sepertinya dia menyukaimu, Sora.” , ucap Rei sambil menatap kepergian Seowoo yang terlihat mulai dikerubungi murid-murid perempuan. “Eww.. sayang sekali aku tidak suka laki-laki yang populer.” , sahut Sora sambil membereskan barang-barangnya. “Ayo nak, kita kembali ke kelas.” , ajak Sora sambil mengapit leher Rei dengan tangannya. “Iiuh, Sora! Menjauh dariku! Keringatmu!” , protes Rei sambil berusaha melepaskan tangan Sora darinya dan Sora hanya terkekeh jahat. *** Rei dan Sora adalah tetangga yang rumahnya saling bersebelahan dan mereka sudah saling mengenal sejak kelas 2 SMP. Iya, walaupun mereka bertetangga, bukan berarti mereka sudah saling kenal sejak kecil. Karena keluarga Rei baru pindah ke sebelah rumah Sora saat Sora kelas 2 SMP. Umur mereka berdua yang hanya terpaut 4 bulan, membuat mereka tidak perlu waktu yang lama untuk membuat mereka menjadi akrab. Keluarga Rei sebelumnya tinggal di Jepang karena ayahnya Rei orang Jepang. Mereka pindah ke Korea karena ayahnya Rei mendapat tawaran kerja yang menjajikan dari kakak iparnya yang merupakan orang Korea. Yup, ibunya Rei adalah orang Korea. Itulah sebabnya Rei fasih berbicara bahasa Korea. Berbeda dengan Rei yang memiliki keluarga yang utuh, orangtua Sora bercerai sejak Sora berumur 12 tahun, yang pada masa itu Sora masih duduk di kelas 6 SD. Saat persidangan perceraian orangtuanya, hak asuh dirnya jatuh kepada ayahnya yang membuatnya harus ikut tinggal bersama ayahnya. Ayahnya Sora merupakan dokter bedah di rumah sakit ternama yang ada di Seoul. Karena pekerjaan ayahnya yang begitu penting, membuat Sora jarang berkomunikasi dengan ayahnya. Tidak jarang ayahnya Sora tidak pulang ke rumah karena lamanya durasi operasi yang ia lakukan. Hal yang paling membuat Sora iri dari orang lain adalah memiliki keluarga yang utuh. Karena berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, membuat mereka berdua memiliki sifat yang berbeda juga. Rei yang mudah bergaul sangat kontras dengan Sora yang suka menyendiri. Hobi dan kesukaan mereka pun berbeda. Rei yang sangat menyukai musik- terutama piano, sedangkan Sora yang menikmati dirinya saat bermain basket. Untuk kategori remaja, mereka termasuk remaja yang memiliki impiannya sendiri dan sama-sama bertekad untuk mewujudkan impian mereka. Rei tetap konsisten pada hobinya, dan bercita-cita ingin menjadi pianis di kemudian hari. Sedangkan Sora, meskipun hobinya adalah bermain basket, ia bercita-cita ingin menjadi desainer ternama dan punya merek miliknya sendiri. *** “Oke baik semuanya buka buku biologi kalian halaman 167, sambil mendengarkan penjelasan dari saya.” , perintah seorang laki-laki berbadan sedikit gemuk dengan suaranya yang lantang di depan kelas sambil berdiri memegang sebuah buku yang tertulis BIOLOGI XI di sampulnya. Sora terlihat panik ketika ia menyadari bahwa ia tidak membawa buku biologinya dan khawatir akan dihukum karena itu. Sebab semua murid di kelasnya sudah hafal betul bahwa guru biologi mereka bukanlah tipe guru yang disukai oleh murid-murid di sekolah karena beliau tidak segan untuk memberi hukuman pada mereka yang tidak membawa buku pelajaran. ”Apa ada yang tidak membawa buku biologi hari ini?” , tanya guru biologi yang biasa dipanggil pak guru Kim. Ia mengambil penggaris besar yang terbuat dari kayu bersiap untuk memberikan hukuman pada mereka yang tidak membawa buku pelajaran. Rei yang mengerti situasi yang sedang dialami oleh Sora segera melemparkan buku biologi miliknya ke meja Sora. Pak guru Min pun menghampiri meja Rei. “Mana buku biologimu, Rei?” , tanya pak guru Kim menginterogasi. Rei menjawabnya hanya dengan senyuman yang membuat matanya hanya tampak seperti satu garis lurus. “Berdiri di depan kelas sampai pelajaran selesai. Sekarang!” , perintah pak guru Kim tidak menuntut jawaban. Rei pun segera berdiri dan berjalan menuju depan kelas. Sora menatapnya dengan rasa bersalah sekaligus kesal, sedangkan Rei hanya tersenyum lebar yang membuat Sora menghela nafas sambil menggelengkan kepalanya tanda ia tidak setuju dengan apa yang Rei lakukan. *** KRIING Bel tanda pelajaran berakhir sudah berbunyi yang menandakan waktu istirahat. Rei dan Sora duduk di bawah pohon besar yang ada di samping lapangan sambil memakan cemilan yang Sora bawa dari rumah. “Hei Sora, tolong pijat kakiku dong. Rasanya pegal sekali setelah berdiri selama pelajaran biologi tadi.” , rengek Rei sambil meletakkan kakinya di atas kaki Sora yang langsung mendapatkan sebuah cubitan di kakinya. “Sakit, Sora! Kau ini kenapa sih?” , protes Rei sambil menggosok-gosokan bekas cubitan Sora tadi. “Kau yang kenapa melakukan hal itu tadi? Lain kali jangan lakukan hal seperti itu lagi, atau aku tidak akan mau berteman denganmu lagi.” , tegas Sora sambil mengambil kembali kaki Rei, meletakannya di atas kakinya dan mulai memijatnya. “”Kau sungguh perempuan yang aneh, Sora. Apa kau tidak berniat berterima kasih padaku atau memberiku sesuatu sebagai balasan?” , jawab Rei yang membuat Sora memijat kaki Rei dengan kencang. “Iya iya iya! Aku mengerti! Aku tidak akan melakukan hal seperti itu lagi.” “Ingat ya, laki-laki selalu menepati janjinya.” , ancam Sora dan Rei yang mendengarnya hanya memutar mata jengah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD