DOCTOR GU WEI

1580 Words
  Beijing, 2022 Badan Forensik Beijing, Beijing, Republik Rakyat China.   Kejahatan adalah sebuah misteri yang harus di ungkap. Kejahatan sering kali meninggalkan bukti nyata yang akan membawa ke titik terang kebenaran. Pembunuhan, kekerasan, atau pemerkosaan adalah 3 contoh kasus kejahatan yang sering terjadi. Bukti nyata bisa dilihat dengan mata telanjang, tapi tidak semua kasus dapat dipecahkan dengan bukti nyata itu. Ada beberapa misteri yang harus dipecahkan melalui cara yang karap kali di anggap sadis oleh dunia. Dan itulah pekerjaan seorang dokter muda periang nan tampan, dokter Gu Wei.   Dokter Gu Wei adalah dokter ahli forensik yang selalu berkutat dengan mayat. Wajahnya yang tampan dan sikapnya yang periang acap kali dianggap tidak pantas dengan profesi menyeramkan ini. Dokter Gu adalah panggilan akrabnya, dia lulus dari Universitas Fudan di Shanghai jurusan kedokteran umum, lalu memilih kodekteran forensik sebagai jalan hidupnya. Setelah lulus dari departemen kedokteran forensik Universitas Fudan, dia bekerja di sebuah lembaga forensik terbaik di Beijing yang juga menyandang tim forensik terbaik di China. Sumpahnya sebagai seorang dokter tidak pernah hilang dari hatinya. Membantu penegakan hukum dan memihak pada kebenaran adalah prinsip hidupnya.   “Dokter Gu, Profesor memanggilmu.” Salah seorang dokter magang berkata.   Dokter Gu bergegas keluar dari ruangannya ketiak ia mendengar suara dokter magang itu. Ia kemudian berjalan melewati koridor ruangan dan berhenti di depan sebuah pintu berwarna putih. Dokter Gu akhirnya masuk ke dalam ruangan itu setelah mengetuk pintu ruangan. Ada beberapa orang di dalam ruangan yang penuh dengan buku-buku itu, seorang laki-laki paruh baya berkepala pelontos yang memakai jas putih, yang tidak lain adalah sang Profesor. Dan 2 orang lainya adalah pasangan suami istri dari keluarga terpandang yang sama sekali tidak dikenal oleh dokter Gu. Dan satu orang lagi adalah seorang pemuda yang cukup tampan, usianya mungkin jauh lebih muda dari dokter Gu.   “Dokter Gu kau sudah datang, kemarilah. Mereka adalah keluarga terdakwa, mereka juga orang berpengaruh di Beijing.” kata Profesor dengan nada suara ramah   Dokter Gu hanya menganggukkan kepalanya dan melirik ke arah pasangan suami istri itu. Ia tampak tak tertarik dengan keduanya, dokter Gu kemudian mengalihkan pandangannya pada profesornya, “Ada apa Profesor?”   “Aku akan to the point saja, ini..” Profesor botak itu tidak melanjutkan ucapannya, sebaliknya ia malah menyerahkan secarik surat pada dokter Gu   Setelah melihat dokter Gu membaca isi surat itu, Profesor botak kembali melanjutkan, “Kau mengerti kan?”   Apa yang harus dokter Gu mengerti? Dan mengapa ekspresi dokter Gu yang semula santai kini menjadi menegang atau lebih tepatnya tampak kecewa. Senyuman muncul di wajah tampan dokter Gu, itu bukanlah senyuman tulus, tapi senyuman meledek yang ditujukan pada Profesornya sendiri.   Alasannya sudah jelas, Profesor berkepala pelontos yang juga ketua departemen forensik itu memanggil dokter Gu Wei untuk menandatangani sebuah surat autopsi yang menyatakan bahwa korban meninggal karena bunuh diri. Hal ini tentu saja bertujuan untuk meringankan hukuman terdakwa yang tidak lain adalah putra tunggal dari pasangan suami istri yang tengah duduk di sofa ruangan itu.   Wajah dokter Gu Wei berubah menjadi masam, dia lalu tertawa sinis sambil membaca surat palsu itu sekali lagi, kali ini suaranya cukup keras hingga semua orang yang ada di ruangan bisa mendengarnya, “Korban Meninggal karena terjatuh hingga terbentur dan menyebabkan pendarahan….” Setelah jeda sejenak, dokter Gu kembali melanjutkan, kali ini ia tidak lagi membaca surat itu, tetapi menatap ke wajah profesornya dengan wajah penuh kekecewaan, “ Ini salah Profesor, ini tidak benar. Maaf aku akan pura-pura tidak melihat surat ini.”   Hati nuraninya menolak untuk menandatangani surat autopsi itu. Jelas-jelas penyebab kematian korban adalah karena pukulan benda keras yang menyebabkan pendarahan hebat di otak korban, dengan kata lain korban itu meninggal karena dibunuh. Dan dokter Gu adalah orang yang mengautopsi korban itu, tentu saja dia tahu betul penyebab kematiannya.   “Dokter Gu..!” Suara Profesor agak keras   Dokter Gu baru saja berbalik dan akan melangkah keluar. Tapi, langkah kaki dokter Gu terhenti, Profesor mendekatinya dan berbisik padanya “Karirmu akan berakhir kalau kau menolak untuk menandatangani surat ini.”   Dokter Gu hanya menghela nafas dan berlalu pergi meninggalkan ruangan yang kini berbau kelicikan itu. Rasa hormatnya pada sang professor sudah benar-benar sirna dan tergantikan oleh rasa kecewa. Pendirian teguh dokter Gu semakin kuat ketika ia melihat ibu korban yang menangis tersedu-sedu ketika menjemput jasad putrinya dia kamar mayat.   Sebuah kejadian miris yang menyayat hati, seorang pemuda yang duduk di sofa ruangan Profesor tadi adalah anak anak konglomerat Beijing yang juga adalah tersangka kasus ini. Bukannya menyerahkan diri dan mengakui kesalahannya, sang pembunuh lebih memilih membuang muka dan menggunakan kekuasaan orangtuanya untuk berlindung dari hukum.   Tapi sepertinya professor Dokter Gu bukanlah orang yang mudah menyerah. Rubah tua licik itu kali ini secara khusus mendatangi ruangan dokter Gu.   “Dokter Gu, tidak, tidak. Gu Wei, aku memintamu bukan sebagai atasan, tapi sebagai seorang kakak, tolonglah aku sekali ini saja. Tanda tangani surat ini” pinta Profesor untuk kedua kalinya.   Dokter Gu kehabisan kata-kata, ia hanya bisa merasakan gelombang sakit kepala kini tengah menyerangnya. Tangan kiri dokter Gu tengah menopang dahinya ketika ia berbicara dengan suara dingin, “Maafkan aku professor.”   Dokter Gu yang teguh akan sumpah dokternya tetap tidak bergeming, segala macam ancaman sudah ia terima. Mulai dari pemecatan hingga surat izin yang akan dicabut, tapi itu semua hanyalah angin lalu baginya.   Hingga akhirnya waktu untuk menyerahkan surat hasil autopsi sudah tiba, secarik surat terbungkus rapi di dalam sebuah amplop putih panjang. Dokter forensik yang mengautopsi tubuh korban akan ikut dalam sidang pembunuhan yang akan berlangsung hari ini. Dan itu adalah sebuah kasus yang menjadi perhatian publik, seorang anak konglomerat Beijing menjadi terdakwa kasus pembunuhan, bagaimana bisa media dan dunia melewatkan berita panas ini.   */ Pengadilan Beijing,1 jam sebelum sidang dimulai..   Dokter Gu yang hendak pergi ke toilet dan tidak sengaja mendengar pembicaraan antara seorang pria dengan seorang jaksa yang bertugas dalam sidang ini. Senyum sinis dokter Gu kembali muncul. Tidak jauh berbeda dengan dirinya, jaksa penuntut yang terlihat seperti pemula itu juga tengah di iming-imingi uang tutup mulut. Pria yang berusaha memerasnya itu tidak lain dan tidak bukan adalah suruhan dari keluarga konglomerat itu. Dan jawaban pengacara muda itu membuat dokter Gu tersentak.   “Aku seorang jaksa dan aku bekerja di dunia hukum. Untuk apa aku lulus ujian advokat dengan nilai terbaik, kalau aku hanya akan membuat hukum jatuh karena uang.” kata jaksa muda itu seraya menolak uang sogokan yang ditawarkan padanya. “Kau tidak akan menang melawan kami!” balas pria suruhan itu sambil meludah ke arah jaksa muda itu.    Dokter Gu tersenyum melihat aksi heroik sang jaksa muda, mulutnya sudah tidak tahan untuk memuji jaksa itu. Ketika akan berjalan menghampirinya, langkah dokter Gu terhenti, dia kembali tertegun setelah mendengar kata-kata yang di ucapkan pengacara muda itu.   “Apa mereka juga akan menyuap pihak rumah sakit yang mengautopsi nya?” kata jaksa itu. Nampaknya dia kurang percaya diri, jikalau hanya mengandalkan bukti dari kepolisian rasanya itu tidak akan cukup. Tersangka hanya akan dijatuhi hukuman ringan, apalagi dengan statusnya sebagai seorang anak orang kaya. Melihat jaksa pemula itu berhenti berbicara sendiri, dokter Gu kemudian melangkahkan kakinya menuju jaksa yang sedang bimbang itu, dihampirinya sang pengacara. Dokter Gu duduk di samping pengacara itu dan tiba-tiba menyerahkan secarik amplop yang sudah dipegangnya sedari tadi.   “Ini akan membantumu.” kata Dokter Gu sambil tersenyum. “Ini..” Jaksa pemula itu bahkan belum menyelesaikan ucapannya, tapi dokter Gu sudah memotongnya. Dokter Gu mengangguk sambil tersenyum, kemudian dia berkata “Aku akan menjadi saksi, kau tidak sendirian. Masih banyak orang baik di dunia ini.”   Sidang sementara berjalan, pengacara terdakwa pemberikan statemen pembelaan untuk kliennya. Pengacara terdakwa menolak segala tuduhan yang telah disebutkan oleh jaksa penuntut umum, “Yang mulia, saya keberatan dengan pernyataan jaksa. Jaksa hanya berspekulasi saja, bukti yang ditemukan di TKP tidak cukup kuat untuk menuntut klien saya dengan tuduhan pembunuhan.”   Jaksa pemula yang ditemui dokter Gu tadi menarik nafasnya, matanya melirik ke  arah dokter Gu yang tengah duduk di bangku penonton. Dokter Gu mengangguk seraya memberikan isyarat pada jaksa muda itu untuk memanggil namanya.   “Saya akan memanggil saksi.” kata jaksa muda itu. “Jaksa penuntut di persilahkan.” kata Yang Mulia hakim. “Saya akan memanggil dokter Gu Wei sebagai ahli forensik yang mengautopsi mayat korban. Dokter Gu silahkan maju dan mengambil tempat di depan.” Nada jaksa pemula itu tampak jauh lebih tenang.   Mata keluarga terdakwa langsung melihat sinis dokter Gu. Tapi dengan percaya diri, sang dokter forensik berjalan ke tengah-tengah persidangan dan duduk di kursi saksi. Dengan amplop putih yang sedari tadi dibawanya, ia kemudian berbicara, “Saya dokter Gu Wei, dari tim Forensik Nasional Beijing. Saya juga adalah dokter yang bertanggung jawab untuk mengautopsi korban.”   Saat jaksa mengajukan pertanyaan mengenai hasil autopsi yang dilakukannya, dokter Gu dengan berani menjawab dengan kebenaran dan fakta yang ada. Tanpa adanya kebohongan dan manipulasi, semua yang ia katakan sama dengan apa yang ia tuliskan di laporan autopsi yang ia pegang. Karena kesaksian kuat dari dokter forensik, ditambah bukti yang di dapat dari TKP maka jaksa menuntut terdakwa dengan hukuman pembunuhan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tidak terima dijatuhi hukuman penjara, sang anak konglomerat mengamuk di ruang sidang. Pemandangan yang amat sangat memalukan bagi keluarga berpengaruh itu.   Dokter Gu sendiri merasa lega dengan pilihannya, ia sama sekali tidak menyesal karena telah berkata jujur. Tapi kejujuran yang ia buat harus ia bayar dengan harga mahal. Bahkan sebelum surat pemecatan sampai di meja kerjanya, dokter Gu sudah terlebih dahulu menyerahkan surat pengunduran dirinya. Kini ia bukan lagi dokter forensik yang bekerja di Badan Forensik terbesar di China itu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD