SATU

1024 Words
Sudah dua tahun lebih Calista Arumi bekerja sebagai seorang pengasuh dikediaman keluarga Davies. Setelah ia habis kontrak dengan salah satu pabrik alat tulis, Calista bergabung dengan salah satu penyalur pengasuh anak dan bayi. Memang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan lalu tetapi Calista menyukai anak-anak dan bayi, jadi ia dengan cepat bisa lulus pelatihan dan punya sertifikat. Keluarga Davies menggunakan jasa penyalur tersebut dan akhirnya memperkerjakan Calista. Calista harus merawat seorang balita berjenis kelamin laki-laki yang merupakan cucu dari keluarga Davies, bayi yang berusia kurang dari dua tahun itu begitu aktif dan tampan sekali. Wajahnya bahkan tidak ada khas orang Indonesia sama sekali meskipun Nyonya Besar Davies adalah orang asli Indonesia. Tuan Besar Davies dominan mewarisi Putra sulung keluarga Davies yang merupakan warga negara asal Inggris, lalu sekarang diwarisi untuk Tuan kecil Axton Gevano Davies. Sekarang si pangeran kecil sudah berusia empat tahun, semakin aktif dan pintar. Dan selama ia bekerja di rumah besar ini menjaga dan merawat Axton, Calista belum pernah bertemu dengan orangtua bocah kecil ini.  "Mimi, I'm so hungry..." Axton sudah tidak lagi bermain dengan bolanya dihalaman, anak kecil itu sudah mendekatinya dengan wajah memelas. Sedangkan Calista tersenyum gemas dan melihat jam tangannya, sebentar lagi memang sudah waktunya Axton makan siang. "Baiklah, Prince X sekarang harus duduk dan istirahat dulu didalam sambil menunggu Mimi selesai siapkan makan siang untukmu. Oke?" "Oke." Axton mengangkat tangannya minta digendong. Dan dengan senang hati Calista menuruti keinginan anak asuhnya itu. Sejak Axton mulai banyak bicara, Calista membiasakan Axton untuk memanggilnya Kakak tetapi bocah itu tidak merubah panggilan Mimi untuknya sampai sekarang. Nyonya Besar Davies tidak mempermasalahkan itu, dia malah senang cucunya sudah mulai pandai bicara. Bekerja dengan majikan seperti Tuan Besar Davies dan istrinya yang baik merupakan keberuntungan untuk Calista. Nyonya Anggita tidak mempermasalahkan Calista yang bekerja sambil kuliah, bahkan wanita paruh baya itu antusias dan menyemangati Calista. Ia bilang bahwa melihat Calista mandiri begitu membuatnya mengingat masa muda dulu. Nyonya Anggita memberinya hari libur satu hari tiap minggu untuk kuliah, itu merupakan hal yang sangat Calista syukuri oleh karena itu ia betah kerja disini. Majikannya sangat baik dan pengertian, ia juga punya banyak teman dari para pekerja dirumah besar ini, tempat tinggal, gaji yang cukup besar dan mengasuh bocah yang tampan menggemaskan. Pekerjaannya dan hidupnya berjalan dengan baik sekali selama ia bekerja dikediaman Davies. Calista mendudukkan Axton disalah satu kursi dimeja makan, lalu memberi anak itu minum sebelum ia menyiapkan makan siang untuk bocah tampan tersebut. Dirumah seperti biasanya tidak ada Tuan Besar dan Nyonya Besar, hanya ada Calista dan anak asuhnya juga para pekerja. "Mimi aku mau wortel yang banyak." Calista tersenyum kecil seraya membawa makan siang untuk Axton. Lalu menaruh piring diatas meja untuk bocah kecil itu makan sendiri. "Thank you Mimi."  "Your welcome honey." Selama Calista mengasuh Axton, ia selalu membiasakan Axton untuk mandiri seperti belajar makan sendiri, belajar mandi sendiri juga berpakaian sendiri dan membereskan mainannya setelah bermain. Calista juga sudah mengajari banyak hal untuk Axton seperti membaca, menulis, menggambar bahkan bicara dalam bahasa Inggris. Jujur saja Calista tidak terlalu pandai bahasa Inggris, tetapi ia selalu belajar dan belajar untuk bisa membiasakan Axton bicara dalam dua bahasa. Dan selama ia mengajari Axton dan mengurusinya, Nyonya Anggita tidak ikut campur sama sekali karena wanita paruh baya itu juga cukup sibuk. Tuan Abraham Davies punya perusahaan sedangkan istrinya Nyonya Anggita punya usaha restoran yang bercabang dimana-mana. Yang Calista tahu, majikannya itu punya empat orang anak. Yang pertama adalah ayahnya Axton. Lalu ada sikembar Nona Wendy dan Tuan William dan yang terakhir adalah Nona Paula. Dalam kurun waktu dua tahun ini, Calista baru bertemu dengan tiga anak majikannya. Nona Wendy sudah menikah dan menetap di Jakarta, tidak mau dipanggil Nyonya meskipun sudah mau punya dua anak. Sedangkan kembarannya Tuan William adalah sosok pria mapan yang paling santai. Lain lagi dengan Nona Paula yang sekarang sedang berkuliah diluar negeri, baru satu kali mereka bertemu dan sosoknya sangat pendiam juga cuek. "Mimi aku sudah kenyang." Calista menjatuhkan pandangannya kearah piring Axton yang tak bersisa. Ia mengusap kepala anak tampan itu gemas. Calista juga mengajarkan Axton tentang mensyukuri hidup salah satunya dengan menghabiskan makanan. Melihat Axton begitu pintar, periang dan menggemaskan, Calista yakin ayah anak ini pasti setidaknya bersikap sama dengan Axton atau tidak adiknya, Tuan William.  "Sambil menunggu makanannya turun, Mimi cuci piring dulu ya sebentar." Calista dengan cepat menyelesaikan cucian piringnya dan menghampiri Axton yang masih dengan patuh duduk dikursinya. Sambil bergandengan tangan mereka menuju ke kamar Axton untuk jadwal selanjutnya yaitu belajar, sebelum tidur siang. Mereka melanjutkan pelajaran kemarin. Calista sangat senang mengajari Axton karena bocah itu sangat pintar. "Axton sangat pintar, sebentar lagi akan masuk sekolah." "Sekolah? Kapan aku akan mulai sekolah Mimi?" "Sebentar lagi, Axton akan masuk taman kanak-kanak dan punya teman yang banyak." "Benarkah?" Mata itu berbinar senang, selama ini Axton hanya punya teman dari anak-anak yang suka main ditaman komplek. Mendengar ia akan punya teman yang banyak membuat bocah itu terlihat senang sekali. "Iya, oleh karena itu X harus belajar yang rajin agar Mimi bisa bilang pada Oma dan Opa kalau X pintar dan sudah bisa masuk sekolah." "X akan belajar supaya bisa masuk sekolah." "Kalau begitu lanjutkan belajar menulisnya, setelah itu kita tidur siang." Calista menatap Axton yang begitu serius belajar menulis, terkadang Calista merasa dirinya mendidik Axton terlalu keras tapi disisi lain ia merasa bahwa Axton harus cukup kuat dan mandiri karena jika ia sudah tidak bekerja lagi maka anak itu akan sendirian. Hatinya juga merasa iba, meskipun X tidak berkata secara langsung tetapi ia tahu anak ini pasti merindukan ayah ibunya. X selama ini tidak pernah bertanya tentang ayah atau ibu, anak sekecil ini tidak pantas untuk berpikir hal yang berat. "X anak pintar juga mandiri, sangat hebat. Mimi bangga pada X." Saat X menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, Calista selalu membiasakan memberi pujian untuk bocah itu. Banyak hal yang terjadi dihidup Calista dan dia tidak ingin menjadi orang yang mendidik anak dengan cara salah meskipun itu bukan anaknya sendiri, tetapi Calista sayang begitu tulus untuk X. "Aku sayang Mimi. Really love you so much." Pipinya dicium disertai pelukan dari tubuh kecil Axton. Dan setiap mereka seperti ini entah mengapa hati Calista selalu menghangat. Vote and Comment guys!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD