Entah kenapa Adinata justru berhenti di sebuah mall yang disebutkan Kirana waktu ia ijin semalam. Karena sudah terlanjur akhirnya Adinata masuk dan berkeliling mencari Kirana dan Nou.
Ia melihat banyak sekali keluarga yang berjalan bersama dengan ceria. Bahkan beberapa ayah menggendong anaknya di atas pundak. Sang anak nampak senang dan tertawa. Tangan kanan sang ayah menggandeng istrinya.
Romantis sekali?
Adinata memalingkan wajah dan mencari sosok Kirana lagi. Tapi, jika akhirnya mereka bertemu, apa yang akan Adinata lakukan?
Adinata mendadak bimbang. Malu juga sih kalau sampai ketahuan ia ada di sini dan sengaja mencari mereka. Terkesan apa ya nanti? Posesif? Cemburu? Uh... Nggak banget!
Adinata akhirnya memilih pergi ke salah satu restoran yang ada di sana. Ia berjalan santai dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku celana panjangnya.
Sembari melihat-lihat aneka toko yang menjajakan dagangannya yang terlihat bagus. Sudah lama juga Adinata tidak pergi ke mall. Belanja dan lainnya.
Biasanya Inggrid yang suka mengajaknya ke mall dan shoping. Kalau sendiri begini, bosan juga ternyata. Adinata berbelok ke arah restoran cepat saji dan melihat-lihat menu yang ada.
"Silahkan, mau pesan apa?"
"Sebentar ya."
"Baik." Adinata terus melihat menu makanan. Dan pilihannya jatuh pada steak daging sapi. Ia pesan satu porsi dengan minuman cola.
Saat ia menunggu pesanan jadi. Ia melihat sekeliling tempat. Meja dan kursi yang hampir terisi penuh oleh kebanyakan keluarga.
Mereka semua makan dengan lahapnya dan bercanda ria sesama. Adinata tersenyum sendiri melihat kehangatan keluarga orang lain. Hingga ia melihat pemandangan yang tak biasa menurutnya.
Nampak Kirana dan Aiden tengah makan di antara keluarga lainnya. Kirana sesekali menyuapi Nou dengan bubur ayam. Mereka nampak seperti keluarga baru yang bahagia.
Nou sama sekali tidak rewel, Kirana nampak senang dan Aiden tentu saja bangga telah berhasil membawa Kirana keluar. Aiden juga tidak nampak malu pergi dengan Kirana yang membawa anak. Kenapa mereka nampak senang sekali sih?
Entah kenapa Adinata tak begitu suka melihat mereka.
"Silahkan pesanan nya, Pak."
"Tolong bungkus."
"Tapi...."
"Saya bilang, bungkus!" Pelayanan itu langsung mengangguk takut. Dengan cepat iya membungkus steak daging milik Adinata.
Ia ambil dan bayar dengan cepat. Ia malas berlama-lama di sana. Begitu selesai, Adinata langsung pergi.
Kirana sudah pulang di antar Aiden. Adinata melihat itu dari kaca jendela. Ia melihat jam dinding sudah jam 7 malam. Termasuk lama mereka pergi. Dan Nou, sepertinya tengah tidur di gendongan Kirana.
Adinata tak jadi menutup hordeng saat melihat jemari Kirana di genggam oleh Aiden. Kedua mata Adinata melotot.
"Apa yang mereka lakukan?" Geram Adinata.
Adinata terus memperhatikan mereka. Dan semakin kesal saat kening Kirana di kecup oleh Aiden. Hati Adinata rasanya panas.
Walau ia tau, Kirana menolak ciuman itu. Namun, Aiden tetap berhasil mengecup kening Kirana. Entah apa yang mereka bicarakan setelahnya. Adinata benar-benar kecewa pada Kirana.
Ia tutup hordeng itu dan memilih menyibukkan diri dengan laptopnya. Ia kerjakan ulang kerjaan yang sudah selesai. Ia tak mau bertemu dengan Kirana dulu. Ia malas.
Terdengar suara pintu terbuka dan tertutup lalu suara Galen yang nampak menyelidik. Adinata menghela nafas. Mau tak mau ia harus keluar, ia tak mau Galen sampai memarahi Kirana karena pergi dengan Aiden.
Adinata keluar dan melihat banyak makanan di meja makan. Galen bahkan ikut makan di sana dengan lahap. Adinata melongo. Apa ini semua???
"Oh, Adinata, akhirnya kamu keluar juga dari kamar. Sini, banyak makanan. Kita makan bersama ya." Adinata tak habis pikir dengan jalan pikiran ayahnya ini. Tadi pagi marah-marah karena melihat Kirana pergi dengan Aiden sekarang apa???
Malah makan dengan lahap makanan yang dibelikan Aiden. Adinata melengos dan melirik Kirana. Sepertinya, Nou sudah ia taruh di kamar.
"Di mana, Nou?"
"Di kamar, oh, ya, Adinata...."
"Nanti saja kalau mau bicara. Aku mau melihat Nou." Adinata pergi begitu saja. Kirana diam, nampak kecewa karena ia ingin mengatakan jika Nou sudah mulai bisa berjalan satu dua langkah.
"Ada apa Kirana?" Tanya Galen.
"Tidak, Yah. Tidak ada apa-apa." Kirana kembali menemani Galen makan di ruang makan.
Adinata sama sekali tak mau bicara apalagi menatap Kirana. Kirana merasa aneh dengan sikap Adinata yang mendadak mendiamkannya. Bahkan ia tak menyentuh Nou jika Nou tengah bersama dengan Kirana. Sebenarnya ada apa? Apa Kirana buat salah?
Saat Nou tidur. Kirana mencoba mencari Adinata dan mencoba bicara dengannya. Ia akan tanya ada apa dengan Adinata, dan bila Kirana salah, ia akan langsung minta maaf saat itu juga. Ia tak suka jika dalam satu rumah ada yang mendiamkan dirinya seperti ini. Kirana tak suka.
Kirana menarik nafas dalam sebelum masuk ke dalam kamar tamu. Kamar yang sekarang di tempati oleh Adinata. Ia perlahan melihat Adinata tengah bersandar di kepala ranjang dengan mata terpejam. Sudah tidur kah?
Kirana masuk dan menutup pintu. Ia mendekat dan duduk di samping Adinata. Tepat saat Kirana menatap mata Adinata. Kedua matanya terbuka dan menatap Kirana.
"Sedang apa kamu di sini?" Tanya Adinata dingin.
"Maaf, tidak ketuk pintu dulu. Tapi, ada yang mau aku tanyakan padamu." Adinata mengembuskan nafasnya kasar.
"Apa?"
"Kenapa kamu jadi dingin begini? Apa aku buat salah?" Kirana nampak muram.
"Menurutmu?" Kirana mengangkat kepalanya dan menatap Adinata.
"Aku tidak tau apa salahku, kalau aku ada salah, tolong, beritahu aku."
"Nggak perlu, nggak ada salah juga. Jadi, nggak usah di fikirkan."
"Tapi...."
"Kembalilah ke kamar."
"Tapi, Adinata...."
"Aku bilang pergi! Atau kamu akan menyesal!"
"Menyesal kenapa? Aku tidak bisa pergi kalau kamu tidak kasih tau salahku. Aku tidak suka di dalam satu rumah ada yang saling mendiamkan seperti ini, aku mohon... Aku...hmmm..." Kirana melotot saat merasakan bibirnya di lumat oleh Adinata.
Ciuman itu berhenti. Adinata menatap tajam ke arah Kirana.
"Kamu masuk ke kamar ini di waktu yang salah Kirana." Mata tajam Adinata mulai berkabut. Jemarinya mulai membuka kemejanya dan ia menarik paksa tubuh Kirana hingga jatuh di ranjang dan langsung ia tindih dengan tubuh besar kekarnya.
Kirana hanya bisa diam. Ia tak menyangka jika Adinata akan melakukan hal ini. Otak Kirana mendadak kosong. Ia tak tau harus berbuat apa, mau teriak, malu. Tidak teriak ia akan di nodai oleh suaminya sendiri. Suami? Bukankah ini juga salah satu tugas wajib sebagai seorang istri?
Jadilah istri yang baik, Kirana....
Papa....
Kirana memejamkan matanya saat merasakan sekujur tubuhnya mulai di jamah oleh Adinata.
Ia sesekali mendesah dan mengerang saat kulit tubuhnya di kecup dan di gigit oleh Adinata. Tubuhnya seperti terbakar, panas dan nikmat menjadi satu. Ia peluk dan usap kepala Adinata yang berada di atasnya bergerak ke sana ke mari dan mengecup seluruh tubuhnya.
"Aahh...."Kirana hendak mendorong kepala Adinata. Namun, Adinata menolak dan bahkan mencengkram kedua tangan Kirana agar tak mengganggu aktifitasnya. Kirana melotot merasakan sensasi baru, geli, nikmat dan malu.
"Ahh... Sudah, ahh...." Kirana mulai tak karuan. Tubuhnya menggeliat merasakan geli dan nikmat. Hingga Adinata mengehentikan aktifitasnya. Ia menatap Kirana yang sudah tak memakai apa pun.
Adinata melepas semua pakaiannya yang melekat pada tubuhnya tak terkecuali.
Dengan terus menatap mata Kirana. Adinata menekuk kedua kaki Kirana dan ia mulai penetrasi. Kirana menggigit bibir bawahnya saat ia merasakan sesuatu yang keras hendak memaksa masuk.
Kirana tersentak dan mencakar punggung Adinata. Ia bahkan menggigit lengan Adinata karena rasa sakit yang ia rasakan. Adinata nampak tak peduli sama sekali.
,Ia seperti kesetanan dan terus berusaha mencari kenikmatan yang selama ini berusaha ia lupakan. Rasa rindu dan gairah yang tertahan selama ini ia curahkan semuanya pada Kirana.
Berkali-kali tak membuat Adinata puas. Ia lupa, jika Kirana masih perawan. Ia lupa, jika Kirana masih baru dalam hal ini. Hingga Kirana lemas tak bertenaga. Hanya bisa pasrah menerima hingga sang penguasa tubuh merasa puas.
Adinata berhenti setelah berjam-jam ia bergumul dengan Kirana. Ia terengah-engah dengan lelahnya. Rasa puas atas kenikmatan duniawi yang berhasil ia ambil dari Kirana membuatnya lelah sekaligus lega luar biasa.
Namun, setelahnya. Ia menyesal. Terlebih melihat Kirana tak berdaya di bawahnya. Adinata bangun dan merosot turun di bawah ranjang. Ia melirik Kirana yang telanjang bulat di sampingnya.
Ia menangis. Menyesali kebodohannya!