Adinata menghentikan laju mobilnya di depan rumah mewah milik Galen. Mereka turun bersamaan. Kirana menggendong Nou. Karena sedari pemakaman, Nou tak mau jauh dari Kirana.
"Selamat datang di rumahmu, Nak." Kirana menoleh pada Galen dan tersenyum canggung. Nou nampak menepuk pipi Kirana. Seakan ia juga menyambut kedatangan Kirana sebagai ibu barunya. Ibu yang telah resmi.
Kirana mengecup pipi Nou dan memeluknya. "Terima kasih, anakku." Adinata terhenti seketika mendengar Kirana menyebut Nou adalah anaknya. Ia menoleh dan melihat Kirana nampak tersenyum bahagia dalam pelukan kecil sang putri. Galen tersenyum dan memilih masuk ke dalam rumah lebih dulu.
Ia tepuk pundak sang anak. "Lekaslah mencintainya." Adinata diam dan melihat punggung sang ayah yang masuk ke dalam rumah.
Kirana semakin canggung saat ia masuk ke dalam sebuah kamar yang terdapat foto pernikahan Adinata dengan sang mantan istri. Begitu banyak foto kemesraan Adinata dan sang mantan istri. Sungguhkah ia tidur di sini bersama Adinata?
Kirana berjalan mengelilingi kamar yang bernuansa klasik. Melihat deretan foto milik Adinata yang selalu berdua dengan sang istri. Tak ada foto Nou sama sekali. Sepertinya Adinata tak pernah tidur di kamar ini lagi.
"Kau bisa istirahat jika kau lelah." Kirana langsung menoleh. Adinata meletakkan tas terakhir milik Kirana di lantai. Ia nampak lelah.
"Terima kasih." Adinata mengangguk dan menyadari bahwa kamarnya masih penuh dengan foto istrinya.
"Maaf, dengan apa yang kau lihat."
"Ah, tidak apa-apa. Ini kamarmu dan istrimu, aku sebaiknya...."
"Tidak perlu. Tidurlah di sini. Ayah akan kecewa jika kita pisah kamar. Tapi, maaf. Aku tidak bisa melepas foto-foto itu." Adinata nampak menyesal. Kirana menggigit bibir bawahnya.
"Kamu tenang saja. Aku tidak masalah kok, sungguh. Foto mu bagus di sini. Kau tampak tampan dan sangat serasi dengan istrimu. Istri mu luar biasa cantik."
"Jangan memuji kalau bikin tak enak hati." Adinata mengangkat kembali tas Kirana dan ia taruh dekat lemari.
"Rapihkan pakaian mu, masukan di lemari saja. Kosong kok." Adinata langsung melangkah pergi.
"Kak." Adinata menghentikan langkahnya. Ia menoleh. "Ya?"
"Terima kasih, sudah mengijinkan aku tidur di tempat tidur kakak."
"Panggil Adinata saja. Kita kan suami istri." Adinata melangkah keluar.
Kirana duduk di ranjang dengan perasaan bingung. Ia tau betul, jika seorang pria masih menyimpan foto wanitanya. Artinya ia belum bisa mulupakan sang wanita.
Kirana kembali menatap foto-foto itu. Ia tersenyum kecut. "Apa yang kamu harapkan, Kirana?"
Adinata membuka pintu kamarnya dan melihat Kirana tengah meringkuk di ranjang. Ia menyelimuti tubuhnya. Namun, tak bisa menutupi kesedihannya. Pastilah Kirana masih teringat sang papa yang baru saja meninggal.
Ia nampak baik-baik saja tadi. Pastilah ia menyembunyikan perasaannya agar tak membuat keluarga Adinata merasa terganggu.
Adinata mendekat secara perlahan lalu duduk di samping Kirana. Membuat isakan Kirana perlahan hilang. Adinata tau, Kirana sadar akan kehadirannya. Perlahan, Kirana membuka selimut yang menutupi tubuhnya.
"Kamu di sini?" Tanya Kirana.
"Ya, ini kamar ku, kan?" Kirana diam.
"Kenapa? Masih memikirkan papa mu?" Kirana melirik Adinata dengan ragu. Ia kemudian mengangguk dan kedua bola matanya mulai berkaca-kaca.
"Kenapa?" Adinata bingung dengan pertanyaan yang di lontarkan Kirana.
"Apa?"
"Kenapa kamu mau menikahiku? Bukankah kita tidak ada cinta? Apa kamu tidak merasa terbebani dengan adanya aku? Orang asing yang numpang tinggal di rumahnya?"
"Bicara apa, sih, kamu? Kamu kan istriku, wajarlah tinggal serumah denganku. Cinta? Apa itu nampak penting?" Kirana menatap Adinata bingung.
"Aku tidak butuh cinta dari kamu, Kirana. Aku butuh, cintamu itu hanya untuk Nou. Jadilah ibu yang baik bagi Nou. Sayangilah anakku seperti kamu menyayangi anakmu sendiri. Ia sangat rindu sosok ibu, Kirana. Ia rindu belaian seorang ibu. Jadi, fokuslah pada Nou. Lupakan aku. Maksudku, jangan terlalu memikirkan aku, atau tugas-tugas mu sebagai istri. Aku bisa mengerti kok. Pasti sulit menjalankan peran sebagai istri seutuhnya. Dan, aku tidak akan meminta apa pun dari mu."
Kirana menatap Adinata dengan wajah bertanya-tanya. Apakah yang di maksud Adinata adalah melayaninya dalam urusan ranjang?
Seketika wajah Kirana memerah. Ia sendiri tidak tau, apakah bisa melakukan hal itu dengan Adinata. Dengan pria yang tidak ia cintai atau belum ia cintai.
Adinata mengusap kepala Kirana. Membuat jantung Kirana berdegup kencang. "Tidurlah, kamu butuh istirahat. Besok, aku harus meeting pagi. Aku titip Nou padamu, ya."
Kirana mengangguk.
Ia pun merebahkan kembali tubuhnya dan tersentak saat Adinata membantu menyelimuti tubuhnya. Adinata juga mengusap rambut Kirana.
"Tidurlah dengan nyenyak. Kalau mimpi buruk, bangunkan Aku." Kirana hanya diam. Ia melihat Adinata bangun dari duduknya dan melepas kemeja dan kaos dalamnya. Bahkan celana panjang pun ia lepas dengan santainya.
Tubuh indah seorang duda beranak satu itu begitu nampak menggiurkan bagi perawan macam Kirana.
Ia lantas melirik foto mantan istri sang suami. Di mana foto itu seakan menatap hal yang sama.
Kirana langsung memejamkan mata. Merasa tak pantas melihat pemandangan yang bukan menjadi miliknya. Kirana merasakan ranjang bergerak, sepertinya Adinata sudah merebahkan tubuhnya di ranjang. Benarkah mereka tidur di ranjang yang sama?
Kenapa Kirana jadi tak tenang begini? Jantungnya terus berdegup kencang. Seperti ini rasanya tidur dengan pria yang masih asing?
Susah sekali bagi Kirana untuk memejamkan matanya. Ia benar-benar lupa dengan rasa kantuknya. Hingga akhirnya Kirana terjaga sepanjang malam.
Kirana duduk saat Adinata benar-benar dalam posisi nyenyak tidur. Ia memperhatikan wajah Adinata yang nampak jauh lebih tampan dan manis. Bulu alis yang lebat dan hitam pekat. Hidung yang mancung, bibir yang penuh, pipi yang keras, jakun yang bergerak naik turun seirama. Pundak dan d**a yang bidang. Perut yang sixpack.
Kirana menggigit bibir bawahnya. Beruntung sekali mantan istri Adinata. Oh, tidak. Adinata pun sangat beruntung karena sang mantan istri juga sangat cantik. Kirana lantas merasa minder dan malu. Siapalah Kirana ini?
Wajah tidak cantik, tubuh agak berisi. Pekerjaan hanya begitu-begitu saja. Malu rasanya jika Kirana berfikir ia beruntung mendapat Adinata. Namun, mungkin sial bagi Adinata yang mendapat istri seperti dirinya.
Setelah istri yang cantik kini penggantinya istri yang buruk rupa. Kirana memalingkan wajahnya dan mengusap air matanya. Air mata yang keluar karena malu telah menikahi pria setampan dan sesukses Adinata. Andai suatu hari ibu kandung Nou datang.
Apa yang akan ia katakan? Pastilah menghina Adinata karena menikahi perempuan yang lebih jelek dari pada dirinya.
Dan Adinata akan merasa malu. Lalu menceraikan dirinya. Cerai sebelum di sentuh. Oh... Berfikir apa kau Kirana. Siapa juga yang mau menyentuh dirimu. Perempuan menyedihkan yang sudah tak punya siapa-siapa lagi.
Kirana terus melamun hingga ia tertidur.