Kami makan dalam diam. Tak ada yang bersuara. Pak Adit juga tidak menatapku seperti tadi. Ia sibuk dengan makanan di piringnya. Mungkin karena lapar, jadi kami fokus ke makanan. Ck, kenapa situasinya jadi canggung begini? Kampretnya lagi, si Soni cungar-cengir gak jelas. Ia melirikku dan Pak Adit bergantian. "Ekhm, jadi bagaimana mengenai proposal kami, Pak?" Soni membuka percakapan setelah kami selesai makan. "Tanyakan berapa kekurangan yang kalian butuhkan ke Agus. Rinci dengan jelas. Nanti saya kirim ke rekening Sani." Pak Adit mengambil kembali proposal yang tadi kami ajukan padanya. Aku dan Soni saling menatap senang. Akhirnya, bantuan datang semudah ini. "Wah, beneran, Pak?" tanyaku meyakinkan. "Ya, benar. Kirim rincian kebutuhan kalian secepatnya." "Baik, Pak. O ya, sebelum k