Gelas kristal bergoyang lembut di tangan Lucien, cahayanya memantul di permukaan anggur merah tua seperti darah ningrat yang sudah berabad-abad disimpan dalam botol kaca. Dia melangkah ke arah Stella dengan langkah setenang ombak laut malam. "Mau coba?" Suara Lucien ringan, tapi tak bisa disangkal ada niat bermain di balik nada suaranya. Bukan main-main murahan, tapi permainan dengan batas halus dan ujian yang hanya diberikan pada mereka yang layak. Stella menoleh, perlahan. Rambut hitamnya yang berombak sempurna tertiup angin sore, dan jemarinya yang panjang, tenang, mengambil gelas dari tangan Lucien seperti menerima simbol kerajaan. Satu tegukan dan dia diam sejenak. Lalu, bibirnya yang berwarna wine itu membuka pelan. "Château Margaux. 1995." Lucien sempat terdiam. Bukan karena te

