Rengganis berdiri diam di balik pintu kamarnya, telinganya menempel tipis pada permukaan kayu. Setiap kata yang keluar dari mulut Rosalina dan Leon terasa seperti anak panah yang menghujam jantungnya. Napasnya tersengal pelan, matanya berkaca-kaca, tapi bukan karena lemah, melainkan karena kesadarannya mulai berubah. Cukup. Di bawah, suasana semakin memanas. Leon melangkah mendekat ke arah Arga, menunjuk d**a kakaknya dengan penuh tekanan. "Kalau Mas Arga masih punya hati, lepaskan Rengganis dari belenggu ini, Mas. Pernikahan toxic ini. Biarkan dia hidup tenang. Dia berhak untuk itu!" Rosalina menyela cepat, suaranya kini naik satu oktaf. "Kau pikir setelah dia bercerai, dia akan pergi? Tidak! Dia akan tetap tinggal di sini, dan itu yang aku tidak mau. Rumah ini akan jadi miliknya sep