Eps. 3 Menyelesaikan Masalah

1042 Kata
Hana seperti mendapatkan tatapan mengintimidasi saja dari dua dosen tadi. Setelah batalnya pernikahan, kini ada masalah pengembalian paket. Akankah mereka berpikir dirinya banyak skandal? Tentu tidak! "Pak Tedy, ini tidak seperti yang diucapkannya. Tolong jangan dengarkan dia yang asal bicara," jelas Hana mencoba mengurai masalah. Gavin yang mendengar itu jelas tidak terima. Dirinya tidak asal bicara seperti yang diucapkan Hana. Lantas, kenapa tidak dia manfaatkan kesempatan yang ada untuk membalik keadaan? "Mbak Hana, mohon pengertiannya. Aku hanya menjalankan tugas saja sesuai dengan prosedur. Tolong, bayar tagihannya sekarang." Gavin pasang tampang melas di depan Tedy dan lainnya, sengaja untuk menarik simpati mereka. Tedy dan rekan dosen lain kini beralih menatap Gavin yang terlihat melas. Menurut mereka Gavin kasihan posisinya berada di pihak yang dirugikan. "Miss Hana, sebaiknya bayar saja harga paket yang tidak seberapa. Bukankah bila pesan berarti artinya sanggup membayar?" Hana mendesau lalu melempar tatapan tajam pada Gavin. Pria itu sungguh licik menampilkan wajah yang dibuat-buat pada yang lain untuk membuatnya terlihat tiba. Murahan sekali triknya! Tapi sayangnya itu berhasil mengelabui dua dosen dan membuat Hana terdesak. Satu tangan Hana terkepal erat di bawah sana. Rasanya urusan semakin ribet bila ada yang ikut campur masalahnya. Seandainya saja dia tidak bertemu Gavin di sini. Masalah utama Hana bukan pada berapa nominal yang harus dia bayar, tapi pada kegunaan barang itu sendiri. Bila awalnya barang itu berguna karena dia memang akan menikah. Tapi setelah batal menikah buat apa dia menyimpan lingerie? Hana merasa perlu bicara empat mata dengan Gavin seorang tanpa adanya yang lain agar masalah tidak melebar dan membuatnya semakin gusar. Dia pun meminta Tedy membiarkan menyelesaikan masalahnya sendiri. "Aku lupa, aku ada mid test setelah ini," pekik Tedy setelah teringat akan hal penting. Dosen psikologi itu tanpa minta izin kemudian berlari meninggalkan Hana. Baginya masalah itu lebih penting daripada masalah batalnya hanya menikah. Dosen lain pun yang masih ada di sana kemudian pergi melihat Tedy yang sudah menghilang dari pandangan. Kini tinggal Hana dan Gavin berdua. Hana merasa unggul sekarang karena tak akan ada yang merecoki dirinya lagi seperti tadi. Dia kembali menatap intens pria berambut ikal sebahu itu. "Bagaimana menjelaskannya padamu, ya? Begini, aku sedang ada masalah. Tadi kamu sudah dengar sendiri. Tolong jangan buat aku semakin pusing. Aku tak akan mengingkari janji. Tunggu sampai sore hari di kantormu. Bila sampai sore aku tidak datang akan datang ke rumah. Aku akan langsung bayar cash." Hana menaruh satu tangannya pada bahu Gavin, lalu meremasnya kuat. Gavin langsung menyingkirkan tangan Hana dari bahunya. Dia tak suka disentuh oleh kliennya lalu menatap Hana tanpa berkedip. "Seseorang bisa dihargai dari perkataannya. Aku harap kamu salah satu orang yang bisa kuhargai." Hana tak menyangka kenapa susah sekali bicara dengan Gavin. Memang dirinya berniat kabur? "Aku juga berharap bicara dengan seorang pria yang penuh pengertian." Gavin terpaksa mengakhiri debat kusir ini setelah mendengar suara dering ponselnya berbunyi, entah dari siapa. Yang jelas dia segera mengangkat lalu bicara serius. Tanpa sadar dia pun berjalan pergi meninggalkan Hana. Ini merupakan kesempatan bagus bagi Hana untuk segera kabur sebelum Gavin kembali menyeretnya pada perdebatan yang tidak ada habisnya. "Selamat tinggal." Hana di jalan setengah berlari menuju ke ruang dosen. Di saat Gavin selesai bicara, dia kembali menoleh ke belakang untuk mengingatkan Hana sebelum pergi dari kampus ini. "Dia sudah pergi. Baik, aku akan menunggumu di kantor." Gavin menuju ke tempat motornya terparkir. Terlihat motornya membawa penuh paket yang kemudian dia lajukan keluar untuk mengantar paket lain. *** "Lihat itu Miss Hana, masih muda jadi pelakor. Dia dosen Kewarganegaraan tapi moral ya hancur. Bagaimana dengan mahasiswanya nanti bila dosennya saja seperti ini?" Seorang dosen menunjuk dengan tatapan sinis. "Ternyata dosen kewarganegaraan belum tentu juga bermartabat seperti pekerjaan yang dibawakannya." "Semoga saja Miss Hana tak membawa contoh buruk lagi di kampus ini." Gosip mengenai batalnya pernikahan Hana sudah menyebar dengan cepat ke seisi kampus. Semua tahu berita negatifnya. Hana yang melihat mereka menggunjingkan dirinya seperti ini secara terang-terangan di depannya hanya bisa diam. Bagaimana dia melakukan pembelaan diri, selain membiarkan saja gosip terus bergulir bebas? Hana hanya menulikan telinganya melewati dosen yang menggunjingkan dirinya saat menuju ke tempat parkir. Dia sampai menyentak langkahnya untuk memberikan mereka peringatan agar tidak terus menggunjingkan dirinya. Sayangnya tindakan itu dianggap angin lalu oleh yang lain. Beruntung Hana segera tiba di tempat parkir. "Apa mereka pikir, mereka lebih bermartabat daripada aku? Menggunjingkan keburukan seseorang dari satu sisi saja apakah itu tidak seperti melempar pedang pada seseorang untuk mati?" decih Hana sudah duduk di motor. Sebelum yang lain datang ke tempat parkir dan mungkin saja akan lebih nyaring menggunjingkan dirinya, wanita pemilik langsung berikut ini segera melaju motornya keluar dari kampus pada siang hari. Inginnya dia pulang saja ke rumah, karena masih bad mood. Tapi di tengah jalan dia tiba-tiba terlintas wajah Gavin yang membuatnya putar haluan paksa menuju ke kantor sebuah ekspedisi. Urusannya dengan pria itu belum selesai. Hana tiba di depan sebuah kantor ekspedisi. Sejenak dia berhenti menatap tulisan merah besar di papan reklame bertuliskan G & F di depan kantor. Sebelum masuk, dia mengumpulkan banyak tenaga untuk menghadapi Gavin. Terdengar suara sapuan heels yang berhenti di depan sebuah kursi yang diduduki oleh seseorang yang sibuk mengentri data. Pria dengan bekas cukuran pada bagian kumis ini menjeda sedang aktivitasnya setelah merasa ada yang mengunci pandangan padanya untuk sekian menit. "Kamu, Mbak." Gavin baru tahu bila yang datang adalah Hana. Dia sudah menunggu sejak tadi. "Ya, dimana kita bisa bicara nyaman sekarang?" Gavin langsung menegakkan badan kemudian membawa Hana duduk di ruang tamu kecil yang berada di balik ruangan entri data. Hana duduk dengan wajah dan pikiran kusut. Masalah batalnya menikah dengan Ray masih merusak mood-nya. "Jadi bagaimana penyelesaian yang kamu tawarkan?" tanya Gavin langsung. Hana kemudian mengeluarkan paket yang dia bawa dan simpan di balik punggung, membawanya ke depan Gavin lalu menaruhnya di meja. "Aku tetap tidak mau menerima paket ini." Gavin rasanya meradang bicara dengan Hana. Dia pikir wanita itu datang kemari membawa solusi damai untuk mereka, rupanya bukan solusi yang dibawa, tapi penolakan yang berujung pecahnya perdebatan. "Tidak bisa. Dari awal aku sudah jelaskan paket ini tidak bisa dikembalikan. Sistem tidak bisa menerima pembatalan." "Aku juga tak bisa membawanya kembali karena tidak akan pernah kupakai. Paket ini meninggalkan kenangan buruk, jadi bila kusimpan akan terus mengingatkanku pada masalah itu." Hana tetap tak mau mengalah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN