Pertemuan Tanpa Sengaja

1043 Kata
Untukmu Yang tidak berada dalam genggaman. Hai Geno, bagaimana kabarmu hari ini saat kau jauh di sana? Apakah kau merindukanku? Apakah kau makan teratur? Apakah kau cukup tidur? Ingat, kau memiliki toleransi yang rendah terhadap kafein, jangan suka meminum kopi setelah makan malam, atau kau akan terjaga sepanjang malam. Geno, sebenarnya ada sesuatu yang mungkin kau belum mengetahui sampai hari ini. Aku sebenarnya telah jatuh hati kepadamu sejak pertama kali kau mengirimkan pesan suara kepadaku. Suaramu sungguh hangat dan teduh, membuat siapapun yang mendengarnya pasti jatuh hati. Tapi entahlah, apakah benar kenyataannya seperti itu atau hanya hatiku yang terlalu lemah sehingga mudah untuk terjatuh kepada seseorang saat pertama mengenalnya. Geno, sebelum aku mengenalmu, aku sama sekali tidak mengenal cinta. Kehidupanku hanya sebatas belajar, belajar dan belajar. Ketika aku lulus dari sekolah menengah kejuruan sekalipun, aku tidak mencoba untuk melirik lelaki. Hidupku lebih banyak kuhabiskan di dalam kamar, merangkai kata demi kata agar menjadi sebuah karya. Bagiku, sebuah karya yang berasal dari hati akan sampai kepada hati. Sebuah karya yang berasal dari otak akan sampai kepada otak. Aku memilih berkarya menggunakan hatiku karena ingin menyentuh titik paling dalam hati orang lain. Tapi, aku membuat pengecualian dalam menyusun surat ini. Aku hanya ingin menyentuh hatiku sendiri. Jika suatu saat ada orang lain yang tersentuh dengan surat ini, aku akan merasa sangat bersyukur. Geno, apakah kau ingat pesan suara yang kau kirimkan kepadaku? Saat itu kita tengah bersenda gurau akan sesuatu. Ketika mulai saling mengenal, kita memang terbiasa mendiskusikan segala hal. Mulai dari sesuatu yang ringan, receh, hingga sesuatu yang serius. Kala itu, aku pertama kali mendengar jika kau memiliki hobi bernyanyi. Aku sangat tertarik akan hal itu karena aku juga orang yang sebenarnya memiliki minat pada tarik suara. Sayangnya aku tidak memiliki rasa percaya diri yang tinggi sehingga suaraku hanya berakhir di dalam kamar mandi. Saat itu aku juga bercerita kepadamu jika ibuku sering memarahiku karena terlalu lama berada di kamar mandi. Bahkan ada satu ketika, adikku menggedor pintu kamar mandiku karena dia tidak dapat menahan panggilan alam ketika aku sedang mandi. Aku ingat, saat itu kau berkomentar cukup panjang dan tertawa dalam kalimat obrolan yang kau tik. Setelah itu, aku iseng memintamu untuk menyanyikan sebuah lagu untukku. Awalnya kau terlihat malu-malu dan sempat menolak permintaanku, tetapi aku memaksamu hingga kau tidak dapat menolak permintaanku lagi. Masih terekam jelas dalam ingatanku, lagu pertama yang kau berikan kepadaku. Kau menyanyikan sepenggal lirik lagu dari Honne yang berjudul Location Unknown. Lagu itu kau pilih karena aku berada di kota asalku sedangkan kau berada jauh di Surabaya. Aku masih ingat penggalan lirik yang kau nyanyikan untukku. I wish I knew where I was 'Cause I don't have a clue I just need to work out some way of getting me to you 'Cause I will never find love like ours out here In a million years A million years Suaramu terdengar sangat merdu di telingaku. Seakan aku mengalami eargasm saat itu. Tidak cukup sekali, aku mendengarkan rekaman suaramu berkali-kali dan masih terbawa perasaan setiap kali mendengarnya. Aku tekankan sekali lagi, suaramu sangat sangat sangat merdu. Kerasnya hatiku yang tidak pernah membuka diri pada laki-laki seketika itu langsung meleleh. Geno, apa kau ingat dengan apa yang kau katakan setelah itu? Kau bilang jika kau malu memperdengarkan suaramu kepadaku. Tapi kau tahu apa yang aku rasakan dari kalimatmu? Kau terdengar seperti merendah untuk meroket. Aku bersungguh-sungguh, kau tidak terlihat seperti sedang benar-benar merendah. Geno, mungkin baru sekarang aku membuka ini kepadamu. Jika kau membaca surat ini, aku ingin bertanya kepadamu. Apakah wajar bagi seorang perempuan untuk jatuh hati kepada seseorang yang bahkan kita belum pernah bertemu sebelumnya? Meskipun aku tahu jika wajah yang terpampang pada media sosialmu cukup tampan, bersih dan terawat. Tapi aku masih belum mengetahui wajah aslimu, dan aku telah menjatuhkan perasaanku padamu. Kita bertukar pesan semakin sering. Dalam beberapa hari perkenalan, kita sama sekali tidak pernah kekurangan bahan untuk mengobrol. Hal itu membuatku semakin jatuh hati padamu. Dalam beberapa hari saja, aku merasa jika kita cukup cocok satu sama lain. Tapi ada satu hal yang membuatku merasa cukup berdosa sampai saat ini. Apa kau ingat hal itu? Ketika kita membahas lagi hal itu, aku selalu berkata kepadamu jika aku merasa berdosa karena telah bergosip tentang ayahmu. Benar, ayahmu, guruku di sekolah menengah kejuruan. Aku bercerita banyak hal mengenai beliau kepadamu. Aku bercerita jika sempat menaruh dendam kepada ayahmu karena beliau pernah menyuruhku berdiri di depan kelas sepanjang jam pelajaran karena lupa mengerjakan tugas. Sejak saat itu, aku benar-benar benci kepada beliau. Tapi rasa benciku berangsur memudar ketika melihat cara beliau mengajar. Aku akhirnya sadar dengan kesalahanku sendiri. Beliau adalah salah satu guru paling sabar yang ada di sekolah. Selain sabar, cara mengajar beliau juga sangat sesuai dengan karakter para siswa yang sedang dalam masa ingin tahu tentang banyak hal. Ya, ayahmu adalah guru idamanku selama bersekolah di sana. Tetapi, kau justru menceritakan kisah yang sama sekali tidak terduga. Kau berkata jika ayahmu bukanlah seorang ayah impian setiap anak. Kau merasa jika ayahmu tidak memiliki waktu untukmu. Bahkan ketika di rumah, ayahmu selalu sibuk dengan pekerjaan yang berkaitan dengan sekolah. Setiap kata yang kau tulis dalam ruang obrolan kita terasa perih ketika kubaca. Kau menulis jika kau merindukan sosok seorang ayah yang dapat bercengkrama dengan keluarganya. Ada satu hal yang benar-benar membekas dalam ingatanku, yang bahkan sampai saat ini aku masih memegang kalimat itu. Kau berkata jika mungkin ayahmu lebih peduli terhadap murid-muridnya di sekolah dibandingkan dengan anaknya sendiri. Bahkan aku sempat membaca tulisanmu dengan nada marah. Emosi yang terpendam kepada ayahmu sangat terasa di dalam setiap kata yang kau pilih. Aku ikut larut dalam emosi ketika membaca tulisanmu, Geno. Sungguh, di balik gemerlap hidupmu, kau menyimpan sebuah luka yang sangat dalam di dasar hatimu. Geno, apakah aku bodoh? Atau aku terlampau polos? Saat mengenalmu aku merasa telah bertemu dengan seorang pangeran berkuda putih yang kelak akan menyelamatkanku dari penjara kota kecil di ujung barat Jawa Timur ini. Aku berharap banyak padamu, Geno. Tapi kenapa? Kenapa justru kau harus menjadi alasanku terjatuh ke dalam palung terdalam di dalam pikiranku? Geno, apa kau tahu? Sangat sulit untuk bangkit dari keadaan seperti ini. Geno, apakah saat itu aku benar-benar jatuh hati kepadamu, atau sebenarnya aku hanya sekadar bersimpati kepadamu? Sampai jumpa di surat selanjutnya Kau yang tidak berada dalam genggaman.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN