Part 26

1170 Kata
Keesokan harinya Caliana masih dibuat kesal karena pernyataan Carina mengenai menjadi mama Syaquilla. Alhasil, hal itu membuatnya mendelik setiap kali ia melihat Adskhan. Gita yang tampaknya melihat perbedaan aura dari sahabatnya itu bahkan tak ingin bertanya karena takut kena cipratan amarahnya. Ya, Caliana memang semenakutkan itu kalau sedang marah. Sementara Carina, saat ia mengatakan yang sebenarnya pada sahabatnya, ia benar-benar merasa kasihan karena ekpresi wajah sahabatnya itu langsung berubah sedih. Carina dan Syaquilla sedang duduk di ruang tengah kediaman Syaquilla saat mereka mendengar pintu depan dibuka dan muncullah sepasang lanjut usia mengucap salam. “Granny! Baba!” Syaquilla seketika menegak dan berlari menyongsong kedatangan kakek dan neneknya. Ia memeluk kedua paruh baya itu dengan sangat antusias. Menghilangkan rindu karen sudah berhari-hari tidak bertemu. “Kenapa pulang lebih awal?” tanyanya heran. Pasalnya, belum dua minggu waktu yang mereka lalui. Tapi kakek neneknya sudah kembali. “Baba sudah tidak tahan disana karena kangen sama kamu.” Ucap Tuan Ahmed seraya memeluk erat cucunya. “Kamu gak mau meluk Baba juga?” tanya Tuan Ahmed pada Carina. Dengan malu-malu Carina mendekat dan memeluk pria lanjut usia itu dengan erat. Baginya, Nyonya Helena dan juga Tuan Ahmed sudah seperti kakek dan neneknya sendiri. terlebih Carina tidak pernah mengenal siapa kakeknya dan hubungannya dengan sang nenek yang tidak terlalu baik membuatnya menyukai Nyonya Helena lebih lagi. “Kamu gak nakal kan, selama Granny tinggal?” pertanyaan itu muncul dari Nyonya Helena. Syaquilla menggeleng keras. “Gak ngerepotin Itan juga?” lagi-lagi Syaquilla menggeleng. “Granny tanya aja sama Carin.” Tunjuknya pada sahabatnya. Carina hanya mengangguk menyetujui. “Syukurlah kalo begitu.” Ucap Nyonya Helena lagi. “Granny sama Baba mau minum apa? Biar Qilla buatin.” “Mau es teh lemon yang dingin. Banyakin es nya.” Seruan dari arah pintu membuat kedua remaja itu menoleh dan terbelalak. Satu karena terkejut, satu karena antusias. “Uncle?!” pekik Syaquilla yang kemudian berlari dan meninggalkan kakek dan neneknya untuk menghamburkan dirinya pada pamannya. “Uncle ikut juga?” tanyanya tak percaya. Pria bertubuh tinggi langsing dengan wajah dipenuhi bulu itu mengangguk. “Terpaksa.” Jawabnya datar, yang kemudian dibalas sebuah tendangan di tulang keringnya. “Allah Allah!” pekik pria itu dengan lantang. “Dasar sepupu tak tahu diri.” Geramnya pada pria yang berjalan melewatinya dengan menenteng koper besar di tangannya. "Kamu yang gak tahu diri, Erhan!” jawab Lucas datar. “Kamu gak kangen uncle?” tanyanya pada Syaquilla dan kemudian merentangkan tangannya supaya Syaquilla memeluknya. Syaquilla meninggalkan Erhan dan kemudian memeluk Lucas erat. “Kangen.” Jawab Syaquilla manja. “Hei, little Ana, kenapa melamun?” Lucas melirik Carina yang ternyata masih terdiam di tempatnya. “Carin?” Syaquilla melambaikan tangannya di depan wajah Carina karena sahabatnya itu masih memandangi Erhan dengan tatapan terpana. “Eh, iya?” Carina menoleh memandang Syaquilla. “Dia paman kamu, Erhan-Erhan itu?” tanyanya dengan berbisik. Syaquilla menjawab dengan anggukkan. “Ganteng juga ternyata.” Pujinya tulus. Tapi lantas kemudian dia memandang Lucas dan mengulurkan tangan untuk mencium punggung tangan pria itu. “Ada kabar baru?” tanyanya pada Syaquilla dan juga Carina. Mendengar pertanyaan itu, Carina dan Caliana saling pandang. “Kabar baru apa?” Syaquilla balik bertanya bingung. Lucas hanya tersenyum dan mengedikkan bahu. “Tak apa, nanti Uncle tanyain langsung sama Papa kamu.” Jawab Lucas ambigu. “Aunty,” Lucas memandang Nyonya Helena dan Tuan Ahmed yang sudah duduk santai di sofa dengan masing-masing secangkir minuman di tangannya. “Semua koper udah disini, ya. Lucas pulang dulu.” Setelah mendapat anggukan dari kedua paruh baya itu Lucas melangkah kembali menuju pintu, namun Erhan menahannya. “Kau mau pergi kemana, Sepupu?” tanyanya ingin tahu. "Ke apartemenku, memangnya kemana lagi?" Jawabnya ketus. "Jangan harap aku mengajakmu. Kamar apartemenku hanya satu. Kau disini saja. Banyak kamar kosong disini." Erhan memandang sepupunya itu dengan sinis. "Jadi ini sikap baikmu pada orang yang sudah rela datang jauh-jauh dari Turki untuk membantu?" Erhan kembali berdecak. Lucas hanya mengangkat bahu tak acuh. "Katakan itu pada Adskhan. Dia yang memerintahkanku untuk membawamu kemari. Bukan aku! Jadi kau seharusnya minta tunjangan pada Adskhan. " Lucas memukul tangan Erhan, membuat pria itu mengibaskan tangannya karena sakit. "Erhan, sudah disini saja.” Nyonya Henela menengahi. “Lucas benar, disini ada banyak kamar kosong." Lanjutnya. “Lagipula disini akan ada lebih banyak makanan yang cocok di lidahmu. Sementara di apartemen Lucas belum tentu ada makanan.” Lanjutnya. Bukan karena mengejek, tapi karena Nyonya Helena tahu bagaimana karakter keponakan termudanya itu. Meskipun mencebik pada Lucas, tapi pria paling muda dalam keluarga Levent itu mengangguk saja. Ia turut duduk di sofa dan meminum minuman yang disuguhkan. Sementara itu sang keponakan dan sahabatnya tampak asyik sendiri membongkar koper yang kata neneknya berisi oleh-oleh. "Granny, oleh-oleh sebanyak ini mau dibagiin sama siapa aja?" Tanyanya seraya mengangkat kaftan berwarna hitam dengan taburan payet indah. "Semuanya. Terutama keluarganya Carina. Karena udah ditepotin selama Granny gak ada. Nenek Carin udah pulang?" tanya Nyonya Helena pada Carina. Carina menggelengkan kepala. "Oma bilang mau mampir dulu ke rumah paman Carin yang tinggal di Surabaya. Jadi liburannya diperpanjang.” Nyonya Helena hanya mengangguk saja. “Granny, hadiah buat Qilla mana?" sela Syaquilla. Nyonya Helena memandang cucunya bingung. "Kamu mau oleh-oleh juga?" Tanya Nyonya Helena. Syaquilla mengangguk antusias. Nyonya Helena membuka salah satu kopernya. Mengeluarkan tiga kotak berukuran sama. Satu ia serahkan pada Syaquilla sementara satunya lagi ia berikan pada Carina. Keduanya terbelalak melihat gelang emas dengan hiasan berbentuk oval di tengahnya. Dan rantai diamond mengapit kedua sisi oval tersebut. "Ini batu safir." Nyonya Helena. "Orang-orang percaya kalau batu safir itu melambangkan ketulusan. Granny beli masing-masing satu untuk kalian supaya kalian bisa bersahabat selamanya." Ucap Nyonya Helena. Mata Syaquilla dan Carina berkaca-kaca seketika. Lantas dengan cepat Carina dan Syaquilla memeluk wanita paruh baya itu dengan erat. “Ahhh, Granny… so sweeeet..” ucapnya dengan manja. Nyonya Helena hanya terkekeh mendengarnya. “Terus ini?” Syaquilla menunjuk satu kotak yang masih ada dalam genggaman neneknya. Gelang yang sama dengan motif yang sama namun bagian ovalnya tak berwarna biru seperti miliknya. Tapi berwarna merah menyala. "Ini batu Ruby. Ruby itu melambangkan cinta. Granny harap, siapapun yang menggunakannya bisa mendapatkan cinta sejatinya." Ia menatap kedua remaja itu bergantian. Seolah tahu maksud ucapan wanita itu, keduanya kembali memeluk Nyonya Helena bersamaan. "Jadi, kamu mau dikasih sama sama siapa?" "Ah, Granny kepo.” Jawab Carina seenaknya. Nyonya Helena tertawa. “Ya masa Granny gak di kasih tahu.” Jawab Nyonya Helena lagi. “Granny mau tahu, atau mau tahu banget?” tantang Syaquilla. "Alah, lebay." Sahut suara pria. Erhan yang sejak tadi terlupakan keberadaannya kini memandang keponakannya yang dibalas cebikan Syaquilla. "Aunty, aku tidur dulu. Capek." Namun sebelum menjauh,Erhan menyempatkan diri untuk mengacak rambut Syaquilla yang membuat remaja itu mencebik kesal. “Granny juga mau istirahat dulu. Kalian pilih-pilih aja mana yang mau kalian hadiahkan sama siapa.” Ucapnya yang dijawab dengan anggukan oleh keduanya. Seperginya para orangtua. Carina beringsut mendekati Syaquilla. Melupakan antusiasmenya untuk membongkar oleh-oleh yang dibawa nenek sahabatnya itu. “Jadi, Uncle Erhan itu single?” tanyanya pada Syaquilla. Syaquilla memandang sahabatnya dengan dahi berkerut dalam. Namun Carina balas memandangnya dengan sebuah senyuman licik.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN