PRANG! PRANG! BRAK! Wulan hanya bisa menunduk, kedua tangannya gemetar sambil menutupi telinga. Tubuhnya yang rapuh terduduk di kursi roda, seolah tak mampu menahan gempuran emosi yang dilontarkan oleh Ardan. “Berani-beraninya kamu, Wulan!” suara Ardan menggema di seluruh ruangan, nadanya tajam dan penuh amarah. Ia membanting satu lagi piring ke lantai, serpihannya memantul ke segala arah. “Selama ini aku percaya sama kamu! Aku bahkan bela kamu mati-matian dan malah menyalahkan orang yang nggak bersalah. Ternyata, semua memang fitnah yang kamu buat sendiri!" Wulan mendongak perlahan, wajahnya basah oleh air mata. “Mas, aku cuma...” “Cuma apa?! Hah?!” Ardan memotong dengan suara lantang, matanya menyala penuh amarah. "Kamu sudah menghancurkan hidup banyak orang, Wulan! Luna, yang seha