“Dengan harapan, dengan mimpi, juga cita-cita, aku sudah sangat lama menginginkan tempat seperti ini untuk bekerja, Rin. Semua ini aku pikirkan sejak aku masih duduk di bangku kuliah. Mungkin juga semua ini tercapai juga bagian dari hikmah atas pernikahanku dengan Nuril, setiap tujuan memiliki imbal balik, setiap keinginan dan cita-cita,” ujarnya sambil mendekap Rini ke dalam pelukannya. Rini menganggukkan kepalanya, dia mengerti apa yang dimaksud Fajar barusan. “Aku hanya tidak pernah bermimpi akan bertemu dengan Pak Fajar, sama sekali tidak pernah,” Fajar tersenyum lembut, dia melepaskan pelukannya sebentar lalu menatap kedua mata Rini sambil menyentuh kedua pipinya. “Mungkin kamu pernah berharap menemukan seseorang sepertiku?” tanyanya pada Rini. Rini agak kaget dengan pertanya

