“Apa kata Mami, Pak?” tanya Rini penasaran. “Nuril setuju, aku boleh menikahimu,” jawab Fajar. Rini manggut-manggut sambil mengambil gelas untuk meneguk minumannya. “Tapi sepertinya sekarang akan lebih sulit,” lanjut Fajar seraya menyangga dagunya sambil menatap wajah Rini di sebelahnya. “Sulit?” Rini mengernyitkan keningnya. “Karena kamu tunangan sutradara, bukan lagi janda yang aku kenal kemarin-kemarin,” gerutu Fajar dengan suara pelan. Mau tidak mau Rini tertawa mendengar Fajar mengeluh tentang itu. Setelah bercakap-cakap cukup lama mereka pun memutuskan untuk pulang ke rumah. “Kamu tunggu di sini, aku akan membayar tagihan dulu,” pesan Fajar pada Rini. Rini menganggukkan kepala dan menunggu. Tak lama kemudian Fajar kembali dengan senyum cerah di bibir tipisnya. Dari sana

