Kirana menutup mata, merasakan pertempuran dalam dirinya sendiri. Kemarahan mulai mereda, digantikan oleh kelegaan yang pahit—lega karena Bramasta masih menginginkannya, masih mencintainya, meski dengan cara yang salah. "Tapi aku tidak bisa terus seperti ini, Pak Bram," bisiknya, membuka mata dan menatapnya. "Aku tidak bisa hanya menjadi rahasiamu. Pikirkan bagaimana perasaan Sheila jika tahu papiny apunya simpanan" Bramasta mengangguk, wajahnya serius. "Aku tahu. Beri aku waktu. Aku akan menyelesaikan semuanya—dengan Ambar, dengan keluarganya ataupun keluargaku." Dia mengucapkannya dengan keyakinan yang membuat Kirana hampir percaya. Hampir. Dengan hati yang masih terluka namun mulai tenang, Kirana membiarkan dirinya bersandar pada Bramasta. Masih ada keraguan, masih ada luka, tapi un

