Wanita itu keluar kamar setelah Melati kembali berbaring usai menghabiskan roti bakar dan setengah gelas teh panas. Melati memejam, kepalanya sudah terasa mendingan. Terkadang sakit bukan karena penyakit, tapi karena beban pikiran. Setelah berbincang dengan sang budhe, d**a Melati terasa longgar. Panggilan masuk di ponselnya membuat Melati kembali membuka mata. Saga yang telepon. Melati ragu antara menerima atau tidak. Melati tidak ingin lebih membenani sahabatnya. Disamping itu, sejauh ini Saga sudah banyak membantunya. Pada panggilan kedua, Melati menerimanya. "Halo, Ga." "Kamu kenapa, Mel? Kudengar suaramu serak gitu. Kamu sakit?" "Agak meriang. Tapi udah mendingan ini." "Kamu sudah periksa?" "Belum." "Kenapa belum? Biar aku telepon Ana untuk mengantarmu periksa ke dokter. Na