“Boleh, aku minta waktunya, Mas?” ucap Sintya makin hati-hati. Levian yang awalnya menunduk berangsur menatap Sintya. Dengan tegas ia menggeleng. “Saya tidak akan pernah ada waktu, jika itu untukmu. Satu lagi, jangan pernah memanggilku dengan sebutan Mas. Tidak ada yang boleh menggunakan panggilan itu, selain istriku!” Hati Sintya bergetar mendengar itu, seiring senyum kecil yang merekah di wajahnya. “Berarti ... aku harus jadi istri ... istrinya ... dulu?” Apa yang baru saja Sintya katakan, sekaligus tanyakan kepada Levian, sukses mengejutkan semuanya. Jantung orang tua Dini seolah rontok detik itu juga. Malahan, Arina yang sudah sempat menduga saja, tak sengaja menjatuhkan sendok yang awalnya akan ia berikan kepada pak Badarudin untuk mengaduk teh manisnya. “Bisa-bisanya rubah betina