Sekar nampak terlambat ikut sarapan karena ia merasa malu dan canggung sendiri setelah bermimpi hal gila semalam. Saat ia melihat Hamdan tengah duduk dengan Rahma di meja makan ia semakin tak berani untuk mendekat. Ia merasa bersalah pada Rahma bila mengingat mimpi itu. Walau itu hanya mimpi tapi bagi Sekar itu sangat terasa nyata dan tetap saja membuatnya merasa bersalah pada Rahma.
Sepertinya ia terbawa suasana di rumah sakit tentang Hamdan yang ingin mencoba membuka hati untuknya dan tanpa tau malu Sekar justru bermimpi yang tidak-tidak dengan Hamdan. Benar-benar otak m***m.
“Sekar, kenapa diam saja di sana?” Sekar tersentak saat Hamdan mendekat dan menyadarkan dirinya dari lamunan. Sekar tersenyum kikuk dan berusaha untuk bersikap biasa. Hamdan menjulurkan tangannya membuat Sekar bingung.
“Pegang,” ujar Hamdan. Sekar pun menolak sembari melirik Rahma yang masih asik dengan sarapannya.
“Kenapa?” tanya Hamdan bingung. Sekar menggeleng. Karena gemas Hamdan langsung menarik lengan Sekar dan menuntunya ke ruang makan. Dengan cueknya Hamdan menarik kursi untuk Sekar tepat di samping Rahma. Rahma menoleh dan menyapa Sekar seperti biasanya.
“Tumben telat bangun?” tanya Rahma setelah meneguk air minumnya.
“Hm … sulit tidur saja semalam,” jawab Sekar.
“Apa kaki mu sakit lagi?” tanya Hamdan. Sekar melirik Hamdan dan menggeleng.
“Baguslah kalau begitu, yang penting kamu rajin minum obatmu ya.” Sekar mengangguk. Rahma mengusap punggung Sekar hingga Sekar menoleh.
“Kenapa?” tanya Sekar.
“Tidak apa-apa hanya ingin mengusap punggungmu saja.” Rahma nyengir.
***
Hamdan menjulurkan tangannya untuk Sekar cium karena Hamdan hendak pergi ke kantor. Rahma menahan tawanya saat Sekar malah bengong.
“Nggak mau cium tangan suami yang mau berangkat kerja nih?” tanya Hamdan. Sekar langsung tersadar dan mencium tangan Hamdan. Hamdan mengusap kepala Sekar dan menariknya lalu ia kecup ubun-ubunnya membuat Sekar tersentak dan mematung. Rahma pun mendapatkan perilaku yang sama dengan Sekar dan melambaikan tangannya saat Hamdan memasuki mobil.
Begitu Hamdan pergi dari hadapan mereka, Sekar langsung menunduk malu dan hendak pergi dari samping Rahma namun, Rahma lebih dulu menahan lengan Sekar membuat Sekar merasa bersalah.
“Kenapa?” tanya Rahma lembut.
“Kok, kamu bisa nanya kenapa?” tanya Sekar balik. Rahma mengerutkan keningnya.
“Loh, memang kenapa kalau aku bertanya?” Rahma semakin bingung.
“Kamu kan barusan lihat, Mas Hamdan cium kepalaku, apa kamu nggak marah gitu sama aku?” Rahma terdiam seakan ingin mencerna kata-kata Sekar lalu detik berikutnya Rahma malah tergelak sambil mengusap perut buncitnya.
“Rahma ….”
“Ya, enggaklah. Kenapa aku harus marah, kamu kan istri Mas Hamdan juga, gimana sih.”
“Astaga, Rahma! Walau aku istri Mas Hamdan juga, memang kamu nggak ada rasa cemburua apa?” Sekar benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini.
“Sekar, kalau aku pencemburu seperti yang kamu bilang, ngapain aku maksa suami ku menikah sama kamu, kan masih banyak cara buat nolong kamu. Tapi, karena aku tahu kamu dan Mas Hamdan adalah orang yang baik, itulah kenapa aku rela di madu. Karena aku tahu kalian tidak akan membuat aku kecewa pada akhirnya. Melihat kalian yang tinggal seatap tapi tidak pernah saling bertegur sapa, tidak pernah merasakan apa pun dan melakukan apa yang seharusnya suami istri lakukan, hanya karena ingin menjaga perasaanku. Bukankah itu luar biasa? Aku merasa sangat di cintai dan di sayangi oleh kalian.”
“Untuk itu, aku ikhlas membagi suamiku padamu, Sekar. Terima cinta suamiku, teguklah bahagiamu, kamu mau kan?” Sekar terdiam. Apakah Mas Hamdan sudah menceritakan tentang niatnya untuk mencintai Sekar pada Rahma?
“Rahma, apa Mas Hamdan sudah mengutarakannya pada mu?”
“Sudah.”
“Lalu???”
“Lalu apa? Aku ya pasti setujulah, itukan memang hak dan kewajiban kalian sebagai suami istri. Kalian aja yang bodoh menunda-nunda itu hanya khawatir padaku. Kalian tuh lucu tahu nggak.”
“Kok kamu bisa sih setenang itu?”
“Aku tenang karena aku percaya pada kalian.” Rahma tersenyum manis dan mengusap pundak Sekar.
“Aku jadwal ke salon hari ini, kamu mau ikut?”
“Tidak, terima kasih.”
“Sekali-kali kamu harus tampil cantik di depan suami, jangan kusam begitu wajahnya. Ikut ya, aku buat kamu jadi cantik malam ini dan kita akan beli gaun malam untukmu.”
“Gaun malam?”
“Iya.”
“Memamg akan ada pesta?” Rahma melongo lalu tergelak.
“Bukan untuk pesta Sekar sayang. Gaun malam yang aku maksud adalah Lingerie seksi,” bisik Rahma yang membuat Sekar melotot tak percaya.
“Rahma!” sentak Sekar yang sadar dengan ucapan Rahma. Rahma tergelak mendapati Sekar agak lola dalam berfikir.
****
Rahma benar-benar menyeret Sekar ke salon langganannya. Sekar nampak bingung di dalam salon karena semua nampak sibuk mengurus para pelanggan salon yang cantik-cantik dan modis. Sekar nampak malu berada di sana dengan tampilan yang sangat kampungan. Karena ia memang tidak pernah mengubah penampilannya.
Rahma nampak berbincang dengan pemilik salon dan sejenak melupakan Sekar. Karena memang kondisi salon sedang ramai jadi Rahma berbincang sejenak dengan pemilik salon yang sudah sangat dekat dengannya.
Sekar yang tak tahu harus apa pun memilih untuk duduk di sofa. Dengan susah payah berjalan ke arah sofa, sialnya saat ia sudah sampai seorang wanita lebih dulu menduduki sofa itu dan menatap tak suka pada Sekar. Terlebih ia melihat kaki Sekar yang nampak kecil sebelah terlihat dari pergelangan kakinya.
Akhirnya Sekar pun hanya mampu berdiri di sana beberapa saat. Kakinya mulai sakit dan kram tapi, Sekar tak juga mendapat tempat duduk dan Rahma masih asik mengobrol.
Akhirnya karena ia tak sanggup menahan rasa sakit di kakinya Sekar memilih untuk duduk di lantai dan itu membuat pengunjung yang duduk di sofa merasa tak nyaman.
“Hey, bisa tolong usir wanita ini, ia seperti gembel. Aku tidak suka melihatnya!” seru wanita yang duduk di sofa membuat semua orang menoleh ke arahnya. Pegawai salon pun langsung menghampiri mereka. Membuat Sekar bingung.
“Nona, bisa tolong keluar dari salon kami, kami minta maaf karena nona sepertinya menganggu kenyamanan di salon kami,” ujarnya masih dengan kesopanan.
“Tapi, aku ….”
“Hei, udah sana pergi, kenapa harus membantah segala sih, lagi pula kamu mana sanggup bayar salon di sini. Kalau sudah buruk rupa ya terima saja!”
“Siapa yang buruk rupa?” wanita itu menoleh dan langsung diam saat tahu Rahma ada di belakangnya. Rahma memang sudah cukup terkenal di kalangan elit. Siapa yang tidak kenal dengan istri dari pengusaha sukses Hamdan Umar Ali?
Rahma bahkan terkenal dengan kecantikkan dan kedermawanannya. Itulah kenapa pemilik salon sangat menghormati Rahma di sini. Karena suatu kehormatan seorang istri milyarder mau masuk ke salonnya. Karena biasanya wanita kaya akan menyewa salon profesional untuk datang ke rumahnya.
“Ra-Rahma ….”
“Aku tanya siapa yang kamu sebut buruk rupa?” Rahma masih berusaha bertanya dengan intonasi stabil. Namun semua orang tahu bahwa Rahma sedang kesal. Sekar hanya diam karena ia sendiri bingung harus apa.
“Hm … itu, wanita ini mendadak duduk di lantai tentu saja aku kaget karena aku kira wanita itu adalah gembel.”
“Sekar maksudmu?” Intonasi Rahma makin tinggi. Semua orang mulai panik hingga pemilik salon ikut turun tangan.
“Ada apa ini?” tanyanya.
“Bu Ine, saya kan Cuma merasa tidak nyaman dengan kehadiran wanita cacat ini, apa aku salah?” mendengar kalimat cacat Rahma benar-benar murka. Ia marah besar karena sahabatnya di hina di depan matanya.
Plak!!
Semua orang tersentak. Rahma yang terkenal sangat ramah dan sabar tengah menampar pipi seorang pengunjung salon. Wanita itu meringis kesakitan sembari memegangi pipinya.
“Kurang ajar! b*****t! Aku tahu kamu suami orang kaya tapi, perlakuanmu tidak mencerminkan statusmu!!” bentak wanita itu.
“Oh ya? Lalu kamu yang berstatus lebih rendah boleh menghina sahabatku, hah!!!” semua orang tersentak karena Sekar adalah sahabat dari sang konglomerat.
“Rahma, sudah ….”
“Bu Ine, aku tidak mau lagi melihat wajah wanita ini ada di salon di saat aku ada di sini. Jika aku masih melihat wanita ini lagi, maaf, aku tidak bisa lagi menggunakan jasa salon ibu dan kerja sama kita batal!!”
“Baik-baik nyonya Rahma, saya akan turuti, tapi, kerja sama kita jangan sampai batal ya, saya mohon.”
“Baiklah, tapi saya mau usir wanita ini dulu.”
“Dasar sombong!!!” teriak wanita itu.
“Kamu yang ….” Rahma berhenti teriak saat Sekar menggenggam jemari Rahma.
“Kita pulang,” ajak Sekar. Rahma pun menarik nafas dan mengangguk. Semua orang kembali di buat bengong karena Rahma yang memiliki kedudukan tinggi di salon itu menuruti ucapan seorang wanita jelek yang bahkan jalannya saja terseok-seok. Mereka semua merasa heran dan juga penasaran dengan sosok bernama Sekar.