Rose harus berpikir kembali. Kenapa ia bisa pasrah terdampar di negara asing ini di minggu kedua setelah pertemuannya dengan lelaki itu. Bermula pada keberengsekan Jovan yang tanpa izin menyeret tubuhnya untuk terbang ke langit Singapura. Dan kini Rose terjebak pada situasi dimana ia harus menjadi putri manis yang penurut.
Mereka kembali dipertemukan di sebuah area butik ternama, Jovan yang melakukannya. Pria itu bahkan menjadi patung setia di dekat Rose mencoba menghindari suatu hal yang mungkin bisa membuat wanita itu nekat membatalkan pernikahannya. Seperti terjun ke dasar jurang. Atau merobek gaun pengantin mewahnya di saat hari pernikahan tinggal menghitung hari.
Dan Rose tidak bisa melawan selain menuruti kemauan pak tua dan Jovan si kaki tangan Ayahnya yang sialan itu.
Rose kembali menghela napas. Pandangannya tertuju di depan cermin yang memperlihatkan seluruh tubuhnya. Sangat sempurna. Gaun pengantin ini sangat pas membalut tubuh rampingnya. Menjuntai panjang, dengan aksen mewah di setiap pahatannya.
"Anda sangat cantik sekali, Nona."
Rose hanya bisa memberikan senyuman kecil saat salah satu pegawai memuji keindahan tubuhnya. Kemudian ia berbalik. Dan sedikit melirik ke arah para pegawai yang membantunya memakai gaun pengantin ini. Mereka terlihat berjalan menjauh. Lalu tirai di depannya terbuka perlahan. Memperlihatkan wajah tanpa ekspresi Alex yang sedang duduk di atas sofa.
Tatapan keduanya bertemu. Dan Rose mencoba mengamati ekspresi wajah yang Alex perlihatkan. Rose kira, Alex akan melihatnya penuh pemujaan seperti yang banyak tertampung di wajah lelaki lainnya. Tapi Alex terlihat berbeda. Tidak sedikit pun ia memandangnya dengan rasa kagum. Sebaliknya laki-laki itu terlihat tidak terlalu peduli. Seperti Rose tidak terlihat cantik sedikit pun dengan gaun pengantinnya.
"Apa aku cantik dengan gaunku?"
Lalu ketika tidak tahan dengan rasa penasarannya. Rose memilih untuk menanyakan sendiri ketika mereka sudah berada di dalam satu mobil yang sama.
"Ya," jawab Alex singkat tanpa tersirat makna apa pun di dalam ucapannya.
Rose memutar bola matanya kesal. Ia seperti berbicara dengan tembok. Kenapa makhluk kaku ini datar sekali.
"Kenapa menerima perjodohan ini? Kau terlihat tidak menyukaiku."
Adalah pertanyaan yang sudah lama tertampung di dalam mulutnya untuk dimuntahkan. Tentang mengapa laki-laki ini seolah pasrah mengatakan ya untuk menerima perjodohan ini sedangkan hatinya mengatakan tidak.
"Aku tidak punya pilihan."
Jawaban Alex membuat dahi Rose berkerut.
"Jika kau tidak suka. Seharusnya kau menolaknya."
"Sepertinya kau terlalu cerewet untuk jadi seorang perempuan."
Rose terdiam ketika kata-kata tajam itu meluncur jatuh dari mulut Alex. Oh, berani sekali laki-laki ini. Rose seolah tidak mempunyai harga diri sedikit pun di matanya. Sudah cukup. Jangan biarkan lelaki ini besar kepala. Dia juga bahkan bukan level seorang Rose.
"Perlu kau tau. Kau itu bukan typeku. Aku juga menerima pernikahan ini dengan terpaksa. Jangan terlalu percaya diri dengan berpikir bahwa aku juga menginginkannya," ucap Rose penuh nada penekanan di setiap bait per baitnya.
Alex malah membalasnya dengan menarik sudut bibirnya. Senyuman mengejek itu membuat Rose kesal di atas rasa sombongnya.
"Bagus. Karena aku pun berpikir sama. Kecantikanmu sama sekali tidak membuatku tertarik. Karena aku sudah mempunyai kecantikan yang lain."
Oh bagus. Sekarang calon suaminya sedang mengatakan bahwa ia mempunyai peliharaan lain di luar sana.
Mengobrol dengan Alex terlalu mengesalkan. Jadi ia mengunci mulut untuk sekarang. Tidak berniat lagi mengajukan pertanyaan-pertanyaan t***l yang dijawab lelaki ini tak kalah tololnya.
Terserahlah! Toh Rose tidak peduli berapa banyak wanita yang sedang Alex kencani. Setidaknya dengan pernikahan tanpa cinta ini bisa membuat Rose bebas untuk menjalani kehidupan seperti biasanya.
***
Pernikahan itu pun terjadi. Senyuman bahagia mereka di atas altar hanya sekedar untuk basa-basi. Ciuman pertama pernikahan pun di pilih Alex hanya di pipi. Mungkin karena laki-laki itu tidak terlalu tertarik dengan bibir seksinya.
Rose juga mempertanyakan. Kurang cantik apa lagi seorang Rose. Dia primadona di mana pun. Tidak ada laki-laki yang tidak terjatuh di atas kakinya. Mereka semua menyukai Rose.
Namun ketika melihat Alex di malam pernikahan yang tertidur membelakangi tubuhnya membuat Rose tersadar. Bahwa ada pengecualian. Alex adalah satu-satunya lelaki yang tidak terjatuh sedikit pun ke dalam pesonanya.
Dan mungkin di saat itu. Rose bertekad. Sejauh mana lelaki itu akan bertahan di atas sifat acuhnya. Ketika di samping ranjangnya sudah tersedia wanita dengan kecantikan tiada tara yang melekat di wajahnya.
Rose beropini. mungkin Alex bisa menampik kecantikannya. Tetapi ia tidak akan kuat untuk menampik nafsu birahinya.
Sesekali Rose harus memberi pelajaran untuk si laki-laki terkaku di dunia ini. Dengan melambungkannya setinggi langit kemudian menghempaskannya ke perut bumi.
Ya, itu rencana yang bagus.
***
Cahaya mentari pagi berhasil mengetuk kelopak mata Alex. Mengerjapkan mata, mencoba membiasakan diri terhadap panasnya cahaya matahari.
Alex kemudian melirik ke arah samping tubuhnya dan refleks terkejut. Wajah tidur Rose sudah tersedia dekat sekali dengan wajahnya. Dan tubuh wanita itu tanpa tak tahu malu sudah setengah menindih tubuhnya dengan sebelah kaki terangkat tepat berada di atas selangkangannya.
Alex segera menyingkirkan tubuh Rose dengan cara mendorongnya secara kasar. Dan itu membuat tidur Rose terganggu. Membuka mata sambil menyipitkan kedua matanya, menatap Alex bingung. Napas laki-laki itu terlihat memburu, dan mulai ada bintik-bintik keringat di pelipisnya.
Sontak Rose mulai terbangun dari berbaringnya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Rose cukup khawatir ketika mulai melihat getar perbedaan di tubuh Alex, tidak luput mata Alex pun menatapnya penuh amarah.
Oh, Tuhan. Kenapa laki-laki itu marah?
"Alex-"
"Jangan menyentuhku!"
Tangan lentik Rose terhempas kasar ketika Alex menepisnya. Laki-laki itu mulai turun dari ranjang. Dan segera masuk dengan langkah lebar ke dalam kamar mandi.
Rose hanya bisa terdiam di atas ranjang dengan kerutan bingung di bagian dahi.
"Sebenarnya ada apa dengan lelaki itu?"
***
Rose sedang berkutat di depan kompor yang sedang menyala. Sebenarnya dia jenis wanita yang sangat membenci dapur. Namun ia mencoba untuk berbaik hati. Mungkin laki-laki itu sedang sensitif atau apa pun lah itu sejenisnya. Sehingga Rose mencoba untuk membuat bubur yang entah mengapa malah terlihat seperti muntahan manusia dari pada seonggok bubur.
Tetapi Rose tidak peduli. Setidaknya Alex harus mengapresiasinya karena sudah mau memasakkan sesuatu untuknya, dengan cara memakan bubur ini sampai habis walaupun rasanya seperti makanan sampah.
Rose segera membawa panci kecil itu di atas meja makan setelah kompor sudah dimatikan dengan aman. Kenapa Rose memilih masakan bubur? Jangan ditanya. Tentu saja karena menurut Rose hanya bubur yang paling gampang dimasak selain air panas. Tidak mungkin kan Rose memberi sarapan hanya air mendidih saja.
Penderitaan tinggal di mansion Alex. Rose harus melakukan apa pun sendiri. Tidak ada maid satu pun. Mungkin lelaki itu memang menikahi wanita hanya untuk dijadikan seorang pembantu di mansionnya sendiri. Atau mungkin Alex adalah type lalaki pelit.
Oh, sangat bukan level Rose sekali. Untung wajah dan tubuhnya tampan dan atletis. Setidaknya Rose cukup tertarik dengan ketampanan dan keseksian itu.
Rose menoleh terkejut ketika mendengar suara langkah kaki menuruni tangga. Dan mendapati Alex sudah rapi tengan setelan kerjanya.
"Oh, Alex kau tidak makan dulu," teriak Rose sambil mengejar lelaki itu ketika melihat langkah Alex berlalu begitu saja melewatinya acuh.
Alex berhenti. Melirik Rose lalu berganti melirik makanan di atas meja makan.
"Kau menyuruhku untuk memakan itu?" Wajah Alex menyiratkan penolakan. "Kau ingin aku sakit perut. Bagaimana bisa kau memasak makanan dengan aroma busuk."
Rose mendengus mendengar bait-bait kalimat hinaan itu. Sialan! Ia sudah susah payah memasaknya dan Rose hanya mendapatkan sebuah hinaan.
Sungguh mulia sekali lelaki ini.
"Kurasa kau sudah sembuh. Mulutmu membuktikannya. Yasudah pergi saja."
Tidak ingin berdebat. Rose kemudian berbalik memilih melangkah pergi meninggalkan Alex. Rose tidak berniat mempersembahkan harga dirinya di injak kaki berengsek Alex lagi. Mungkin ia akan mandi, lalu pergi membeli sarapan di restorant termahal di negara ini.
Tetapi sebelum langkahnya mencapai tangga. Rose dikagetkan dengan suara berat Alex di belakangnya.
"Mulai malam ini. Kita tidur terpisah. Kau bisa tidur di kamar tamu. Ketika aku pulang kuharap kau sudah memindahkan barang-barangmu dari kamarku."
Apa?!