Chapter 8

1393 Kata
Sementara itu, Alex telah selesai dengan urusan di ponselnya mulai berjalan kembali masuk ke dalam ballroom. Berbaur lagi di pesta itu dengan para tamu sebelum kepintaran Alex mengingat sesuatu. Ia tadi meninggalkan Rose sendiri dan sekarang di mana wanita itu? Alex memutuskan untuk mencarinya, dan berharap ia bisa segera menyelesaikan acara membosankan ini lalu pulang dengan selamat ke tempat mansionnya. Namun sekeras apapun Alex mencari keberadaan wanita itu. Tidak sedikitpun ia berhasil menemukannya. "Sebenarnya wanita itu ke mana?" Alex mungkin akan menyerah. Namun ketika ia sedikit melangkah ke dalam tempat yang terhalang oleh orang-orang yang sedang berkerumun di depannya, lubang telinga Alex malah menemukan sayup-sayup teriakan riuh. Penasaran dengan itu Alex berinisiatif untuk mempercepat langkah kakinya menuju titik itu, dan tidak lama ia bisa merasakan sesuatu yang mengejutkan, berhasil membuat organ tubuhnya membeku melihat kerumunan itu, letaknya tepat di pantry bar yang disediakan pemilik pesta, terlihat sekali banyak para tamu undangan yang sedang berkerumunan. Membuktikan bahwa ada sesuatu yang tidak beres terjadi di antara orang-orang itu. Dan Alex menemukan Rose sedang berdiri di sana dengan tangan yang kini terlihat sedang menyiramkan segelas wine tepat ke wajah lawan bicaranya. Apa yang sedang wanita gila itu lakukan! Alex terkejut melihat kejadian itu. Dan ia langsung buru-buru berlari menghampiri istrinya. Menyentak kasar tangan wanita itu. "Apa yang sedang kau lakukan?!" bentak Alex dengan tatapan yang terlihat memperingati. Mengatakan bahwa Rose sudah melakukan kesalahan besar yang memalukan nama baiknya. Rose tidak menjawab. Dadanya masih naik turun dan urat di pangkal lehernya masih mengencang. Alex tidak tahu dengan keadaan ini. Namun ketika melihat istrinya telah menyiram wanita lain tanpa alasan membuat Alex menyimpulkan bahwa Rose memang sedang memancing kemarahannya. "Menyiram seseorang seperti ini, apakah itu sikap seorang wanita? Kau melewati batas Rose." Rose menepis tangan Alex dengan kasar. Kedua bola matanya sudah berkaca-kaca namun bulir menyedihkan itu terlihat enggan untuk menerjunkan diri. Setidaknya tidak di sini. "Jangan pernah membawaku kembali ke tempat pesta omong kosong ini!" ucap Rose lantang, kakinya sudah bersiap pergi namun itu berhasil dihentikan oleh tangan Alex sendiri. "Mau ke mana kau?" Lagi-lagi Rose menyentak tangan Alex. Banyak sekali kekecewaan bergumul dibalik tatapan wanita itu. Namun Alex tidak terlalu pintar untuk bisa menerjemahkan keadaan ini. Alex sama sekali tidak tahu masalahnya. Tetapi adab sopan santun yang diajarkan orang tuanya tidak bisa Alex hindari begitu saja. Adab itu sudah melekat permanen di otaknya. "Kau harus meminta maaf untuk kejadian memalukan ini, Rose." Rose refleks menatap laki-laki itu tak terima ketika mendengar kata yang di ucapkannya. Meminta maaf? Cih dia tidak sesinting itu untuk melakukannya. "Aku tidak salah. Dan aku tidak akan meminta maaf!" Persetan! Rose mulai muak dengan semua ini, kakinya cekatan berlari kelur dari ballroom membuat Alex tidak sempat menghentikannya. Alex hanya bisa mendengus akan sikap kurang ajar wanita itu. Berpikir, bahwa tidak ada jenis makhluk menyebalkan selain Rose. Dan sialnya status wanita itu adalah istri sahnya. Oh, sangat tidak beruntung sekali hidup seorang Alex. Melirik ke samping, ia menemukan tubuh basah kuyup wanita yang menjadi korban kebrutalan Rose. Dan Alex mengenal wanita itu. Dia Rachel, Putri dari rekan kerjanya, pemilik dari pesta ini. Wanita itu juga terlihat tidak menyukai situasi ini, terlebih Rachel mungkin marah karena Rose tanpa hati nurani telah menghacurkan pestanya dan membuat riasannya hancur terkotori air wine yang menetes-netes dari ujung rambutnya. Melihat keadaan itu Alex menjadi semakin tidak enak. "Aku minta maaf atas sikap istriku," ucapnya membuat fokus Rachel kini beralih ke arahnya. Rachel tersenyum. Mencoba memperlihatkan kepada Alex bahwa dia baik-baik saja. "Tidak apa-apa. Itu memang salahku." Rachel dan Alex memang cukup mengenal satu sama lain, terlebih mereka juga rekan bisnis yang memungkinkan pertemuan keduanya beberapa kali terjadi. Alex masih menatap wanita itu dengan rasa bersalah. "Aku tidak menyangka dia bisa mempunyai sikap seperti itu. Sekali lagi. Aku minta maaf atas kejadian ini," ucap Alex kembali dan diangguki langsung oleh Rachel. Sebenarnya Rachel sangat tidak terima dengan perlakuan wanita sialan itu. Namun karena di depanya adalah sosok Alex. Sosok laki-laki idamannya. Ia akan berakting sebaik mungkin agar ia terlihat menjadi seseorang yang baik di mata Alex. Setidaknya sampai berhasil membuat lelaki itu tertarik terhadap kecantikan dan kebaikannya. Dan kembali merebut sesuatu yang berharga dari tangan Rose. *** "Berhenti kubilang!" Suara Alex terdengar memperingati, meraih pergelangan tangan Rose ketika wanita itu tetap tidak mendengarkan panggilannya. Ia menemukan raut tidak suka dari Rose ketika wanita itu menatapnya. "Apa? Kau mau menyuruhku untuk meminta maaf lagi?! Sudah kubilang kan aku tidak mau!" Alex memejamkan mata sejenak. Menetralkan amarahnya agar tidak meledak, dan mengakibatkan sesuatu yang buruk terjadi kepada Rose. Terlebih ini di trotoar jalan. Alex mengejar Rose lumayan jauh, sedangkan mobilnya masih ada di dalam basement gedung. "Aku tidak tau masalahnya. Tetapi seharusnya kau tidak berbuat seperti itu. Rachel adalah pemilik pesta dan kau berhasil menghancurkan pestanya dengan sikap kurang ajarmu itu." Rose mendengus mendengarnya. "Lalu apa yang harus aku lakukan. Haruskah aku diam ketika dia menghinaku lagi!" Alex terdiam, mencerna kata 'lagi' yang terucap dari bibir Rose. Apa mereka saling mengenal? Mungkin saja. Bisa jadi Rose dan Rachael adalah musuh bebuyutan, mengingat Rachel pernah bercerita bahwa dia pernah tinggal di Indonesia ketika usia remaja. Alex kembali berbicara, "Tetapi tidak dengan sikap seperti itu. Sekarang kau istriku. Perlakuanmu tadi bisa menghancurkan reputasiku." "Persetan." Rose ingin menjauhi Alex sejauh mungkin. Semakin ia berbicara dengan Alex semakin moodnya jatuh terjerembab. Laki-laki itu sama mengesalkannya dengan wanita sialan yang tadi ditemuinya. Namun sekali lagi Rose tidak bisa pergi ketika Alex meraih tubuhnya dan meletakan tubuh langsing Rose di pundak lelaki itu. Rose hanya bisa menjerit, memberontak dan memarahi Alex dengan serentetan penghuni kebun binatang keluar dari mulutnya. Namun Alex tidak peduli. Lelaki itu memberhentikan taksi dan langsung menghempaskan tubuh wanita itu ke dalamnya dengan kasar. Dan tidak lupa Alex juga mengikutinya masuk. *** Tengah malam, mereka berhasil sampai di mansion bersama wajah Rose yang menekuk membuat Alex semakin kesal ketika melihatnya. Rose bahkan yang mempermalukannya di depan umum, kenapa jadi ia yang marah. "Ada apa lagi? Kau terlalu tua untuk bersikap seperti ini Rose." "Kau berengsek!" "Jaga ucapanmu! Bagaimanapun aku adalah suamimu." Mendengar itu Rose langsung mendengus jengkel. "Suami? Di mana-mana suami itu membela istrinya. Tetapi kau tetap menyuruhku untuk meminta maaf, sedangkan jelas wanita itu yang memulainya duluan." "Tapi bukan seperti itu cara wanita bersikap!" Rose terdiam ketika mendengar bentakan Alex menusuk indra pendengarnya. Laki-laki itu terlihat memijat pelipisnya. Mungkin sudah amat frustrasi akan sikap menyebalkan Rose saat ini. Alex memilih meninggalkan Rose, melangkah ke arah kamarnya. Namun belum sempat tangannya menggapai kenop pintu sebuah pelukan hangat terasa melingkar di perutnya. Rose mulai merancau, berhasil membuat kerutan samar di dahi alex. Tidak cukup mengerti dengan perbedaan sifat Rose saat ini. "Apa aku tidak cantik?" Kenapa wanita ini berbicara seperti itu? Pertanyaan konyol apa itu? "Kenapa kau tidak pernah melihatku. Semua orang bilang aku cantik. Dan seharusnya kau beruntung bisa menjadikan aku istrimu." Sepertinya wanita ini gila! Alex mencoba melepaskan pelukan di pinggangnya. Namun yang terjadi pelukan itu semakin terasa erat. Rose masih berbicara, mulutnya tidak mau berhenti. Ia tidak ingin kenangan menyakitkan dulu terulang lagi. Ia ingin ada seseorang yang bisa menjadi pelindungnya. Mencintai Rose dengan ketulusannya. Dan saat ini Rose sudah terlanjur tertarik dengan Alex, suaminya. Dan dia harus bertanggung jawab akan hal ini. "Perlakukan aku seperti layaknya istrimu. Aku tidak sejelek itu untuk mendapatkan hidup menyedihkan seperti ini. Aku cantik dan pantas untuk menjadi wanita yang kau cintai." Dan Alex hanya bisa mematung di tempat. Pernyataan Rose membuat Alex berpikir sejenak. Dari matanya Alex bisa mengakui kecantikan alami Rose. Dia bahkan beberapa kali melihat Rose tanpa sapuan make up di wajahnya. Namun wajah itu masih terlihat cantik. Tetapi cantik saja tidak cukup. Alex bukan lelaki yang akan mencintai seseorang hanya karena wanita itu cantik. Rasa itu akan hadir ketika ia sudah nyaman dengan seseorang. Dan saat ini ia sudah menemukan kenyamanan itu dari kekasihnya sendiri. Terlebih Alex sangat tidak menyukai wanita liar. Mempertontonkan beberapa bagian tubuhnya, dan menjadi w************n. Dan bermain di club ditemani minuman keras sampai lupa pulang. Jelas sekali itu bukan type ideal dari seorang Alex. Alex berhasil melepaskan pelukan Rose. Tanpa melirik wanita itu Alex berkata, "Lebih baik kau segera tidur. Ini sudah larut." Lalu melangkah begitu saja ke dalam kamar dan menutupnya. Meninggalakan Rose sendiri di ambang pintu dengan rasa kecewa yang berhasil mencetak lubang semakin parah tepat di bagian jantungnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN