TUK TUK I'M IN LOVE - 06

1260 Kata
TTIIL. 06 CINTA TAK TERBALAS         Aku berjalan bersama Marquis Andrew melewati sebuah lorong menuju taman bunga yang ada di sudut istana Kekaisaran Oeste. Tepatnya tidak jauh dari Star Palace dimana aku tinggal selama hampir sebulan terakhir ini. Ballgown yang cukup berat yang aku kenakan saat ini membuatku sedikit sulit berjalan. Aku hanya bisa melangkah dengan perlahan, berharap gaun pernikahanku tidak rusak.       “Andrew… Apa tidak bisa bicara di sini saja?” Aku bertanya dengan langkah perlahan menarik ballgown ku yang terasa berat.           Marquis Andrew memalingkan wajahnya kearahku yang berjalan di belakangnya. Dengan tersenyum ia berkata, “Sebentar lagi kita akan sampai, Yang Mulia.”       Tidak lama kemudian akhirnya kami pun sampai di taman sudut istana. Taman itu di namakan  Little Star Garden. Taman yang di tumbuhi berbagai warna bunga pheoni  yang sangat indah ini memiliki ukuran yang tidak terlalu luas. Lokasinya yang ada di sudut istana membuat Little Star Garden ini sangat jarang sekali dikunjungi oleh penghuni istana. Selain itu garden ini juga tidak diketahui oleh banyak orang, kecuali mereka yang dengan sengaja berjalan-jalan mengitari istana.       “Taman ini sangat indah.” Aku tersenyum lebar saat melihat taman yang di penuhi bunga pheoni ada di depan mataku.       Marquis Andrew membalas senyumanku, “Apa kamu menyukainya?”       “Ya, aku sangat menyukainya. Bunga ini adalah bunga kesukaanku.”       “Semua bunga ini aku tanam khusus untukmu.”       “Untukku?” Aku bertanya sambil  membolakan mata seolah tak percaya.           Marquis Andrew mengangguk dan kembali tersenyum, “Ya, semua ini untukmu. Aku sengaja meminta tukang kebun istana menanam bunga pheoni ini. Anggap saja ini hadiah pernikahan dariku untukmu.”       “Apa Kaisar mengetahuinya?”       “Tidak.”       “Apa nanti ia tidak akan marah?”       “Rhea, aku ini sepupu Kaisar. Aku juga keturunan sah dari Kekaisaran Oeste. Meski aku bukanlah Kaisar sepertinya, aku ada sedikit hak untuk hal ini. Lagi pula jika ia mengetahuinya, aku yakin ia tidak akan marah. Karena aku menghadiahkan taman indah ini untukmu, calon Permaisuri Kekaisaran Oeste.”       “Terima kasih banyak, Andrew. Aku akan merawat taman ini dengan baik.”       Aku yang dari tadi berdiri di pinggir taman melangkah ke depan mendekati bunga pheoni yang ada di hadapanku. Keindahan bunga yang bermekaran dengan warna-warna yang menawan membuatku tak kuasa untuk menyentuhnya. Namun saat aku telah berdiri di dekat salah satu rumpun bunga pheoni berwarna merah muda yang ada di tengah-tengah taman, aku melihat sebuah kotak crystal transparent berisikan permata berwarna merah muda.       “Andrew, milik siapa ini?”       “Itu untukmu.” Marquis Andrew menjawab sambil berjalan kearahku. “Sudah lama aku ingin memberikan permata itu untukmu, tapi tidak pernah bisa. Jadi lebih baik aku berikan sekarang.”       “Maaf Andrew, ini terlalu berlebihan. Permata ini sangat berharga. Maaf, aku tidak bisa menerimanya.” Aku menoleh pada Andrew yang telah berdiri di sampingku sambil memberikan kotak crystal itu kepadanya.       “Tidak, ini untukmu saja. Aku sudah cukup lama menyimpan batu permata ini.” Marquis Andrew mengembalikan kotak crystal itu ke tanganku.       Dengan wajah masih bingung, aku membuka kotak crystal tersebut. Terlihat sebuah batu permata berwarna merah muda pucat berkilauan. Batu permata itu sangat indah di bawah cahaya matahari yang membuat mataku terasa silau. Ini benar-benar terlihat seperti sebuah batu mulia yang sangat berharga.       “Itu adalah batu permata Kunzite yang mememiliki kekerasan relative baik, kemilau yang menarik dan transparansi yang sangat baik. Tapi sayang sebagian besar pecinta perhiasan  batu permata masih belum mengetahui banyak tentang batu ini. Batu ini sangat cocok untuk semua jenis desain perhiasan. Dan aku yakin batu ini sangat cocok untukmu.”       Aku terus memperhatikan batu permata Kunzite yang ada di tanganku itu dan berkata, “Batu permata inin terlihat sangat berharga.”       “Ya… Tapi tak  seberharganya dirimu di hatiku.”       Seketika aku tersentak mendengar ucapan Marquis Andrew terhadapku. Ia berbicara dengan tenang namun penuh dengan perasaan. Ucapannya itu seolah sedang mewakilkan perasaanya  saat ini terhadapku. Dengan suara gemetar aku bertanya padanya, “Andrew, apa maksudmu?”       Marquis Andrew terdiam cukup lama sambil menatapku dengan tatapan yang sulit dimengerti. Beberapa saat kemudian ia tersenyum lembut padaku dan berkata, “Maaf atas kelancangan ucapanku Yang Mulia. Aku tahu ini salah, aku tidak pantas mengatakan hal itu pada Yang Mulia. Tapi aku benar-benar tidak bisa membohongi diriku terus-terusan. Jadi aku memilih untuk mengatakannya padamu.”       “Maaf, Marquis Andrew. Aku tidak mengerti ucapanmu.”       Marquis Andrew melangkah ke depan mendekatiku, kemudian ia meraih tanganku dan berkata, “Rhea, jujur aku sudah lama menyukaimu. Sudah cukup lama aku memendam perasaan ini terhadapmu. Tapi selama ini aku tidak berani mengungkapkannya. Karena aku tidak mungkin merebut wanita dari seorang pewaris tahta, bahkan wanita dari sepupuku sendiri sekaligus sahabatku.”       Aku tidak berkata apa-apa, Aku hanya diam menatap wajah Marquis Andrew yang berdiri di hadapanku. “Rhea, aku menyukaimu sejak pertama kali kita bertemu. Namun kedekatanmu dengan Baldwin membuatku tidak berani mendekatimu. Aku tahu, aku salah. Aku tahu aku salah telah mengungkapkan persaanku terhadapmu di hari pernikahanmu. Aku telah salah mengungkapkan perasaanku terhadap seorang calon permaisuri Kekaisaran Oeste. Aku telah salah mencintai istri Kaisar. Tapi semakin lama bertemu denganmu membuatku semakin tidak bisa lagi menahan perasaan yang ada di hatiku. Aku tidak peduli kamu menerima cintaku atau tidak. Tapi izinkan aku untuk mencintaimu.”       Aku yang dari tadi mendengar ucapan Marquis Andrew, merasa ucapannya semakin lama semakin tidak karuan. Apa yang sedang ia ungkapkan adalah perbuatan yang salah. Dengan segera aku melepaskan genggaman tangannya dari tanganku, lalu menoleh ke sekeliling taman berharap tidak ada seorang pun yang melihat kami. “Andrew, lupakan saja apa yang ada di pikiranmu itu. Buang semua rasa yang telah kamu simpan untukku. Apa yang kamu lakukan jelas adalah hal yang salah. Aku adalah calon istri Baldwin, kaisarmu.”       “Ya, aku tahu aku salah. Dari awal aku juga tahu akan begini jadinya, cintaku tak terbalas. Tapi aku memilih untuk tetap mengatakannya padamu. Agar tak ada penyesalan di hatiku nantinya. Memendam perasaan dalam diam bukanlah hal yang menyenangkan. Bahkaan itu sama saja menyiksa diri.”       Marquis Andrew semakin mendekat padaku dan kembali berkata, “Rhea, kamu tidak usah takut. Aku tidak akan pernah berusaha untuk merusak rumah tanggamu dengan kaisar. Karena aku tahu, mencintai bukan  berarti memiliki. Bagiku…bisa melihatmu setiap hari saja sudah cukup bagiku, meski kamu tidak akan pernah untukku.”       “Andrew, terima kasih selama ini kamu selalu memperlakukanku dengan baik. Tidak hanya semenjak aku tinggal di kekaisaran ini, tapi kamu selalu baik padaku semenjak kita bertemu di Bangkok beberapa bulan yang lalu. Aku tidak akan melupakan kebaikan yang pernah kamu beri padaku. Sampai kapanpun aku akan tetap menganggapmu sebagai teman baikku.” Aku tersenyum pada Marquis Andrew yang menatapku dalam.       “Rhea, apa aku boleh memelukmu untuk yang terakhir kalinya? Pelukan berlandaskan persahabatan, bukan cinta.”       Aku terdiam cukup lama sebelum akhirnya mengiyakan, “Baiklah.”       Marquis Andrew tersenyum lebar dan memeluk tubuhku dengan erat. Dengan suara rendah ia berkata, “Aku akan melakukan apapun untukmu. Aku akan mengabdikan diriku padamu, Yang Mulia.”       “Terima kasih, Andrew.” Aku berterima kasih sambil melepaskan pelukanku darinya.       Belum selesai aku berbicara dengan Marquis Andrew, suara Countess Sophie kembali terdengar dari luar taman memanggilku. Kedatangannya yang sangat tiba-tiba membuatku dan Marquis Andrew sangat kaget. Ada sedikit rasa gugup di hatiku, karena aku takut Countess Sophie melihatku berpelukkan dengan Marquis Andrew. Bisa-bisa itu akan menjadi gossip yang panas di istana meski kami tidak melakukan apa-apa.       Countess Sophie melangkah dengan cepat menghampiriku dan berkata, “ Yang Mulia, maaf telah mengganggu. Kita harus segera ke The Imperial Palace, kalau tidak kita akan terlambat.”       “Baiklah.” Aku mengangguk.       Countess Sophie melirik pada kotak crystal kecil yang ada di tanganku. Dengan wajah penasaran ia bertanya, “Yang Mulia, apa itu kotak itu harus diantar ke Star Palace?”       “Ya, tolong antarkan kotak ini ke Star Palace dan letakkan di laci yang ada di meja riasku.”       “Baik, Yang Mulia. Aku akan menyuruh Davina untuk meletakkannya di ruang wardrobe.” Countess Sophie berbicara sembari menerima kotak crystal kecil yang aku beri.       Dengan perasaan yang sulit dimengerti aku kembali menoleh pada Marquis Andrew yang masih berdiri di dekatku. “Marquis Andrew, aku permisi dulu.”       “Baik, Yang Mulia.” Marquis Andrew menudukan kepalanya menjawabku. Kemudian aku membalikkan tubuhku, menarik ballgown yang terasa berat menempel di tubuhku dengan perlahan meninggalkan Marquis Andrew sendirian di taman. Ia terus menatap punggungku, hingga aku tak terlihat lagi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN