Langit tampak mendung, dan angin pagi bertiup pelan saat mobil melaju menuju lokasi proyek. Nina menyetir, sementara aku duduk di kursi penumpang dengan wajah hampir tertutup. Masker putih menutupi setengah wajahku, kacamata hitam menutup mata, ditambah syal tipis yang kulilitkan hingga ke rahang. Semua itu kulakukan hanya untuk satu hal: menutupi bekas kejadian semalam. Rasanya aneh banget, duduk diam begini di samping Nina, suasana mobil juga nggak begitu enak. Canggung, sunyi, kayak ada yang mau dibahas tapi dua-duanya nahan. Nina sempat melirikku, lalu bertanya pelan, “Kamu yakin nggak papa?” Aku cuma mengangguk singkat. Ngomong pun males, takut nada suaraku bikin dia makin kepo. “Kayaknya kamu lebih cocok jadi penyusup daripada arsitek,” katanya sambil nyengir. “Pakai nyamar segal

