Dalam waktu satu bulan, baik Bayu mau pun Inara di buat sibuk dengan urusan pernikahan mereka. Di balik kesibukan itu Bayu masih harus bekerja di perusahaan sang ayah.
Ia begitu lelah mengerjakan semuanya. Sebenarnya Bayu hanya mau bekerja dengan tenang dan sedikit bercanda gurau dengan karyawan wanita yang cantik.
Namun, statusnya yang akan menjadi istri orang membuatnya tak bisa banyak bergerak. Tanpa ia sadari ia membatasi jarak antara dirinya dan wanita lain.
Lagipula wanita di tempat kerjanya hanya gadis-gadis Indonesia yang menurutnya tidak menarik. Cantik sih, tapi, di bandingkan dengan bule di tempat ia meraih gelar dulu, tentu saja mereka kalah.
Bule di sana begitu cantik dan seksi. Tinggi dan juga putih bersih.
Apakah Bayu penganut s*x bebas?
Oh, tentu saja tidak. Bayu sangat tau batasannya. Ia juga selalu beribadah di Inggris sana. Dan Bayu bersyukur karena memiliki sahabat yang begitu mengerti dirinya.
Bayu itu genit. Tapi, sok cool!
"Pak Bayu." Bayu langsung menoleh dengan sedikit ekspresi kaget. "ya?" Jawab Bayu agak salah tingkah karena ketahuan melamun di tempat kerja.
"Bapak melamun?" Tanya salah satu karyawan bernama Aryo.
"Ah, sedikit."
"Kenapa, Pak? Urusan nikah ya?" Tebaknya sok akrab. Bayu hanya tersenyum dan mengangguk kecil.
Aryo nampak tertawa dan duduk di kursi depan Bayu yang terhalang satu meja.
"Padahal bapak masih muda ya? Baru lulus juga. Tapi, kenapa sudah mikir nikah aja sih, Pak?" Bayu menatap Aryo tak suka. Bawahannya ini terlalu sok akrab.
"Bukan urusanmu."
"Saya yang usia 27 tahun saja, masih santai sampai sekarang." Aryo masih terus melanjutkan.
"Menurut mu, jika kamu di paksa menikah, apakah kamu bisa menolak?" Tanya Bayu yang akhirnya terpancing. Aryo terkekeh.
"Dipaksa. Astaga? Jaman apa ini, Pak? Jangan kuno lah."
"Menurut mu, ini kuno?"
"Iyalah, dengar ya, Bay." Aryo langsung diam dan melirik Bayu. "Sorry, jadi manggil nama nih."
"Nggak apa-apa, toh saya lebih muda dari kamu." Aryo tersenyum senang mendengar itu.
"Oke, Bayu. Menurut ku ya, kamu harusnya bisa menolak. Kita ini kan pria dewasa. Kita bisa memilih calon istri kita sendiri. Yakan? Kenapa juga harus mau di jodohkan? Iya kalau calonnya cantik? Kalau jelek? Kita kan bukan orang munafik," jelas Aryo.
Bayu terdiam. Apa yang di bilang oleh Aryo adalah benar. Namun, saat Bayu hendak menyangkal itu. Bayu teringat kecelakaan yang menimpa paman Nandar. Hingga beliau harus meninggal dunia.
Kembali wajah Inara yang tertutup cadar tengiang di telinganya. Ah... Sudah tidak bisa lagi ia mengelak. Waktunya hanya tinggal dua hari lagi.
Di rumah Inara sudah ramai orang dari tetangga sampai saudara semua berkumpul dan membantu acara memasak untuk pernikahan Inara dan Bayu dua hari lagi.
Di kampung hal seperti ini biasa. Jika ada yang akan menikah para tetangga dan keluarga akan bahu membahu mengerjakan semuanya.
Sementara Inara hanya melihat saja tanpa boleh menyentuh masakan sama sekali. Ia tak boleh ikut membantu di bagian dapur atau mana pun. Karena kebanyakan keluarga dan tetangga masih percaya dengan mitos.
Inara tak percaya hanya malas mendebat orang yang lebih tua. Lebih baik ia turuti saja semuanya. Agar semuanya cepat selesai.
Waktu magrib menjelang. Suara adzan mulai berkumandang bersahut-sahutan di segala penjuru kampung.
Inara pun bangun dari duduknya dan hendak ke kamar mandi. Ia masih melihat ibu-ibu sibuk bergosip sembari memasak dengan wajan yang sangat besar.
"Assalamualaikum," sapa Inara. Ibu-ibu pun berhenti bergosip dan membalas salam Inara.
"Eh, neng, Inara. Mau ke mana?" Tanya salah satu ibu tetangga yang membantu memasak.
"Ambil wudhu."
"Oh, ya-ya." Ibu-ibu yang menghalangi jalannya langsung menyingkir memberi jalan pada Inara.
"Terimakasih, setelah ini ibu-ibu silahkan sholat bergantian ya."
"Ya, neng." Inara pun masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu.
"Eh, Bu. Udah lihat belum calonnya Inara?" Mereka kembali bergosip.
"Aku belum lihat nih, kaya apa sih?"
"Beh... Ganteng! Kaya artis!"
"Masaaa????" Mereka kembali heboh. Inara yang mendengar itu hanya menghela nafas panjang.
Bayu dan keluarga sedang mengadakan syukuran sebelum hari pernikahan. Bayu nampak malas di tengah acara namun, karena banyak kolega bisnis Bayu harus bersikap seperti biasanya.
Bayu merasa heran sebenarnya. Karena melihat orang-orang yang ia kenal biasa memakai kemeja dan jas. Kini mereka memakai sarung dan Koko ada juga yang pakai celana bahan dan Koko.
Takjub juga Bayu dibuatnya. Ternyata di Indonesia masih ada yang seperti ini. Tapi, jika di fikir lagi. Mungkinkah mereka bersedia datang karena undangan dari atasan mereka?
Ah... Apa pun itu, Bayu tetap terkesan dengan kehadiran mereka.
Bahkan Aryo pun ikut datang di acaranya. Hingga acara selesai, Aryo mendekati Bayu.
"Wah, nggak kerasa ya, tinggal sehari lagi, kamu jadi suami orang." Bayu hanya diam tak berminat untuk menanggapi.
"Eh, Bay, kaya apa sih calon istrimu? Pasti cantik banget ya? Sampai kamu nggak bisa nolak?"
"Nggak tau."
"Lah, kok, nggak tau sih? Emang kamu nggak pernah ketemu apa?"
"Dia bercadar." Aryo diam. Kini giliran Bayu yang melirik Aryo.
"Kok, diam?"
"Kamu yakin sama perempuan bercadar?"
"Kenapa emang?" Bayu agak khawatir sekarang terlebih mendengar intonasi suara Aryo yang agak mencurigakan.
"Maaf ya, apa kamu nggak malu punya istri bercadar?"
"Ke-kenapa malu?"
"Bay, emang kamu nggak pernah dengar, kalau kebanyakan perempuan bercadar itu teroris?" Bayu yang mendengar itu langsung tertawa seketika.
Membayangkan Inara adalah pelaku teroris. Gadis pendiam dan lemah lembut itu? Sepertinya melihat pistol kecil saja sudah ketakutan apalagi bom? Suka aneh di Aryo.
"Ada-ada saja kamu."
"Aku serius, Bayu."
"Terserah lah, aku nggak peduli."
"Ah, kalau nggak peduli, berarti kamu sudah tau ya, kalau calon mu itu cantik banget? Sampai kamu nggak masalah tentang itu?" Bayu menggeleng dan meninggalkan Aryo.
"Bay, tunggu dong!"
Bayu tak bisa tidur malam ini. Ia jadi memikirkan ucapan Aryo. Apa mungkin, jika nanti Bayu sudah resmi menjadi suami dari Inara. Orang-orang sekitar mereka akan menerima keadaan itu.
Maksudnya tidak ada yang membicarakan mereka dari belakang.
Dan lagi pula, jika Inara bercadar bagaimana nanti dia mengenalkan Inara pada teman-temannya?
Bayu jadi tidak bisa pamer sama sekali.
Eh, pamer juga buat apa? Inara itu apa yang bisa di pamerkan? Tubuhnya saja tertutup rapat begitu. Tidak keliatan bentuk dalamnya seperti apa? Tidak tau juga Inara itu gemuk atau kurus.
Bentuk tubuhnya ideal atau tidak.
Terserah lah, nggak penting juga di kenalin ke teman-teman yang ada nanti Bayu di tertawa kan lagi.
Dulu hobby PHP bule. Giliran nikah dapet orang pribumi bercadar lagi.
Apa kata teman-teman kampusnya nanti.
Bayu bolak-balik di atas kasur. Ia tak tenang sama sekali. Hingga ia kelelahan dan tidur dengan sendirinya.