“Sudah, kamu sekarang sudah jadi cucu kakek, pakai ponsel itu biar Sasya tidak minder saat jalan sama kamu, kakek tau betul siapa Sasya itu, dan untuk kartu ATM, kakek akan mentransfer uang setiap bulan ke dalam rekening kamu, untuk kebutuhan Sasya dan juga kebutuhan kamu, jangan pernah sebut nominal yang kamu terima dari kakek, kalau kamu mengatakannya pada Sasya, dalam satu hari juga uang itu akan habis,” ucapnya memperingati Haikal.
“Baik Kek,” jawab Haikal.
“Pin ATM akan kakek kirim ke ponsel kamu, oh ya, kakek tidak mendengar suara Sasya, dia ke mana?’
“Sedang tidur Kek, mungkin dia kelelahan,” jawab Haikal.
“Dia memang putri tidur dan putri jalan-jalan sama belanja, semoga setelah dia bersama kamu, kebiasaan buruk dia bisa sedikit berkurang,” ucap kakek.
“Amin, semoga saja kek,” jawab Haikal.
“Kamu beli baju-baju bagus, buat Sasya senang sama penampilan kamu, biar dia makin mudah jatuh hati sama kamu, pakai saja uang yang ada di dalam ATM itu,” pesannya lagi.
“Baik kek,” jawab Haikal sambil mengusap wajahnya.
Sebenarnya dia tertekan dengan perubahan hidupnya yang tiba-tiba saja sangat drastis, tapi dia harus mempertahankan pernikahan, karna pernikahan itu bukan hal main-main, dia sakral dan disaksikan oleh malaikat-malaikat.
Haikal masuk ke dalam kamar utama, dilihatnya Sasya masih sangat terlelap.
“Sasya, bangun, bibi datang bawa barang-barang kamu,” ucap Haikal sambil menyentuh bahunya Sasya supaya Sasya terbangun.
“Apa sih?! Jangan pegang-pegang bisa gak?” gerutu Sasya karna telapak tangan Haikal menyentuh kulit bahunya Sasya yang berpakaian tanpa lengan.
“Bibi datang, dia bingung mau simpan pakaian kamu di mana saja,” ucap Haikal kembali.
Setelah mendengarkan ucapan Haikal, Sasya baru bangkit bangun dari tidurnya.
Dia mulai menunjukkan di mana saja bajunya harus di simpan dan juga barang-barangnya yang lain.
Tit ... tit ... suara klakson mobil di luar rumah terdengar.
“Apa itu mobil barunya datang?” tanya Sasya yang tidak sabar ingin melihat mobil baru pemberian kakeknya, dia segera berlari ke luar dari kamar.
“Wow, kakek serius kasih mobil ini untuk aku?” tanya Sasya yang melihat mobil berwarna kuning dengan logo kuda berjingkrak menandakan itu mobil dengan harga yang tidak main-main.
“Apa bapak Muhammad Haikal ada di rumah?” tanya karyawan yang menangani pembelian mobil tersebut.
“Untuk apa dia? Eh suami saya maksudnya?” tanya Sasya yang mencoba tetap menghormati Haikal karna ada sopir dan pembantu kakeknya di sana.
“Pak Haikal harus menandatangani surat ini, karna mobil ini dibeli atas nama Pak Haikal,” jawabnya membuat Sasya sangat keget.
Haikal yang baru keluar dari pintu juga tidak kalah kaget karna kakek Sulaiman berani menyerahkan kepercayaan sebesar ini padanya, ini bukan kepercayaan yang main-main.
“Itu Mas Haikalnya keluar,” ucap pembantunya kakek Sulaiman.
“Mas tolong tanda tangan ini, biar kita siapkan surat-surat mobil dengan segera,” ucap karyawan laki-laki tersebut sambil menyerahkan kertas dan pulpen pada Haikal.
Haikal menatap Sasya merasa tidak enak, Sasya membuang mukanya tidak peduli dengan apa yang sedang dilakukan oleh Haikal.
Haikal menandatangani kertas tersebut dan mereka pun menyerahkan kunci pada Haikal.
Sasya memilih masuk kembali ke dalam kamarnya, dia ingin segera protes pada kakeknya atas apa yang sudah kakeknya lakukan.
“Kek, kenapa mobilnya malah atas nama orang yang belum kita kenal, kakek kan belum kenal betul sama Mas Haikal, kalau Mas Haikal melarikan mobil kakek atau pun menjualnya bagaimana?” tanya Sasya yang terdengar oleh Haikal yang ingin masuk ke kamar.
Haikal mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar dan memilih duduk di ruang tamu supaya tidak menguping pembicaraan Sasya dengan kakeknya.
“Kamu jangan berburuk sangka sama suami kamu, dia lelaki baik, rumah sudah atas nama kamu, mobil atas nama suami kamu biar adil, lagian kan di pakai sama-sama sama kamu, nanti kamu ke kampus juga di antar sama suami kamu,” jawab kakek Sulaiman.
“Kakek terlalu gampang tertipu dengan wajah polosnya,” gerutu Sasya dengan kecewa.
“Tidak boleh seperti itu gak baik, bagaimana pun juga dia suami kamu, oh ya, nanti uang jajan kamu di transfer sama Haikal ke rek kamu ya,” ucap kakeknya.
“Apa? Uang jajan Sasya juga dia yang pegang?” tanya Sasya dengan kaget.
“Iya, biar kamu bisa hemat.”
“Kakek tega banget sama Sasya,” rengek Sasya bernada kecewa.
“Kamu tenang saja, kakek tidak akan menyuruh Haikal memberikan jajan lebih kecil, yang kakek kirim tetap seperti biasanya, jadi kamu jangan lagi minta uang sama kakek kalau habis, kakek mengirimnya pas-pasan pada Haikal,” ucap kakek Sulaiman berbohong.
“Kakek jahat banget sama Sasya,” gerutu Sasya.
“Ya sudah, kakek mau lanjut kerja, selamat berbahagia sayang,” ucap Kakek Sulaiman.
Sasya menutup telpon tersebut dengan perasaan dongkol, sedangkan Haikal pergi keluar rumah naik angkutan umum menuju ATM terdekat.
Haikal mengecek berapa uang yang ada di dalam kartu rekening yang diberikn oleh kakek Sulaiman, dan Haikal sangat shock melihat angka yang tertera dalam kartu tersebut.
“Lima puluh juta untuk satu bulan? Memangnya berapa jajan Sasya dalam satu hari?” batin Haikal yang langsung mengeluarkan kembali kartu rekeningnya setelah mengambil uang untuk keperluannya dan juga keperluan Sasya.
Haikal langsung menelpon kakek Sulaiman.
“Ada apa Haikal? Ada masalah dengan mobilnya?” tanya kakek Sulaiman.
“Tidak ada kek, ini Haikal ingin tanya, berapa jajan Sasya untuk sehari?” tanya Haikal.
“Biasa kakek kasih lima ratus ribu, itu kadang-kadang tidak cukup, jadi nanti kalau tidak cukup nak Haikal kasih seberapa menurut baiknya kamu, dan bilang kalau itu uang asli kamu, bukan uang kakek,” jawab kakek Sulaiman.
Haikal menelan ludah mendengar jumlah jajan Sasya sehari, dua hari jajan Sasya sama dengan satu bulan jajan Haikal.
“Tapi uang di dalam rekening sangat banyak, ada 50 juta, apa itu tidak berlebihan kek untuk kami berdua?” tanya Haikal.
“Kamu tidak usah segan-segan memakainya, kakek sudah mempercayakan itu semua sama kamu, harapan kakek Cuma satu, semoga Sasya jadi wanita Sholehah di tangan kamu,” jawab Kakek Sulaiman.
Haikal menunduk dan bertanya kembali pada kakek Sulaiman, “Apa uang ini bisa saya pinjam untuk melanjutkan kuliah S2 saya kek?” tanya Haikal dengan menahan perasaan malu, karna dia memang sedang butuh uang pendaftaran.
Bersambung ...