Oh tidak, dia, oh apa yang harus kulakukan. Rasanya ingin lari menjauh. Ternyata si pengacau itu lagi yang memulai pertengkaran. Sudah berapa kali tiap berpapasan selalu beradu mulut. Tuhan, haruskah selalu dengan dia orangnya tiap aku berjumpa seseorang di jalan. Aku mulai muak melihat tampangnya, sungguh sinis muka orang ini.“Bagaimana ujiannya gadis manis hem?”Dia menanyakan sesuatu yang membuatku rasanya ingin memukulnya. Tunggu, dia mengucaapkan “manis”.“Lebih baik kamu belajar lagi untuk tahun berikutnya, aku tak mau jadi penghalang seseorang berhasil masuk perguruan tinggi pilihannya”“Enak saja, penghalangku bukan kamu si pengacau nan sombong, tapi dia laki-laki tinggi putih berparas tampan, yang menjatuhkan sweater pink miliknya untuk kutemukan”. Oh astaga, aku kecep