*** “Aku mencintaimu, Sein.” “Dad tidak ingin kita bersama.” “Aku mencintaimu, Sein.” “Aku mencintaimu, Sein.” Sein, wanita cantik itu, sontak menarik napas dalam dan menghembuskannya pelan. Ia berbaring di ranjang dengan posisi miring, ingatannya dipenuhi oleh ungkapan perasaan Stefan semalam. Meskipun Sein berusaha sekuat tenaga untuk melupakan, ia tetap tidak bisa. Pikiran tentang apakah benar Stefan mencintainya terus menghantuinya. Bahkan, pria itu mengungkapkannya dalam keadaan mabuk. Namun, konon katanya, apapun yang diucapkan seseorang saat mabuk merupakan kebenaran. Apakah itu artinya Stefan benar-benar memiliki perasaan untuknya? Lalu bagaimana dengan Taylor? Pertanyaan itu kembali bergelayut dalam benak Sein. Detik berikutnya, Sein mengingat kalimat lain yang diucapkan