7. Bertemu Lagi

1440 Kata
Satu tahun sudah berlalu, kini usia Alka sudah menginjak kepala tiga. Namun, sampai detik ini tidak ada satu pun perempuan yang berhasil meluluhkan hati batu Alka. Bahkan ibunya sudah mencoba mengenalkan dengan berbagai perempuan, mulai dari yang dalam kota, luar kota sampai luar negeri. Akan tetapi jawaban Alka tetap sama, ‘Aku nggak minat’. Hal itu membuat Sasa merasa frustasi, sudah banyak cara dilakukan oleh Sasa demi mendapatkan menantu. Namun, Alka yang keras kepala mengatakan dia ingin sendiri dan fokus mengurus Galen. Padahal Galen sendiri sudah menginginkan kehadiran ibu. Semua teman-temannya memiliki ibu, sedangkan dia tidak. “Galen, ayo berangkat sekolah!” ajak Alka setengah berteriak. Pria itu sudah memakai kemeja formal dan berpenampilan rapi siap bekerja. Galen tidak menjawab membuat Alka menuju kamar anaknya, saat membukanya, Alka melihat Galen tengah merenung di ranjang sembari menyangga dagunya dengan dua tangan. “Galen,” panggil Alka membuat Galen menoleh. Bocah itu sudah siap dengan seragam dan tas ranselnya, tetapi tidak kunjung keluar. “Galen, kenapa gak kunjung keluar?” tanya Alka yang mencoba sabar. Padahal kesabaran Alka setipis dompetnya di tanggal tua. “Aku marah sama Papa,” jawab Galen segera berdiri dan menghampiri papanya. “Marah kenapa lagi, Galen? Setiap hari kok marah. Gak capek?” tanya Alka. Ya, setiap hari Galen akan marah. Ada saja yang membuat bocah itu uring-uringan. Mulai dari mobil-mobilannya nabrak tembok, bocah itu sudah ngamuk. Makanan gak cocok, ngamuknya dari pagi sampai sore. Hal sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan mudah, harus mendapat amukan dari Galen. “Aku marah sama Papa. Kenapa Papa gak bawa Mamaku ke sini?” tanya Galen bersungut-sungut. Mata Galen sudah mulai berkaca-kaca, tetapi Galen menengadahkan kepalanya agar air matanya tidak terjatuh. Mendengar ucapan temannya setiap hari tentang semua anak lahir dari rahim ibu dan sudah seharusnya memiliki ibu membuat Galen minder. Di antara teman-temannya hanya Galen yang tidak memiliki ibu. Alka menatap Galen dengan lekat, sebenarnya Alka sangat kasihan dengan Galen. Bocah itu memiliki orang tua yang lengkap, tetapi orang tuanya tidak mau mengurus. Kakak Alka dan istrinya sama-sama kurang ajar, mereka membuat anak yang banyak hingga saat Galen lahir sudah tidak sanggup mengurus. Sampai sekarang Galen pun tidak tahu orang tuanya siapa, pun dengan Kakak dan Kakak ipar Alka yang memilih pergi dari rumah dan berada di kota yang jauh. Anak Kakak Alka empat, dan lima sekaligus Galen. Namun, Alka yang mengurus Galen hingga bocah itu kekurangan kasih sayang seorang ibu. “Galen, apa kasih sayang dari Papa kurang, Nak?” tanya Alka. “Kurang banget. Aku mau Ibu, pokoknya mau Ibu,” jawab Galen memanyunkan bibirnya., Alka menggaruk kepalanya yang tidak gatal, cowok itu merasa bersalah sudah mengusung anak kakaknya, tetapi tidak bisa memberikan perhatian lebih. Namun, bagaimana lagi kalau dia tidak mengambil Galen, bocah itu malah tidak diurus oleh kakaknya yang setengah gila. “Aku selalu berdoa kepada Tuhan untuk memberikan Papa istri biar aku punya Mama. Katanya jodoh gak kemana, tapi kalau gak kemana-mana bagaimana Papa bisa mendapat istri?” seloroh Galen. “Kamu masih kecil, gak usah ngomong sembarangan!” tegur Alka segera menarik anaknya dan mengajaknya pergi sekolah. “Aku bosan sekolah diantar Papa, pengen sekolah diantar Mama. Tidur pengen dikelonin Mama, sama kayak teman-temanku,” oceh Galen seorang diri. Sepanjang perjalanan, Galen terus mengoceh bagai burung emprit yang tidak dikasih makan. Alka bingung mau menanggapi apa, meski hatinya terasa teriris-iris mendengar keluh kesah anaknya, tetapi pria itu tetap memilih diam. Hingga saat sampai di sekolah, Alka turut turun dari mobilnya untuk mengantar Galen ke gerbang sekolah. Tanpa menyalami punggung tangan Papanya, Galen langsung pergi begitu saja. “Woy, Galen. Salim dulu sama Papa!” pinta Alka yang berdiri di belakang anaknya. Galen tidak menjawab, bocah itu tetap menatap ke depan dan memasuki kelasnya, meninggalkan papanya yang saat ini berdiri di depan gerbang sekolahnya. Alka menghembuskan napasnya, dia pun tidak mau menjadi Raden Alka Naradipta yang merupakan orang biasa yang belum menikah. Namun, mau bagaimana lagi kalau dari banyaknya cewek, satu pun tidak ada yang diminati oleh Alka. Alka memasuki mobilnya dan menjalankan ke rumah sakit. Sepanjang jalan, Alka menatap dengan awas ke depan. Sudah satu tahun lamanya dia tidak lagi bertemu dengan pasien aneh. Alka kembali menata hidupnya dengan baik. Enam bulan lalu Mulya update status di Tiktoknya. Kemunculan Mulya yang ditunggu-tunggu Alka membuat Alka sangat senang melihat jejak Mulya lagi. Sayang seribu sayang, kemunculan Mulya di media sosial hanya untuk mengunggah fotonya dan foto seorang cowok. Hal itu membuat Alka semakin bertekad untuk memulai hidup barunya tanpa bayang-bayang cewek gila itu. Sesampainya di rumah sakit, Alka segera memarkirkan mobilnya dan berjalan melewati koridor rumah sakit yang panjang. “Selamat pagi, Dokter Alka,” sapa beberapa dokter yang tidak sengaja berpapasan dengannya. “Pagi,” jawab Alka seadanya. Langkah tegap pria itu membawanya ke ruangannya. Saat akan membuka pintu ruangannya, seorang dokter menginterupsi Alka. “Dokter Alka,” panggil Dokter Afif. “Iya, ada apa?” tanya Alka. “Dokter, hari ini anak koas dari Universitas Kedokteran akan datang,” ujar Afif. Alka menghela napasnya, saat banyak dokter muda senang mendapatkan peserta koas, tetapi berbeda dengan Alka yang kesabarannya sangat tipis. Alka tidak suka saat banyak orang bertanya ini-itu karena sangat berisik. Alka memang tidak sadar diri kalau dulu sebelum menjadi dokter, dia juga menjadi peserta koas. Dokter senior mengajarinya dengan senang hati, tetapi saat disuruh mengajari balik, Alka malah ogah-ogahan. “Dokter Nendra menyuruh Dokter Alka menjadi mentor salah satu peserta koas dan menjadikannya asisten Dokter Alka,” jelas Afif. “Lalu kamu?” tanya Alka. “Saya akan menjadi asisten Dokter Neo,” jawab Afif. “Hah, merepotkan,” keluh Alka memasuki ruangannya. Alka benar-benar tidak siap bila ada peserta koas yang banyak. Hari ini raut muka Alka yang sudah suram pun menjadi suram. Orang kalau sudah apes terkadang ya apes banget. Pagi ini Galen sudah sudah membuat mood Alka suram, dan sekarang ditambah ada peserta koas. Pukul sembilan pagi, Alka datang ke aula rumah sakit untuk menyambut peserta koas. Saat sampai di aula, suasana sangat ramai. Alka kembali menghembuskan napasnya saat banyaknya peserta koas di luar ekpektasinya. Meski nanti akan dibagi ke beberapa dokter sesuai spesialis yang diambil, tetapi melihat banyaknya anak baru membuat Alka capek sebelum berjuang. “Eh Dokternya ganteng banget!” pekik salah satu seorang gadis membuat seluruh mata menatap ke Alka. Alka segera memalingkan wajahnya. “Wah iya ganteng banget,” jawab yang lain. Kini suara krasak-krusuk terdengar nyaring membicarakan Dokter Alka. Hanya ada beberapa dokter muda di antara dokter senior. Kebanyakan dokter muda pun sudah menikah, hanya Alka yang di jari manisnya tidak ada cincin, membuat para peserta koas cewek berharap semoga bisa dimentori langsung oleh dokter itu. “Dokter, silahkan melakukan pidato sedikit untuk acara pembukaan peserta koas,” bisik Afif yang sudah berdiri di belakang Alka. Alka sedikit tersentak karena kaget. Asistennya sudah seperti jailangkung yang selalu datang tidak diundang dan pergi pun tidak pamitan. “Kenapa harus saya?” tanya Alka mendesis. “Dokter Nendra menyuruh Anda yang membukanya,” jawab Afif. Dokter Alka menjadi anak kesayangan Dokter Nendra, apa-apa harus Alka yang menghandle. Alka merapikan jasnya, bahkan dia tidak mempunyai persiapan apa-apa untuk berbicara di depan. Namun, karena terdesak, Alka pun menuju ke podium yang sudah disediakan mikrofon untuknya berbicara. “Selamat pagi,” sapa Alka membuat seluruh peserta koas kompak membalas sapaannya. Alka mulai berbicara dengan kata-kata sambutan. Rumah sakit tempatnya bekerja adalah rumah sakit besar yang menjadi rujukan. Banyak Dokter yang hebat dan semua bekerja secara profesional. Kini penerimaan peserta koas pun lumayan banyak. “Tuhan, aku mau pingsan!” pekik seorang gadis membuat Alka menghentikan ucapannya. Pun dengan peserta koas yang lain menatap ke sumber suara. Alka merasa tidak asing dengan suara itu, meski sudah lama, tetapi suaranya tetap sama. Mata Alka menatap ke seorang gadis yang saat ini memegangi dadanya, gadis itu lah yang sudah berteriak nyaring. Waktu seolah berhenti bergerak, bagi Alka semua ini hanya lelucon semata. Alka mati-matian berusaha move on dari gadis yang sudah membuatnya terbawa perasaan. Saat susah payah dia move on, dengan kurang ajarnya gadis yang sudah lama menghilang kini datang lagi. “Menyembelih sapi dengan parang, siapa Dokter paling tampan kalau bukan Dokter Alka seorang!” pekik Mulya yang kini mendapatkan sorakan dari teman-temannya. Alka mengepalkan tangannya dengan kuat saat mendengar godaan dari Mulya. Kalau dulu Mulya menggodanya di ruangannya, sekarang gadis itu sudah naik kelas menggoda di aula dan di depan khalayak ramai. “Dokter, jangan maju-maju! Ketampanan Dokter meruntuhkan duniaku!” pekik Mulya lagi yang kembali mendapat sorakan. Wajah Alka seketika memerah mendengar ucapan Mulya. Pria itu ingin kabur saja dari sini saking malunya. Dia seorang Dokter yang terkenal berwibawa, tetapi sekarang pipinya memerah karena godaan gadis kecil itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN