BAB 9: Trik Rahasia

1104 Kata
"Karena suara bisa membunuh saya.” Kalimat itu selalu berputar-putar mengitari kepala Asley. Ia memang diam saja sejak Luis mengatakan hal mengejutkan tersebut, saking terkejutnya ya, Asley tidak tahu harus merespon seperti apa. Berbagai pertanyaan pun mulai muncul menyerang isi otaknya. Seperti … bagaimana mungkin ada manusia yang bisa mati karena suara? Asley tidak pernah tahu hal seperti itu, bahkan dari buku-buku yang ia baca sekali pun, hal seabstrak mati karena suara tidak pernah didengar oleh Asley sebelumnya. Namun, kalau diingat-ingat lagi … Luis ‘kan berbeda, sosok seperti Luis itu langka. Ah, maksud Asley adalah bagian bagaimana seseorang yang buta bisa bergerak sesuka hatinya. Bukan bagian Luis yang nekat menemani Asley yang padahal adalah gadis terkutuk, apalagi mengenai ketampanan yang Luis miliki. Tidak. Bukan bagian yang itu. Ah … kenapa Asley jadi memikirkannya? Kenapa Asley jadi berisi keras menyangkal hal gila itu? Duh, dasar gadis gila! Asley memaki dirinya sendiri di dalam hati. “Tuan Putri,” panggil Luis pelan, membuat yang disebut namanya tadi langsung menoleh. “A-Ada apa?” Luis menyungging senyum yang terlihat menyebalkan. “Tadi Anda sedang memikirkan saya, kan?” tuduhnya dengan sangat cemerlang. Seratus untuk tebakan itu dan mari beri nilai seribu untuk kekurang ajaran Luis. Wajah Asley langsung bersemu merah, ia lantas menyentak tangan Luis dan berteriak, “Tidak benar! Aku hanya terpikir masalah suara yang dapat membunuhmu! Bukan soal ketampanan dan kebaikan hatimu ingin membantuku!” Kemudian, mari beri nilai sepuluh ribu untuk kejujuran Asley. Wajah Luis berbinar jenaka, pemuda ini berusaha menahan tawa. “Baiklah, tentu saja. saya percaya pada Anda.” Padahal tadi Luis ingin menerangkan soal bagaimana ia bisa melihat dan bagaimana ia bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran orang-orang. Namun, Luis sendiri masih dalam tahap belajar. Iya, dia tidak sepandai itu menebak isi pikiran dan hati orang-orang. Asley adalah kasus langka karena gadis tersebut sangat transparan … maksud Luis adalah, Asley terlalu polos. Jadi, Asley tak mungkin memiliki pikiran terselubung yang gelap. Seperti tadi saja, meski Asley mengelak, gadis lugu ini malah mengatakan yang sejujurnya. Luis jadi gemas sendiri. Ah, kadang dia juga penasaran bagaimana dengan sosok Asley jika matanya berfungsi. Ia acap kali mendengar para pelayan—terutama pria—yang memuji paras memesona dari pemilik Kastil Medeia tersebut. “Kita sebentar lagi akan mencapai desa Athenia. Mulai dari sana saya meminta izin untuk memanggil Anda dengan nama dan … tentu saja saya tidak akan memanggil marga Anda. Apa boleh?” Bukannya menjawab, Asley malah berekspresi kebingungan. “Kenapa?” tanyanya begitu polos. Dasar. Luis jadi ingin menyentil jidat sang murid. Kata para pelayan di Kastil Medeia yang tidak sengaja melihat Asley dari kejauhan saja—tanpa bertatap mata—mengatakan bahwa sosok Asley sangatlah menawan. Benar-benar seperti tuan putri dari negeri dongeng yang banyak diceritakan. Luis jadi penasaran dengan warna … karena dia tidak pernah melihatnya. Namun, yang jelas mereka—para pelayan pria—memuji betapa indahnya rambut pirang keemasan milik Asley. Bahkan ada yang pernah melihat sekilas wajah Asley dan jadi sangat mengagumi majikannya itu. Dia bersaksi bahwa Asley memiliki wajah yang oval, alis yang melengkung, bentuk mata seperti kacang almond dengan netra bak permata Amethys, hidung mancung yang mungil, bibis yang tipis serta kulit putih yang bersinar. "Luis, aku tanta kenapa?" ulang Asley karena tak kunjung mendapat jawaban. “Anda harus menyembunyikan identitas Anda, Tuan Putri. Dunia luar seberbahaya itu. kita tidak bisa tahu siapa yang ingin menyerang, menculik, atau yang berniat baik. Kita hanya bisa memperkirakannya saja dan … lagi pula tidak ada untungnya menunjukkan identitas kebangsawanan Anda di tempat seperti ini. percaya saja pada saya meski saya memang tidak terlalu berpengalaman,” terang Luis panjang lebar. “Ah, benar juga. Baiklah. Kau boleh memanggilku sesuka hatimu.” Luis tersenyum puas. “Terima kasih, Asley.” Sebenarnya Luis sendiri bukan takut dengan hal-hal yang ia terangkan tadi. Pemuda buta ini cukup pandai dalam bela diri dan pada kenyataanya, kalau orang-orang tahu Asley adalah seseorang yang kaya raya, maka para penduduk akan mengelilingi mereka. Luis tidak akan bisa bernapas dengan tenang jika semua keramaian itu jadi tertuju ke arah mereka berdua. Kemudian yang Luis perhitungkan lagi adalah bagaimana jika para penduduk Athenia ini sudah tahu soal rumor kutukan mematikan yang dimiliki oleh Asley dan mereka malah ketakutan lalu … membakar Asley dengan dalih demi kepentingan bersama. “Asley,” panggil Luis lagi. Kini kaki mereka sudah menapaki jalan utama desa Athenia ini. sudah tampak beberapa kegiatan para penduduk dari kelas menengah ke bawah. “Iya?” Asley bergeser mendekat dan otomatis menyelipkan tangannya di antara jemari kekar milik Luis, sedangkan pemuda itu masih berjalan santai dengan tuntunan tongkat khusus orang buta di tangan yang satunya lagi. “Mengerikan,” gumam Luis sangat pelan. “Huh, apa tadi?” Bagusnya Asley tidak mendengar hal itu sama sekali, samar. “Tidak apa-apa. Pokoknya jangan percaya pada manusia.” Tapi … kita ‘kan juga manusia. Asley membatin, hanya saja ia lebih memilih untuk mengangguk dan menurut. Karena pada kenyatannya Asley tidak memiliki pengalaman apa-apa perihal berhadapan langsung dengan manusia sesamanya. *** “Anu … Luis.” “Hm?” “Bukannya kita sedang mencari informasi?” “Benar.” “Jadi … kenapa kita hanya berjalan lurus seperti ini terus?” Asley akhirnya melayangkan protes. Pasalnya sudah hampir setengah jam sejak mereka memasuki desa Athenia ini, tapi Luis bahkan tidak melakukan komunikasi apa-apa pada satu orang pun. Mereka berdua hanya bergandengan tangan dan berjalan lurus menelusuri setapak desa. “Ini saya sedang mengumpulkan informasi, kok,” elak Luis tanpa bukti. Asley menatap sang guru skeptis. Bagian mananya yang sedang mengumpulkan informasi? "Percaya saja pada saya." Luis paham akan kebingungan yang mendera Asley, tapi ia diam saja. Tidak berniat untuk menjelaskan lebih. Pasalnya sikap lucu karena keheranan milik Asley cukup menghibur bagi Luis. Pemuda ini merasa tidak apa-apa mendengar gunjingan para penduduk desa ketika mata mereka semua melihat sosok pemuda buta berjubah misterius tengah bergandengan dengan seorang gadis yang tak dapat menyembunyikan aura kecantikan. Setelah berjalan selama satu jam dan akhirnya mendapat informasi yang cukup. Luis memutar jalan secara tiba-tiba, mereka akan menunjukkan ke tepi hutan terlarang di wilayah desa Athenia ini. “Kita ke mana?” “Menemui Hector Bub.” “Hector … Bub?” “Iya. Dari informasi yang sudah saya kumpulkan, ada satu dukun yang memiliki kesaktian luar biasa. Siapa tahu dia bisa jadi petunjuk penting untuk kita. Namanya adalah Hector Bub. Dia tinggal di tepi hutan terlarang,” terang Luis kelewat santai. Ia sengaja mengabaikan Asley yang bertanya-tanya kapan gerangan Luis mendapatkan semua keterangan tadi sedangkan mereka tidak bertamu satu orang pun yang bertindak sebagai informan. "Hutan terlarang, ya." Luis bergumam ringan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN