BAB 26: Kenangan

1130 Kata
“Aku bilang berhenti!” Tangan Asley terulur ke depan dengan telapak yang di arahkan, jadi menghalangi langkah Luis untuk mendekat. “Aku tidak apa-apa!” ulangnya dengan wajah panik, meski mengeluarkan suara dengan nada penuh emosional. Demi kerang ajaib! Asley tidak sadar akan mulutnya sendiri. Ia hanya ingin menghalau agar Luis tidak mendekat, agar Luis tidak menyadari betapa merah dan panasnya wajah Asley saat ini, dan juga … agar Luis tidak mengetahui debaran gila yang dibuat oleh jantung Asley. Luis kan sensitif akan suara, bagaimana jika Luis bisa mendengar debaran jantung? Kalau tidak salah, Luis pernah beberapa kali menegur Asley sangat berisik. Padahal saat itu mulut Asley tidak terbuka barang sedikit pun, hanya … jantung gadis ini saja yang berdetak tak karuan. Ini mulai mencurigakan, apa dia tanya saja? Ah! Tapi ini bukan saat yang tepat! Dasar Asley dungu. Gadis manis ini mulau merutuki kesalahan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Asley mengepalkan tangan kuat-kuat sampai meninggalkan garis-garis merah di sana. sedikit lebih kuat saja … maka gadis itu bisa melukai tangannya sendiri. “Lagi pula ini di mana?” Asley mulai mengedarkan pandangannya ke sekitar. Tempatnya terasa cukup panas, tapi … ada jejak basah juga, apa baru saja turun hujan? Kondisi pemandangan di tempat kaki Asley berpijak kini sangat asing dan sangat berantakan. Banyak bekas benda-benda perabotan rumah tangga yang sudah hangus terbakar dan berceceran di mana-mana. Ada beberapa dinding juga yang tidak utuh dan terlihat kalau ada bekas lantai yang telah hancur pula. Sekilas pemikiran mengerikan langsung merayap di kepala gadis manis yang bertudung ini. “KYAAA! Apa kalian sudah tak waras? Apa kalian berdua baru saja meledakkan tempat ini? Tempat siapa ini?” pekik Asley begitu heboh, dia tentu saja sangat syok. Asley tampaknya lupa kalau teriakan berisiknya akan berdampak pada Luis yang saat ini sudah menutup kedua telinga. “Punya dia tuh,” jawab hector dengan wajah santai. Sang dukun menunjuk mayat Peri Beel dengan dagu. Tubuh sisa setengah tanpa nyawa itu tepat berada di belakang Asley kini berdiri. Asley otomatis langsung memutar tubuh dan dalam detik itu juga, wajahnya berubah langsung pucat pasi seolah darah Asley sudah tidak mengalir lagi. “AAAAA!!!” Pekikan terakhir yang lebih keras pun terdengar kembali. Benar, pekikan terakhir sebelum akhirnya gadis manis itu terkulai lemas lagi … tidak sadarkan diri. “NONA ASLEY!” “TUAN PUTRI!” Itu adalah suara terakhir yang dapat kepala Asley tangkap sebelum akhirnya semua berubah menjadi gelap dan … sangat sunyi. Perlahan tapi pasti, Asley mulai bisa merasakan tubuhnya lagi. Namun, gadis itu masih tidak bisa menggerakkan barang satu pun anggota badan. Jangankan tangan atau kaki, bahkan membuka kelopak mata yang masih tertutup saja Asley masih tak mampu. Sebenarnya … ada apa ini? Asley bisa merasakan suasana ruangan di sekitar tubuhnya saat ini. Terasa hangat, terasa lembab juga, tapi … sangat nyaman. Seolah-olah, Asley sudah kenal betul dengan tempat ini. Seakan-akan … ia sudah hapal betul dan tinggal lama di sini. “Kakak Beel! Ayo, saatnya bangun! Kita sarapan! Ayah sudah datang, tahu! Ayah sudah datang!” rengek sebuah suara yang terdengar sangat lucu, itu pasti suara anak-anak yang berusia sekitar empat atau lima tahun. Dan anak itu saat ini sedang menarik-narik tangan Asley dengan sangat heboh. Anehnya, Asley bisa membuka mata, tubuhnya menggeliat dan bangun sendiri tanpa perintah. Ada apa ini? Asley mendapati seorang bocah kecil dengan pipi bulat kemerahan dan mata biru bak telaga serta telinga yang runcing … sedang menatapnya penuh kekesalan. Tangan Asley tiba-tiba terulur sendiri untuk menepuk sayang kepala dan mencubit gemas pipi anak kecil tadi, lalu mulut Asley juga bergerak sendiri mengatakan, “Maaf ya, Zee. Kakak terlambat bangun karena kelelahan. Kau tahu sendiri ‘kan malam tadi Kakak kena giliran jaga malam.” Anak kecil yang dipanggil Zee tadi tiba-tiba langsung terbang dengan sayap-sayap kecil di punggung yang baru Asley sadari ada. Zee pun memeluk leher kakaknya penuh sayang, lalu mencium pipi kakaknya. “Makanya ibu buat sarapan yang enak! Ayo, turun!” seru Zee ceria. Ia segera turun dan berlari sangat lucu keluar kamar sang kakak. Asley masih kebingungan dengan situasi sekarang. Dia di mana? Dekorasi kamar di sini terasa sangat asing dan … sangat ganjil. Asley tidak pernah melihat beberapa benda melayang dengan cahaya seperti itu sebelumnya dan yang paling terpenting adalah … dia tadi tak salah dengan ‘kan? Anak kecil itu memanggilnya dengan nama Beel. Siapa Beel? Asley tidak kenal sama sekali dengan nama tersebut. “Hah … Kak Bizel kapan datangnya, ya?” Ah, mulut Asley bergerak sendiri lagi. Tangannya bahkan sudah mengacak rambutnya sendiri, dan kepala Asley menoleh pada sebuah buku catatan di atas meja. Angka macam apa yang tertera di sana? Asley tidak mengerti sama sekali. Namun, tubuhnya lagi-lagi bergerak sendiri, mendekati meja dan meraih buku catatan di sana. “Padahal baru seminggu ….” Entah kenapa jantung Asley berdetak jadi sangat cepat hingga membuat dadanya terasa sesak dan matanya jadi memanas. “Beel! Mau sampai kapan kau di sana?” Kali ini terdengar suara teriakan dari seorang wanita yang memanggil nama sing itu lagi. “Baik, Ibu! Aku segera turun!” Tanpa bisa melakukan apa-apa, kaki Asley melangkah gontai menuju sumber suara tadi. “Selamat ulang tahun, Beel kami!!” seru ketiga orang di ruang makan penuh keceriaan, mereka mendekor indah ruangan ini dan hal terasa sangat menyenangkan. “Haha! Kalian ingat? Aku saja lupa.” Asley kembali berucap sendiri sambil duduk di salah satu kursi. “Ini adalah idenya Zee, dia bilang kau murung akhir-akhir ini. Jadi ibu membuat pesta di rumah saja. Apa tidak apa-apa? Biasanya kita rayakan di Pohon Kehidu—” “Ya ampun, terima kasih Zee.” Mulut Asley memotong kalimat wanita paruh baya tadi, ia menarik anak kecil yang imut itu dan mencium keningnya penuh sayang. “Terima kasih Ayah yang sudah mengambil hari libur temannya demi ulang tahunku. Dan terima kasih juga pada ibu yang harus menyerahkan pekerjaan menjaga gerbang kepada ketua karena ulang tahunku.” “Haha! Sindiran yang bagus!” Sosok lelaki besar dipenuhi otot di sisi sana tergelak nyaring. “Dia benar-benar anakmu …,” respon sang ibu sambil tersenyum lembut. “Katanya hari ini Bizel akan pulang. Mungkin malam baru sampai, jadi jangan bersedih lagi. Bizel kali ini tidak akan ingkar janji dan bisa merayakan ulang tahunmu bersama kita.” Ada kesenangan sekaligus kehampaan yang hati Asley rasakan saat mendengar kalimat tersebut. “Aku tidak apa-apa, Ibu. Terima kasih.” “Haih! Lagi pula kenapa harus Bizel? Anak perempuanku yang satu itu seperti laki-laki berandal yang sukanya berkeliaran ke sana kemari! Beel, kau jangan sampai seperti kakakmu itu nanti. Mengenai jurus rahasia atau apalah itu, ayahmu ini bisa saja mengajarkanmu!” Suasana ruangan langsung dipenuhi canda dan tawa yang hangat … saking hangatnya jadi memabukkan. Di saat itulah baru baru Asley sadar, kalau tubuh ini bukan miliknya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN