[5] Mungkinkah Adnan Cemburu?

1097 Kata
Bagaimana caranya agar Cinta mengerti bahwa hubungan mereka tidak dapat berkembang menjadi sebuah romansa?! Pemikiran itulah yang terus mendiami otak Adnan sejak dirinya menduduki kursi kerja di ruang kantornya. Adnan tak memikirkan mobil mahalnya yang harus memasuki tempat reparasi. Ia merasa bahwa kejadian nahas itu terjadi akibat kesalahannya yang rupanya masih belum sigap menghadapi sikap ajaib sekretarisnya. “Cinta, bagaimana cara untuk menghentikan kamu?” monolog Adnan sembari mengetuk-ngetukkan punggung ruas jari tengah pada meja kerjanya. Bibir pria itu terlipat ke dalam dengan wajah yang kental akan ekspresi berpikir keras. “Hah!” hembus Adnan melalui kedua lubang hidungnya. Sungguh, kasih sayang yang Cinta berikan untuknya sangatlah memberatkan. Dengan menolak Cinta bukan berarti dirinya ingin menyakiti hati gadis itu. Tidak! Penolakan itu tak bermaksud demikian. Adnan menolak karena ia memang tak lebih terhadap anak sahabat ibunya. Selain itu, ia juga harus menjaga hati kekasihnya sekalipun hubungan mereka ditentang dari berbagai arah. Adnan masih ingin mengusahakan hubungannya bersama sang kekasih hati agar mendapatkan doa restu keluarganya. Walau sulit sulit, Adnan akan terus mencoba. Ia menjanjikan hal itu kepada Arabela dan pantang untuknya mengkhianati janji yang telah ia terlontar dari mulutnya. “Cinta, Cinta.” Racau Adna, menggelengkan kepala. “Yuhuuuu!! Cinta is comin Mas Adnan.” Tak pelak Adnan pun tersentak. Tanpa sadar pria itu bahkan mendorong kursi kerjanya ke belakang. “Cin-Cinta? Kok kamu bisa denger saya manggil kamu?” tanya Adnan yang terkaget-kaget dengan kehadiran sekretaris ajaibnya. Cinta pun menyengir. “Iya dong. Kita kan sehati.” Jawabannya pun membuat jantung Adnan seperti tertembak oleh peluru tak kasat mata. “Cinta, serius sedikit ya. Saya mau jantungan loh rasanya..” “Aih!” Cinta melambaikan tangan tepat diwajahnya. “Nggak apa-apa.. Nanti Cinta obatin jantungnya biar sehat seperti sedia kala Mas.” “Ehem..” Adnan berdehem. Pria itu membenarkan posisi duduk dan kancing kemejanya yang tidak bermasalah. “Why Cinta? Ada apa kok masuk ruangan saya?” tanya Adnan kembali demi untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Oh, itu. Di depan ada temen Mas Adnan. Tapi..” “Ya?” Adnan menaikkan sebelah alisnya, menunggu kelanjutan kalimat Cinta yang tampaknya sengaja dijeda. “Kalau dilihat dari mukanya, Cinta nggak yakin deh kalau itu temennya Mas Adnan.” Eh! Mana bisa seperti itu! Memangnya kategori memilah teman hanya berdasarkan raut wajah kah?!— Sekretarisnya memang benar-benar unik kan?! Sampai memilih teman saja dia mempunyai standar uniknya tersendiri. “Memang mukanya dia gimana, Cin?” “Eum, ganteng sih, Mas. Kalau menurut Cinta, ya, agak gantengan dia dikit lah daripada Mas Adnan.” Plak!! Jika tadi senapan yang menembaknya, maka kali ini Adnan seperti tengah merasakan tamparan tak kasat mata yang dilayangkan jari-jari lentik Cinta pada pipinya. ‘Kok begitu? Kalau kamu suka bukannya harusnya saya jadi yang paling ganteng dimata kamu ya?! Wah, sukanya kamu kayaknya cuman tipu-tipu aja nih, Cin!’ dumel Adnan dalam hatinya. Pria itu tak sadar saja jika dumelannya dapat diartikan sebagai sebuah kecemburuan terhadap gadis yang tak diingininya. “Owh, begitu. Nam-Namanya.. Kamu tanya nama tamu yang ngaku sebagai teman saya kan?” “Kim..” “Kimberly?” “Aish, cowok Mas Adnan! Kan Cinta tadi bilang kalau dia lebih ganteng dari Mas!” protes Cinta karena tampaknya Adnan tidak mendengarkan laporannya. “Ah, iya, iya.. Kim siapa dong?” “Wait..” Cinta membelai dagunya naik turun. “Kim..” gumamnya seraya mengingat kembali siapa tamu yang mencari atasannya. “Kim.. Kim Nat..” “Kim Nathan?!” “Nah! Iya!” pekik Cinta, membenarkan. Gadis itu lantas mendekati kursi kerja Adnan dengan langkah cepatnya. “Mas Adnan, Mas!! Dia Oppa-Oppa Korea ya?” selidik Cinta, antusias. “Masih muda dia, Cin. Masa kamu panggil Opa..” Gemas dengan tanggapan Adnan yang ndeso, Cinta pun mencubit lengan pria itu. “OPPA Mas, bukan Opa! Beda keleus. Oppa tuh buat sebutan orang Korea!!” Perjelas Cinta agar Adnan mengerti maksud dari perkataannya. “Iya, dia keturunan Korea tapi Mamanya orang Semarang.” “Widih! Bisa nih buat cuci mata kalau Cinta bosen ngeliat Mas Adnan.” Adnan membelalakkan matanya. Pernyataan Cinta saat ini begitu kontras dengan ungkapan rasa cinta yang setiap harinya selalu gadis itu gaungkan ditelinganya. “Kamu udah nggak suka sama saya?” “Masih kok, Mas. Mas nomor satu di hati Cinta. Tapi ya.. Gimana ya..” Adnan mencondongkan punggungnya ke depan. “Gimana apanya, Cin?” “Berhubung Mas Adnan lagi mendua sama Mbak Ara, bolehlah Cinta yang nunggu putusnya, nyari kasih sayang ke orang lain dulu.” “Oalah, Mbak Cinta jomblo toh? Annyeong, Nan..” Suara seorang laki-laki yang berdiri pada ambang pintu ruang kerja Adnan pun menyentak keduanya. Cinta kontan terburu-buru untuk memutar tubuh. “Statusnya jomblo, Oppa. Tapi hatinya nyangkut ke pacar orang, hehehe..” Aku Cinta, terlewat jujur. Adnan yang berada dibelakang tubuh Cinta tak kuasa untuk menepuk keningnya. “Hai, Bro. Masuk-masuk. Nggak usah didengerin sekretaris gue. Anaknya agak unik emang.” Nathan terbahak. “She is cute..” Puji pria itu dengan senyum ramahnya. “Kalau Mbaknya mau mendua hati, saya kosong kok. Kebetulan saya pulang ke Indonesia untuk cari pasangan orang sini.” “Cinca?” balas Cinta, sumringah. Gadis itu menggunakan bahasa Korea yang dirinya dengar dari drama. “Ne.” “Ya Ampun, Mas Oppa. Cinta free sampe janur kuning melambai di depan rumah Mas Adnan. Yuk lah kita try. Siapa tau pas Mas Adnan beneran nikah, Cinta patah hatinya kan nggak usah nggak lama-lama jadinya.” “Cinta...” panggil Adnan, lemah-lembut. “What up’s, Mas Adnan? Mas Adnan cembokur? Panas kah hatinya? Mau telepon Mbak Ara buat minta putus?” Adnan menggeleng. “Tolong telepon pantry dari meja kamu ya. Minta buatin americano dingin.” “Yah, Mas Adnan nggak asik!!” dengus Cinta, menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. “Mas Oppa, bentar ya. Ntar kita sambung lagi PDKT-nya.” Ucap Cinta, mengerlingkan satu matanya hingga membuat Nathan terpingkal. Setelah pintu ruang kerja Adnan ditutup dengan bantingan yang tak keras, Nathan pun membuka kembali mulutnya. “Gila. Your secretary. She is very nice. Kalau diliat-liat, interaksi kalian nggak kayak bawahan sama atasan.” “Dia gadis yang nyokap pengen jadiin mantu.” “Really?” Bak tersambar petir di siang bolong, kesadaran Adnan pun serasa dibangkitkan. ‘Kenapa saya harus menjelaskan sedetail ini? Kenapa nggak saya jodohkan saja mereka berdua biar hubungan saya dan Araya aman.’ “Lo tertarik?” “Siapa yang nggak suka sama gadis seimut itu. Even bukan gue, cowok-cowok diluar sana pasti banyak yang ngantri.” Entah mengapa, Adnan merasa terganggu mendengarnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN