6. Rencana Gila Agastya

1592 Kata
Warning 21+ “Halo, Asri. Saya akan sedikit terlambat datang ke kantor, tolong meeting pagi ini dengan staf ditunda sampai setelah makan siang.” Agastya tengah menelepon sekretarisnya mengenai keterlambatan dirinya. “Baik, Pak,” balas suara di seberang yang tidak lain adalah sekretaris pria itu. “Oke.” Agastya cukup senang dengan sekretarisnya yang tidak banyak bertanya. Agastya mematikan sambungan teleponnya, lalu menoleh ke arah belakangnya di mana Aleena tengah duduk di atas ranjang yang dia yakin memperhatikannya sejak tadi. Kemudian pria itu memasukan satu tangannya ke saku celana dan mengambil beberapa langkah ke depan hingga tepat berdiri di dekat ranjang. “Jadi, Aleena ... Kamu sudah memutuskan?” tanya Agastya memandang gadis cantik yang sempat muncul dalam mimpinya tadi malam. “Om bisa lihat aku masih di sini.” Gadis itu menatap datar pada pria di depannya yang sempat membuatnya kesal tadi malam. “Yeah, saya tau. Apa kamu siap?” Pria itu bertanya lagi. Aleena memandang pria di depannya yang pagi ini terlihat sangat sempurna, bersetelan rapi, wajah yang bersih, potongan rambut yang disisir rapi, dan aura kekuasaan memancar dari wajahnya yang penuh tipu daya. Tatapan mata pria itu mengintimidasi dirinya. Aleena seperti tengah ditelan-jangi. Tadi malam setelah kepergian Agastya, dia memesan makan malam yang diinginkannya. Setelah itu dia kesulitan untuk tidur karena memikirkan tentang dirinya yang berada di posisi sulit. Mungkin bila pria itu tidak hanya memberi dua pilihan, tetapi tiga pilihan, itu akan sangat memudahkan dirinya untuk memilih. Nyatanya pria itu hanya memberi dua opsi yang keduanya sama sekali tidak menguntungkan dirinya. Walaupun dia tahu pilihan terbaiknya adalah pria itu akan memberi perlindungan dirinya dari anak buah mucikari dan mantan temannya yang pasti saat ini murka padanya. Aleena pikir pria yang menjadi suami tantenya itu akan bisa menyelamatkan dirinya tanpa memanfaatkan tubuhnya. Ternyata pria bernama Agastya itu malah ingin menjadikan dirinya sebagai simpanan. Apa pria itu masih tidak cukup puas dengan memiliki satu wanita saja di hidupnya? “Apa kita akan melakukannya sekarang?” tanya Aleena balas menatap pria itu. “Tidak sekarang, tapi secepatnya. Mungkin besok, karena kita tidak akan melakukannya di sini dan saya akan menghabiskan waktu bersama kamu seharian.” Aleena menelan ludahnya, menatap ngeri pada pria beristri itu yang telah merencanakan semua ini dengan sangat matang. Ini adalah kali kedua mereka bertemu dan pria itu seolah sudah menguasai hidupnya. “Bagaimana bila Tante Marisa tau?” tanyanya penuh dengan kekhawatiran. Hanya itu yang dia takutkan dari semua ini. Bagaimana mungkin dia menjadi simpanan tantenya sendiri, orang yang telah membantunya. “Dia tidak akan tahu apapun, Aleena. Saya akan memastikan hal itu tidak terjadi, itu sebabnya saya ingin kamu tidak melawan dan jangan membantah saya selama kita dalam kesepakatan.” “Memangnya mau sampai kapan Om jadikan aku sebagai simpanan?” Sepasang mata Aleena menyipit menatap Agastya. “Sampai saya bosan sama kamu.” Aleena tersenyum kecut. Murahan sekali dirinya, hanya dibutuhkan sampai pria itu bosan memakainya. “Kapan Om bosan sama aku?” Agastya sedikit menggeram, dia kesal karena gadis itu karena terlalu banyak bertanya. Kemudian dia memilih mengambil duduk di ujung ranjang, berhadapan dengan gadis itu. “Saya tidak tau, Aleena, saya juga belum tidurin kamu.” Sontak saja Aleena menganga tak percaya, pria itu terlalu frontal mengatakan keinginannya. Tangan Agastya menyentuh ujung kaki Aleena, membelainya lembut, merasakan kulit halus gadis itu yang bersentuhan dengan kulitnya sendiri. Aleena merasakan sesuatu seperti sengatan listrik ketika pria itu menyentuh kulitnya. Tubuhnya sedikit bergetar hanya karena pria itu menyentuhnya. “Kamu harus berada di sini sampai besok. Kamu tidak akan pulang ke kosan kamu, karena di luar sana masih tidak aman. Saya yakin teman kamu dan anak buah mucikari itu masih mencari kamu dan mendatangi kosan kamu.” “Leena ada kelas, Om, dan gak bisa bolos.” “Saya gak bisa biarkan kamu di luar sana sendirian, Aleena. Tunggu sampai lusa—” “Kenapa lusa?” tanya gadis itu memotong kalimat Agastya. “Saya sudah katakan pada kamu, bahwa kita akan menghabiskan waktu seharian besok. Apa kamu lupa?” Aleena menelan ludahnya kembali. Dia lupa mengenai yang satu itu. “Apa yang akan Om lakukan dengan melindungi aku?” “Aleena, bisa tidak kamu jangan banyak bertanya? Sekarang lepas semua pakaian kamu.” “Om mau apa?” Sepasang mata gadis itu membeliak mendengar perintah Agastya. “Saya mau lihat kamu. Pergi ke toilet dan lepas semua,” titahnya lagi tanpa ingin dibantah. “Om bilang kita gak akan lakukan itu sekarang.” Aleena balas berteriak pada pria itu. “Saya akan lakukan sekarang kalau kamu masih saja cerewet, Aleena!” Aleena segera turun dari ranjang dan berlari masuk ke dalam toilet dengan perasaan kesal karena pria itu mengancamnya. Di dalam toilet, Aleena segera melepas seluruh pakaiannya, berikut dengan bra dan celana dalamnya. Kemudian dia mengambil jubah mandi dan mengenakannya. Sebelum keluar dari kamar mandi, gadis itu memandangi pantulan dirinya pada cermin di depannya. “Apa yang akan dia lakukan padaku?” tanyanya putus asa. Aleena keluar dari toilet dengan perasaan enggan. Dia memeluk tubuhnya yang hanya mengenakan jubah mandi dan tidak mengenakan apapun lagi di dalamnya. Agastya yang masih terduduk di atas ranjang kemudian berdiri, menyadari jika gadis itu telah keluar dari toilet. Pria itu melepas jas nya dan meletakkan di atas ranjang. “Lepas jubahnya, lalu berbaring di ranjang.” Pria itu kembali memberi perintah. Kaki Aleena terasa berat untuk melangkah ke arah ranjang. Tangannya pun tampak sangat enggan untuk melepas jubah mandinya, mengingat dia tidak mengenakan apapun lagi di dalamnya. Tapi, dia harus menuruti perintah pria itu. Akhirnya, dengan gerakan pelan dia mulai menarik ikatan jubah mandinya dan melepas benda itu dari tubuhnya. Agastya yang tengah menggulung lengan kemejanya, sempat menelan ludah tatkala melihat tubuh polos gadis itu tepat di hadapannya. Aleena memiliki tubuh yang sempurna, persis yang diinginkannya. Tubuh yang kecil, ramping, dan sangat seksi. Ukuran dadanya pun tidak begitu besar, masih ukuran standar seperti gadis-gadis seusianya. Aleena naik ke atas ranjang dan berbaring di sana. Tatapan matanya tertuju pada Agastya yang juga memandangi dirinya dengan tatapan lapar. Ini adalah kali pertama dia mempertontonkan tubuhnya yang tanpa sehelai benangpun pada seorang pria. Seorang pria beristri. Dan, lebih parahnya lagi adalah pria itu suami tantenya. Ini sangat gila. Agastya menghampiri ranjang dan duduk di tepinya. Pria itu membelai wajah Aleena, di mana tatapan mata mereka masih saling mengunci satu sama lainnya. Lalu, pria itu membungkuk untuk mencium bibir Aleena. Aleena terkejut merasakan bibir tebal Agastya yang melumat bibirnya. Ini memang bukan ciuman pertama Aleena, sehingga dia membuka bibirnya dan membalas ciuman pria itu. Di sela-sela ciuman mereka, Aleena merasakan jika tangan besar pria itu mulai meraba ke bagian payu-daranya dan meremas lembut. Hingga akhirnya ciuman itu berakhir, Agastya berpindah posisi dengan naik ke atas ranjang dan berada di antara kakinya. “Om ....” Aleena mulai ketakutan sekarang. Tangan pria itu membelai kakinya hingga sampai ke paha dalamnya, merasakan kulit putihnya yang sehalus porselen. “Rileks, Aleena, agar kamu bisa menikmatinya.” Agastya menelan ludahnya tatkala dihadapkan dengan sebuah lipatan daging berwarna merah muda yang dia yakin masih sangat sempit dan sama sekali belum pernah terjamah dan dimasuki tangan pria lain. Pria itu memuji Aleena yang pandai menjaga kebersihan kewanitaannya sehingga membabat habis rambut-rambut yang tumbuh liar di sekitaran bagian sensitifnya. Kemudian, dia mendekatkan wajahnya untuk mencium aroma bibir kemaluan gadis itu yang sangat menggoda kelelakiannya. Aleena bukannya rileks malah bergerak gelisah, entah apa yang akan dilakukan oleh pria itu pada dirinya. Hingga dia merasakan sesuatu yang basah menjilati bagian sensitifnya. “Ah, Om ....” Napas Aleena memburu merasakan lidah hangat pria itu menginvasi inti tubuhnya. Dia merasakan sebuah sensasi luar biasa yang belum pernah dia rasakan sebelumnya dan apa yang dilakukan oleh Agastya sangat membuatnya terlena. Suara desah gadis itu memenuhi ruangan kamar hotel tersebut. Agastya menggila di bawah sana mencium, menghisap, dan menjilati dengan penuh nafsunya. Hingga membuat tubuh Aleena bergetar dan menggelinjang hebat atas perbuatan pria itu. Aleena merasakan seperti ingin buang air kecil. “Om, Leena mau pipis. Awas, Om, Leena mau pipis.” Gadis itu cemas dengan tubuh yang bergetar hebat tatkala sesuatu menyembur dari pusat tubuhnya. Agastya tidak memedulikan ucapan Aleena yang mendesak, dan memilih menghisap cairan milik gadis itu yang baru saja merasakan o*****e pertamanya. Aleena menatap pria itu dengan pandangan sayu, dia lelah padahal tidak melakukan apa-apa, tapi tidak bisa dipungkiri apa yang dilakukan oleh Agastya pada miliknya sangat membuatnya puas dan menginginkan lebih. “Om,” panggil gadis itu dengan suara memelasnya. Agastya kembali mencium bibir Aleena, dia tahu apa yang diinginkan gadis itu. “Besok, saya akan puasin kamu.” *** Agastya sudah berada di kantornya saat ini, meninggalkan Aleena tetap berada di hotel hingga besok pagi. Pria itu tengah berbicara dengan seseorang di telepon. “Mbak, besok gue mau ke Bandung, kalau Marisa tanya, bilang aja gue ke tempat lo, bahas kerjaan.” “Lo mau ke sini, Aga?” tanya Nata, kakak sulung Agastya yang sudah lama menetap di kota kembang itu bersama keluarga kecilnya. “Iya, tapi kalo Marisa nanya, Mbak bilang aja seperti yang tadi gue kasih tau.” “Agastya Dewandaru, Lo mulai berani macam-macam, ya?” tuduh wanita itu pada sang adik. “Enggak, Mbak. Gue ada urusan di sana seharian, tapi gak bisa ajak Marisa sama Farel. Bisa kan Lo bantu gue, seperti yang gue minta tadi, Mbak?" “Tentu saja bisa, tapi itu gak gratis, Agastya.” Agastya tertawa, sangat Nathania sekali meminta imbalan. “Lo mau apa, Mbak. Biar gue beliin.” Nata menyebutkan barang yang dia mau pada adiknya. Agastya pun mengiyakan, lalu mengakhiri panggilan teleponnya. “Sempurna!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN