1. First Meet

1578 Kata
“Glass House nanti malam?” “Whoa! Tumben Lo, ngajak keluar, Ga. Biasanya juga paling malas kalo diajak keluar dan lebih milih nyusu sama bini lo.” Ronny salah satu sahabat dekat Agastya menyahut dari seberang sana seraya mengejek pria itu. “Suntuk gue, Ron. Udah seminggu Icha datang bulan gak kelar-kelar." Agastya bersungut-sungut. Kembali terdengar suara Ronny yang tergelak di ujung sana, menertawakan Agastya yang tengah uring-uringan karena belum mendapat jatah dari istrinya sejak Minggu lalu. “Ayo, deh. Nanti gue kabarin yang lainnya." “Oke. Sampai nanti." Biasanya kalau sudah begitu, mereka akan bertemu di kelab langganan mereka dan bersenang-senang hingga menjelang pagi buta. Agastya Dewandaru yang lebih disapa akrab dengan Aga, mematikan sambungan teleponnya bersama Ronny Setiawan sejawatnya sejak kuliah dulu. Selain Ronny, ada Diaz Prayoga dan Dhani sahabatnya yang lain. Mereka telah memiliki istri masing-masing, selain Dhani tentunya, karena sudah berpisah dengan istrinya setelah menjalani pernikahan selama tiga tahun. Mereka lebih sering menghabiskan waktu senggang di kelab malam langganan dan melakukan kenakalan tipis-tipis yang tentunya tanpa sepengetahuan dari istri-istri mereka. Bila sedang rajin, mereka akan menghabiskan waktu dengan memancing untuk melatih kesabaran guna menghadapi istri-istri mereka. Pukul empat sore lewat lima belas menit, Agastya bersiap untuk pulang setelah seharian sibuk bergulat dengan beberapa kesibukan. Pria itu menjabat sebagai CEO di Dewandaru Group, merupakan perusahaan keluarga yang bergerak di bidang ritel. Mereka memiliki beberapa gedung pusat perbelanjaan di kota-kota besar dan mulai melebarkan sayapnya memasuki ke pelosok-pelosok negeri. “Pak Aga, sudah mau pulang?" Asri, sang sekretaris mencegatnya saat dia baru saja keluar dari ruangan kantornya. “Ini Jumat, Sri, sudah waktunya kamu persiapan untuk weekend. Hang out bareng teman-teman kamu.” Asri tertawa kecil. “Saya akan lembur, Pak, diminta sama GM untuk review prodak baru." “Oh, ya? Kenapa saya tidak diberitahu?" Tanya Agastya yang menyadari dirinya kurang update. “Oh, kalau bapak tidak harus ikut review karena ini masih sample, jadi kalau nanti sudah ‘ok’ saya akan langsung kirim ke bapak untuk persetujuan," ucap Asri menjelaskan tentang rencana lemburnya. Aga manggut-manggut mengerti. “Oke, atur saja semuanya, Sri. Beritahu GM Surya, saya minta dilibatkan nanti." “Baik, Pak Aga, selamat berakhir pekan dan titip salam untuk Ibu Marisa." “Oke, Asri, selamat lembur.” Agastya langsung masuk ke dalam lift yang kebetulan pintunya sudah terbuka. Jalanan protokol sore itu sedikit padat karena bersamaan dengan jam pulang para pegawai korporat. Agastya mengembuskan napas panjang sembari menyalakan musik untuk menghalau kebosanan. Jakarta tanpa kemacetan bukanlah hal baru baginya. Setelah berjibaku dengan kendaraan lain di jalanan arteri kurang lebih empat puluh menit, akhirnya Agastya sampai juga di rumahnya. Tampak Camry hitam milik sang istri terparkir manis di garasi rumah mereka yang artinya Marisa sudah ada di rumah. Biasanya istrinya akan sibuk di luaran, entah itu berkumpul dengan teman-teman sosialitanya, atau berkunjung ke rumah orang tua mereka. Saat masuk ke dalam rumah, Agastya disambut dengan suara riang Farel, putranya yang berusia tiga tahun. Farel tengah bermain di ruang santai dengan ditemani baby sitter-nya. “Mama mana, Jagoan?” tanya Agastya pada bocah kecil yang tengah asik merangkai mainan kereta api. “Di kamar.” “Ya, sudah. Main lagi sama si Mbak ya, papa nyusul Mama ke kamar dulu. Oke?!” “Okey.” Agastya mengusap-usap puncak kepala Farel, lalu melangkah menuju kamar utama di mana istrinya berada. “Sayang.” Agastya membuka pintu kamar dan mendapati sang istri yang tengah berbicara dengan seseorang di telepon. “Ya, kamu main ke sini aja, Len, ketemu sama Farel, dia udah gede loh. Dia pasti gak kenal kamu, soalnya udah lama juga kan." Agastya memeluk istrinya dari belakang dan menciumi pundak hingga ke lehernya yang jenjang. Marisa merasa kegelian sehingga membuat suaranya tidak jelas. “Main ke sini, Len. Besok aja gimana? Tante ada kok, di rumah. Gak apa-apa, Leena, santai aja, Om Aga gak galak.” Marisa tertawa kecil ketika tahu sepupunya itu takut bertemu dengan suaminya, lebih tepatnya sungkan. “Oke, sampai besok, ya. Kabarin aja kalo mau ke sini. Dah!” “Siapa?” tanya Agastya yang masih berada di posisinya di belakang tubuh sang istri. “Leena, sepupu jauh aku, anak dari sepupu mama.” “Oh." Agastya hanya ber-oh ria saja, karena memang dia tidak begitu mengenal dengan saudara-saudara istrinya yang lain kecuali adik dan kakak Marisa. “Dia tinggal di Surabaya, tapi dia kuliah di Jakarta sini. Jadi aku nyuruh dia main aja, karena gak ada teman di Jakarta juga. Eh, sebenarnya ada sih, tapi aku inget pesan tante Sekar, nitip Leena, katanya.” Marisa berceloteh panjang lebar mengenai sepupu yang tidak dikenal oleh Agastya sama sekali dan pria itu hanya manggut-manggut saja berpura-pura mengerti. “Udah ceritanya?" tanya Agastya yang tidak begitu berminat dengan entah siapa sepupu istrinya itu. Marisa menautkan kedua alisnya seolah bertanya pada sang suami, seraya memutar tubuhnya menjadi berhadapan dengan pria itu. “Kamu kenapa, deh?" Marisa tertawa kecil melihat ekspresi wajah suaminya yang tampak bete setelah mendengar penjelasannya tentang adik sepupunya. “Aku mau keluar nanti malam. Nongkrong sama Ronny dan yang lainnya. Boleh?” tanya pria itu meminta izin. Marisa tidak langsung menjawab, jelas dia mengenal semua teman-teman suaminya, karena mereka saling terbuka satu sama lain. Bahkan, Marisa juga mengenal baik istri-istri dari teman-teman suaminya. Sehingga jika suami mereka belum ada kabar, mereka akan saling mengabari satu dengan yang lainnya. Seingatnya memang Agastya sudah lama tidak pernah keluar untuk nongkrong di kelab, biasanya hanya keluar untuk main futsal atau ke tempat gym. “Boleh, asal—” “Gak ada ceweknya.” Agastya yang melengkapi kalimat istrinya. “Nah, itu kamu ngerti.” Agastya mengecup kening istrinya. “Jadi, boleh kan, ya?” tanyanya memastikan lagi. “Boleh dong, masa enggak.” Wajah Agastya sumringah mendapat izin dari sang istri. Kemudian dia mengucapkan terima kasih, seraya kembali mengecup kening Marisa yang kali ini menurun ke hidung dan bibirnya. “Mandi bareng, yuk?” ajak pria itu dengan manjanya. “Aku masih belum bersih, Sayang,” balas Marisa dengan raut menyesal. “Hm, oke deh.” Akhirnya dengan berat hati, Agastya melangkah masuk ke dalam toilet untuk membersihkan diri. Malam harinya sekitar pukul sepuluh, Agastya sudah berada di Glass House dan bertemu dengan Ronny di sana. “Diaz sama Dhani mana?" tanya Agastya seraya mengambil duduk di sofa berwarna merah yang melingkar itu. “Bentar lagi mereka sampe,” balas Ronny seraya menenggak minumannya hingga tandas. Suasana masih belum terlalu ramai tapi mereka bisa bersenang-senang menikmati musik yang menghentak sambil cuci mata melihat wanita-wanita berpakaian seksi dan hampir terbuka. “Anjir! Liat ke arah jam dua belas, Ga,” bisik Ronny pada Agastya, seraya menunjuk ke arah yang mana pada seorang wanita mengenakan dress warna merah ketat dengan payudaranya yang hampir menyembul keluar dari tempatnya. Jelas saja wanita itu sedang mencari target. Agastya berdecak, lalu mendorong tubuh Ronny menjauh darinya. Selera dia dan Ronny jauh berbeda. Ronny penyuka wanita seksi berisi, sedangkan Agastya lebih suka dengan wanita bertubuh kecil dan mungil, walau tubuh Marisa tidak seperti yang dia inginkan tapi Marisa memiliki body goal yang didambakan para wanita dan dia cukup beruntung karena memiliki istri yang lebih dari segalanya. “Gila, sama yang begituan Lo gak tertarik, Ga. Dasar aneh lo!" Ronny melempar tisu—yang sudah diremas-remas menjadi bulatan yang tidak beraturan ke arah Agastya, tetapi pria itu tidak peduli. Dia hanya sedang ingin menikmati suasana malamnya dengan minumannya. “Belum ada yang ngalahin bini gue, Ron,” katanya jumawa. Ronny mendengus mendengar ucapan Agastya yang selalu membanggakan istrinya. Tidak lama kemudian Dhani dan Diaz datang bersama, mereka langsung bergabung dengan dua pria sebelumnya. Keempat pria dewasa itu mulai membicarakan tentang acara sepak bola yang kemudian dilanjutkan dengan acara memancing mereka yang rencananya akan memancing di tengah laut. Lalu, semakin malam kelab semakin ramai dikunjungi para pelanggan yang clubbing. Banyak gadis-gadis muda yang memanjakan mata para pria itu. “Aga, Lo, lagi ada masalah?” tanya Dhani ketika Ronny dan Diaz turun ke lantai dansa untuk bergabung bersama pengunjung lainnya. “Gak ada, kenapa memangnya, Dan?” Agastya balik bertanya. “Udah lama Lo gak nongkrong, tiba-tiba ngajak keluar. Gue pikir Lo lagi ada masalah sama Icha.” Aga menggelengkan kepalanya, seraya tertawa kecil. Kemudian dia meraih gelas berisi wiski dan menenggaknya hingga tandas. “Liat Ronny.” Dhani memberitahu Agastya pada teman mereka yang saat ini terlibat dengan seorang wanita. “Sial!” maki Agastya kesal pada sahabatnya. Terdengar suara tawa Dhani di sebelahnya. Di lantai dansa Ronny berhasil menggaet wanita bergaun merah tadi untuk bergoyang bersamanya. Agastya dan Dhani sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya pada teman mereka yang satu itu. *** “Mama!” Agastya tersentak bangun dari tidurnya ketika mendengar suara teriakan Farel. Gegas pria itu bangkit dari posisi berbaringnya, lalu turun dari ranjang dan berjalan cepat ke arah pintu kamar. Dia khawatir dengan Farel, takut terjadi sesuatu pada bocah kecil itu karena berteriak memanggil ibunya, hal tersebut juga membuatnya khawatir pada sang istri. “Farel!” Aga berhasil sampai di ruang santai dan tidak menemukan putranya di sana. Namun, sepasang matanya yang masih mengantuk akibat pulang menjelang pagi tadi, hampir saja melotot menyadari ada sesosok gadis yang duduk di sofa ruang santainya dengan ekspresi terkejut melihat ke arahnya. Bukan hanya dirinya saja yang terkejut, tetapi gadis itu pun ikut terkejut melihat ke arahnya yang hanya mengenakan celana bokser tanpa atasan lagi. “Sial!” makinya membatin. “Siapa?” tanya Agastya pada gadis itu. “Aleena, Om, sepupunya Tante Risa.” “Oh.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN