Aleena masih berteriak meminta tolong. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang di ruangan itu. Pikirannya sudah buruk atas apa yang akan terjadi pada dirinya sebentar lagi, dan ini semua ulah Gaby yang tega menjualnya.
Dua pria itu masih memegangi tangannya agar tidak kabur, Aleena tidak bisa berpikir jernih untuk mencari cara agar lepas dari dua orang itu. Dia panik.
“Suruh dia diam, Bodoh!” Seorang wanita berteriak marah pada anak buahnya karena Aleena masih saja menangis dan berteriak meminta tolong.
Aleena hanya marah pada Gaby, yang dengan teganya menjebak dirinya berada di tempat laknat ini. Dia benar-benar akan membu-nuh gadis itu bila sesuatu terjadi pada dirinya.
“Tolong lepaskan saya. Saya mohon ....”
“Diam, t***l! Temen lu udah jual lu ke kami, Lu akan kerja di sini ngelayani tamu penting. Ngerti hah?! Dasar pelacvr!" Salah satu pria itu menjelaskan bagaimana dia bisa ada di tempat itu.
Gaby sialan! Aleena tak henti-hentinya memaki temannya yang tidak memiliki hati itu. Gaby menjualnya untuk dijadikan pelacvr demi mendapatkan sejumlah uang.
“Dengar-dengar dia masih perawan, ya?” Wanita yang diketahui sebagai mucikari menghampiri Aleena seraya menghisap rokoknya. Kemudian dia meraih wajah Aleena memperhatikannya dengan seksama. “Kamu bakal jadi barang paling mahal di sini. Perawan, cantik pula, pantes aja si Gaby minta harga mahal. Jangan ada yang bikin dia luka atau lecet! Liat aja kalau berani.” ujarnya memperingatkan anak buahnya dengan sepasang matanya yang melotot galak.
“Tolong lepaskan saya.”
“Sabar, cantik, sebentar lagi aku akan jadikan kamu sebagai primadona di kelab ini. Kamu akan dapat uang yang banyak dan semua yang kamu inginkan pasti terpenuhi. Gak usah nangis, nanti juga kamu terbiasa,” ucap wanita si mucikari itu pada Aleena mencoba memberi penawaran yang menggiurkan.
Aleena menggelengkan kepalanya cepat. Dia tidak mau, lebih baik dia mati saja bila harus menjadi p*****r. Dia membutuhkan keajaiban sekarang. Dia butuh seseorang menyelamatkan dirinya dari tempat ini. Aleena bersumpah pada jiwanya, bila ada seseorang yang datang menyelamatkan dirinya sekarang, dia akan menuruti permintaannya. Itu sumpahnya.
Lalu tidak lama kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan tersebut, memberi informasi untuk si wanita mucikari itu.
“Ger, sini!" Panggil wanita itu pada seorang pria yang memegang tangan kirinya. Pria itu segera menghampiri bosnya untuk mendengarkan perintah.
Kini hanya satu orang saja yang memegangi tangan kanannya. Aleena mulai berpikir jernih untuk bisa lepas dari cengkeraman pria itu. Butuh keberanian besar untuk usahanya, dan Aleena harus bisa melakukannya.
Kemudian dia menarik napas panjang, lalu mengembuskan perlahan. Dia harus tenang, Aleena mulai menghitung satu ... dua ... tiga! Barulah setelah itu dia menginjak kaki pria di sebelahnya dengan sangat keras, lalu menendang biji k*********a sehingga membuat pria itu kesakitan dan melepaskan cekelan tangannya dari Aleena.
Semua orang yang ada di sana terkejut mendengar teriak kesakitan pria itu akibat ulah Aleena.
Napas Aleena tampak memburu, gegas dia memanfaatkan waktunya untuk kabur dari ruangan tersebut.
“Kejar cewek itu sialan!" teriak si mucikari pada anak buahnya yang tampak berang.
Aleena berlari tak tentu arah hingga dia sampai di ruangan bar yang penerangannya sedikit redup. Aleena berlari karena di belakang sana anak buah mucikari sedang mengejarnya. Gadis itu tampak kalut dan panik, hingga tanpa sengaja dia menabrak seseorang.
“Tolong saya. Tolong selamatkan saya!” ucapnya memohon pada entah siapa yang baru ditabraknya. Napas gadis itu tersengal-sengal dan ketakutan.
Seseorang itu lantas mendorongnya ke dinding dan mengukung tubuhnya.
“Diam dan jangan panik, saya akan menyembunyikan kamu,” ucap suara bariton itu yang pada akhirnya tahu bahwa gadis itu sedang dalam bahaya.
Untung saja pencahayaan di ruangan itu sedikit gelap sehingga orang-orang itu tidak bisa melihat dengan jelas. Begitu pun dengan Aleena yang tidak bisa melihat jelas rupa pria yang menolongnya.
Aleena memejamkan matanya. Dia bisa merasakan bila tubuh pria itu memepet pada tubuhnya sehingga kulit mereka saling menempel. Aleena bisa mencium cologne yang dipakai oleh pria itu dan wanginya tampak sangat menenangkan. Bahkan, Aleena juga merasakan embusan napas pria itu di pipinya yang menghangat. Membuat gadis itu bisa sedikit lebih tenang dan mengatur napasnya dengan baik.
Aleena memasrahkan dirinya pada pria ini, dia tidak tahu bagaimana nasibnya kedepan yang dia yakini adalah keselamatan dirinya ada di tangan pria asing ini.
Setelah keadaan cukup kondusif, pria itu sedikit menjauhkan wajahnya dari Aleena.
“Percaya pada saya, saya akan mengeluarkan kamu dari sini. Oke?”
Aleena mengangguk cepat. Lalu, pria itu menggenggam jemari tangan Aleena dan membawanya pergi dari tempat itu. Keduanya tiba di area parkir dengan selamat meski mereka harus kucing-kucingan dengan anak buah si mucikari.
Pria itu membukakan pintu mobilnya dan meminta Aleena untuk masuk.
“Menunduk. Sembunyikan wajahmu!” titah pria itu. Aleena menurut.
Pria itu memutari badan mobil dan masuk ke bagian sisi kemudi. Selang beberapa menit kemudian mobil tersebut melesat keluar dari area kelab malam tersebut.
“Kamu sudah aman,” ucap pria itu ketika sudah berkendara jauh dari bar.
Aleena yang sejak tadi menutupi wajahnya agar tidak terlihat mulai menurunkan kedua tangannya dan sedikit bernapas lega.
Kemudian dia menoleh ke arah pria penyelamatnya dengan penuh haru. “Terima kasih ... Tu—Om Aga?” Alangkah terkejut dirinya mengetahui siapa pria penyelamatnya yang ternyata adalah Agastya, suami dari Tantenya.
Agastya yang sudah menyadari jika gadis itu adalah Aleena pun tidak berkata apapun, dia hanya ingin menyelamatkan gadis itu yang sedang dalam bahaya. Tetapi dia butuh penjelasan mengenai bagaimana bisa Aleena ada di tempat itu, terlepas asumsinya yang mengira bahwa Aleena adalah gadis nakal.
“Bagaimana kamu bisa ada di tempat itu?” tanya Agastya tanpa menoleh pada Aleena. Dia berniat untuk membawa gadis itu pulang ke rumah. Istrinya harus mengetahui hal ini karena sepupunya sedang tidak aman.
Bukannya menjawab pertanyaan Agastya, yang dilakukan oleh Aleena adalah menangis dan membuat pria itu menoleh pada gadis itu.
“Apa yang terjadi?” tanya Agastya lagi yang kali ini dengan suara rendah. Pria itu juga menghentikan mobilnya di bahu jalan.
“Aku dijual teman aku, Om.”
“Apa?!” Tiba-tiba saja gigi pria itu bergemeletuk.
“Aku pikir dia teman terbaik aku, tapi dia tega ngejual aku pada mereka.” Aleena kembali bersuara. Dia bersumpah tidak akan pernah memaafkan Gaby atas apa yang telah dia lakukan padanya.
“Teman kamu yang tadi datang sama kamu?” tanya Agastya pada akhirnya.
Aleena menatap pria itu tak percaya. “Om lihat kami datang?”
“Iya.”
Gadis itu mengembuskan napas panjang dan menghapus air matanya yang bercucuran ke pipi.
“Awalnya dia bilang ada kerjaan, karena aku memang lagi butuh pekerjaan untuk nambah-nambah penghasilan. Aku gak mau repotin tante Risa lagi, aku juga gak mau beratin papa untuk kirim uang ke aku, karena adik-adik masih butuh biaya juga di sana. Jadi aku mutusin buat cari kerja sampingan di sini. Dan, tiba-tiba saja Gaby nawarin kerjaan ke aku, dan bodohnya ternyata dia jual aku ke mucikari.”
“Sialan!” Entah mengapa Agastya mulai kesal sekarang. Dia kesal pada teman gadis itu yang tidak memiliki empati sama sekali, malah menjual sahabat sendiri ke mucikari. Ternyata dugaannya yang dia pikir bahwa Aleena adalah gadis binal ternyata salah. Pengakuan gadis itu justru membuatnya marah.
Aleena masih menangis, tapi dia bersyukur karena saat ini telah diselamatkan. Sehingga dia menyadari dengan sumpahnya tadi dan seketika membuatnya terdiam.
Agastya memperhatikan gadis itu yang kini terdiam dan sudah tidak menangis lagi.
“Kamu baik-baik saja?” tanya pria itu.
Aleena mengangguk pelan.
Agastya memperhatikan penampilan Aleena yang malam ini mengenakan kaus ketat berwarna putih dan celana jeans. Tubuh gadis itu kecil dan sangat ramping, membuat pria itu menelan ludahnya.
“Karena Om sudah menyelamatkan aku, apa Om punya permintaan? Aku akan menuruti permintaan Om,” katanya dengan suara pelan.
Agastya mengernyit mendengar ucapan Aleena.
Hening.
“Apapun?” tanya pria itu dengan suara yang terdengar berat.
Aleena kembali menganggukkan kepalanya dan menoleh pada pria itu. Membuat tatapan mata mereka saling bertemu dalam sepersekian detik.
Kemudian Agastya memutus kontak mata itu, dan kembali menjalankan mobilnya tapi kali ini memutar arah, dia tidak menuju ke arah pulang ke rumahnya. Malah dia berniat untuk tidak memberitahu istrinya mengenai kejadian yang menimpa sepupunya malam ini.
“Kita mau ke mana?” tanya Aleena yang entah mengapa pria itu memutar balik arah.
Agastya hanya diam dan fokus dengan kemudinya. Sesuatu dalam dirinya mulai berontak, dia tahu, jika dia menginginkan gadis itu untuk dirinya sendiri.