Sulit Membuka Hati

1563 Kata
Seharian bekerja dengan sangat produktif membuat tubuh Ghazanvar pegal, alih-alih pulang ke rumah dia malah pergi ke bar and lounge milik Anasera. Dia masuk ke ruang ganti dan mendapati Anasera serta Radeva sedang mengecek senjata api. “Mau ke mana? Heboh amat? Si Mamat aja santai,” tanya Ghazanvar dengan gurauan. “Kapal penumpang dari Kalimantan akan berlabuh di Dermaga, ada barang selundupan dari Malaysia.” Radeva membalas serius sembari mengisi senjata apinya dengan peluru. “Mister Thong?” Ghazanvar menebak nama si penyelundup. “Siapa lagi, dia pikir bisa mengelabui kita dengan menggunakan kapal penumpang … mister Tong nyewa mafia kelas teri buat ngawal barang-barang itu,” imbuh Anasera. “Si kampret, dia enggak mampu bayar kita buat ngawal barang-barangnya malah nyewa mafia lain … kagak tahu apa Dermaga itu punya Gunadhya.” Ghazanvar berujar tenang sembari mempersiapkan senjata apinya. “Orang kita udah di sana … tapi belum diketahui sama orang-orang si Jefri.” Radeva memberitahu situasinya. Sebagai informasi, orang-orang Jefri yang dimaksud Radeva adalah anak buah mafia Jefri-mafia yang disewa mister Thong. “Heli udah siap di atas, buruan Ghaza kamu ganti baju dulu.” Anasera gemas sekali melihat Ghazanvar yang terlihat tenang teramat santai . “Iya … iyaaaa.” Ghazanvar lantas masuk ke dalam bilik ganti mengganti pakaiannya dengan pakaian yang biasa digunakan pasukan khusus terbaik dunia. Andaikan Naraya ada di sini dan melihat saat Ghazanvar sedang memakai pakaian khusus tersebut lengkap dengan senjata api, pasti sang gadis akan pingsan karena jatuh cinta. Mereka bertiga naik ke rooftop gedung setelah memastikan semua perlengkapan dan persenjataan telah lengkap. Ada Dimitri dan Rudolf-si pelatih menembak menunggu mereka di rooftop. Mereka berdua akan ikut bersama tiga anak orang kaya gabut ini untuk mempertahankan kekuasaan dan menunjukkan taring mereka di dunia mafia. Target ketiganya adalah membunuh mafia Jefri agar nama mereka terkenal dan patut diperhitungkan dalam dunia hitam. Setidaknya mereka memiliki alasan untuk melenyapkan penjahat yang merugikan Bangsa dan Negara dengan kejahatan human trafficking, penyelundupan barang ilegal dan pengimpor serta pengedar narkoba. Kelima orang dengan kemampuan beladiri dan menembak yang mumpuni itu berdiskusi tentang taktik yang telah disusun Dimitri untuk menyergap orang-orang mafia Jefri lalu melumpuhkannya selama perjalanan udara. Walaupun Ghazanvar adalah pimpinan dari kelompok tersebut namun dia akan menyerahkan sesuatu di luar kemampuan kepada orang yang lebih berpengalaman. Dan di sini, Dimitri yang paling jago dalam hal segi merancang taktik dan strategi perang. Koordinasi pun dijalin dengan orang-orang yang sudah ada di Dermaga guna mengatur posisi dan pemahaman tentang rencana strategis yang akan mereka jalankan nanti. Helikopter harus mendarat di sebuah gedung milik pihak lain agar tidak dicurigai. Dari sana mereka berlima menggunakan mobil SUV hitam yang telah menunggu untuk mengantar ke Dermaga. Ternyata kapal sudah bersandar cukup lama dan mereka datang di saat yang tepat di mana orang-orang mafia Jefri sedang menurunkan barang-barang selundupan. Penyergapan pun terjadi sesuai rencana, tembak menembak tidak terhindarkan. Tim dari pihak Ghazanvar memang tidak sebanyak orang-orang mafia Jefri tapi mereka semua terlatih profesional. Dan dengan mengandalkan kemampuan timnya itu, Ghazanvar sering memberikan jasa pengawalan untuk Pejabat Tinggi, Pengusaha dalam Negri atau orang-orang penting dari Luar Negri yang akan datang ke Indonesia. Mayat mulai bergelimpangan dari pihak mafia Jefri membuat suasana tidak terkendali. “Ana … udah ketemu si Jefri?” Ghazanvar berkomunikasi melalui earphone di telinganya. Anasera berada di atas atap gedung tempat helikopter mendarat, sebagai penembak jitu—dia akan melindungi dari jauh. “Belum … dia enggak keluar, coba bakar barang-barang selundupan yang udah turun.” Anasera memberi ide. Radeva langsung bergerak mendekati barang-barang yang masih menumpuk baru turun dari kapal belum sempat dipindahkan ke kontainer karena serangan mereka yang tiba-tiba. Pria itu benar-benar membakar barang ilegal dengan cara menembak drum berisi bahan bakar yang dia tendang ke dekat barang-barang ilegal tersebut. Ledakan besar pun terjadi, semua berhenti sejenak untuk menyaksikan api yang melambung tinggi. Ada beberapa orang-orang mafia Jefri yang ikut terbakar dan lompat ke laut. Mafia Jefri tidak sadar kalau ledakan itu untuk memancingnya keluar dari persembunyian, dia terlihat keluar dan berdiri di balkon sebuah gedung di dermaga tersebut. “Si Jefri di balkon,” kata Anasera memberitahu. Ghazanvar langsung bergerak ke sana, dengan mudah dia melumpuhkan banyak orang-orang Jefri dengan tembakan senjata api di tangannya juga dengan tangan kosong saat peluru di senjatanya telah habis. Sampai lah dia di gedung yang dijaga ketat orang-orang Jefri. Dimitri dan Rudolf mengikuti dan melindungi di belakang Ghazanvar sedangkan Radeva melindungi mereka dari luar gedung. Ghazanvar menendang pintu yang tersambung ke ruangan di mana Jefri berdiri di balkonnya. Orang-orang di dalam sana langsung bersiap menyambut mereka dengan serangan. Namun Ghazanvar dan timnya memiliki banyak cara guna melumpuhkan mereka tanpa perlu repot-repot mengeluarkan banyak tenaga yaitu dengan melempar granat. Terjadi ledakan lagi sampai menghancurkan ruangan lalu mendadak hening. “Bang, kakek lo pasti marah … gedungnya hancur sama cucu kesayangan yang baik hati, tidak sombong dan rajin menabung.” Radeva berkelakar membuat semua yang tersambung dalam alat komunikasi itu tertawa. “Jangan kaya orang susah, tingga renovasi … kebetulan gedungnya gedung lama.” Ghazanvar membalas enteng. Ghazanvar, Dimitri dan Rudolf masuk ke ruangan tersebut dengan penuh waspada. Ada beberapa yang ternyata masih hidup dan tentunya tidak berlangsung lama karena Ghazanvar dan timnya segera memberi tiket VIP menuju alam baka. Jefri masih berdiri di balkon, dia terjebak dan sudah bisa dipastikan akan tamat hidupnya malam ini. Dia tahu konsekuensinya saat menerima tawaran mister Thong, pasalnya Dermaga ini adalah lahan milik kelompok seorang mafia muda misterius yang selalu menggunakan Balaclava mask atau penutup kepala yang menutupi sebagian wajah hanya menyisakan bagian matanya saja ketika berhadapan dengan mafia lain. Mafia Jefri tertawa, tidak menyangka kalau hidupnya sekarang berada di tangan anak kecil. Dor! Ghazanvar langsung menembak Jefri tanpa babibu tepat di jantung dengan sorot mata dingin. Seketika itu juga tawa Jefri berhenti, pria seusia papi Arkana itu berjalan mundur dan oleng ke belakang sembari memegang d**a dan berakhir jatuh dari balkon. “Sekali doank?” Anasera bersarkasme. “Kalau berkali-kali nanti disangka dendam, ya Bang?” Radeva yang menyahuti. Ghazanvar tidak bersuara, tidak ada yang tahu juga bagaimana ekspresi wajahnya karena tertutup Balaclava tapi Dimitri bisa melihat sendu di mata pria itu. Mungkin Ghazanvar mengingat seorang gadis teman SMA yang dulu sering memberi contekan kepada Ghazanvar yang malas belajar. Gadis itu dapat masuk ke sekolah para kaum jetset karena pintar dalam segi akademik dan selalu menjadi juara dalam hal perlombaan seni antar sekolah sampai membawa nama baik sekolah di perlombaan tingkat sekolah se Asia Tenggara. Namun gadis itu harus meregang nyawa di Negri tetangga karena menjadi korban human traficcking yang setelah diselidiki ternyata didalangi oleh Jefri. Ghazanvar menghubungi Alex dalam perjalanan kembali ke gedung tempat mendarat helikopter. “Selamat malam Pak!” Alex-sang sekretaris multitalenta menjawab panggilan telepon padahal Ghazanvar belum mendengar nada sambung. “Lex, urus kekacauan di Dermaga ya.” “Siap Pak!” Dan setelah itu Ghazanvar tidak bicara sama sekali sampai mereka tiba kembali di Bar and lounge milik Anasera. “Minum!” Anasera meracik sendiri minuman untuk Ghazanvar yang duduk di stool meja bar. Dimitri, Rudolf dan Radeva juga ada di sana merayakan kemenangan mereka. “Hallo Ma?” Radeva baru saja menjawab panggilan telepon dari sang mama. “Di mana kamu sayaaaaang??? Aduuuuh, Mama enggak bisa tidur sebelum kamu pulang.” “Iya Ma, iya … aku pulang sekarang.” Radeva mengangkat tangan berpamitan seraya melangkah menjauh menuju pintu. Mereka yang duduk di meja bar lantas tertawa. Radeva takut sekali mengecewakan sang mama mengingat dia adalah anak laki-laki satu-satunya. “Mana cewek kamu yang kata si Radeva cantik kaya bidadari itu? Kenapa belum dikenalkan pada kami?” Dimitri mengangkat satu alisnya tidak terima karena Ghazanvar mengenalkan sang kekasih hanya kepada Anasera dan Radeva saja. “Ya Tuhan! Aku belum telepon Nay, kasih ucapan selamat tidur.” Ghazanvar terlihat panik, menghabiskan minumannya lalu turun dari stool. Ucapan Dimitri itu malah mengingatkan Ghazanvar dengan sang kekasih yang seharian ini belum dia ketahui kabarnya. Pria itu bergegas pergi tanpa basa-basi apalagi pamit. Anasera, Dimitri dan Rudolf menatap malas punggung Ghazanvar yang pergi menjauh. “Kak … tadi Mas Nawa datang nanyain Kakak.” Seorang pelayan memberitahu. “Thanks ya.” Anasera menyahut dan sang pelayan pun pergi. Anasera segera saja mendapat tatapan penuh arti dari Dimitri dan Rudolf. “Apa kurangnya dia?” Dimitri melontarkan pertanyaan. “Kenapa kamu enggak kasih dia kesempatan?” Gantian Rudolf yang bertanya padahal belum sempat Anasera menjawab pertanyaan Dimitri. Mereka berdua meski berkewarganegaraan asing tapi fasih berbahasa Indonesia. Anasera menatap Dimitri dan Rudolf secara bergantian. “Harus kah?” Gadis itu malah bertanya balik. “Harus donk!” Kedua pelatih beladiri dan menembak profesional itu kompak berseru. Anasera mendengkus, dia lantas pergi ke ruangannya. Mengeluarkan ponsel dari saku celana, Anasera duduk di kursi kebesarannya di belakang meja. Dia membuka ruang pesan dengan Arnawarma yang ternyata telah penuh dengan pesan yang dikirim adiknya Ghazanvar itu. Anasera : Sorry, tadi aku ada urusan di luar. Arnawarma : Enggak apa-apa, tadi aku coba nunggu kamu tapi kayanya kamu lama. Anasera : Sorry. Arnawarma : Gimana kalau besok? Kamu ada acara? Anasera mengembuskan napas panjang. Anasera : Enggak ada setelah jam delapan malam. Arnawarma : Oke, jam tujuh aku udah di tempat kamu. Anasera : Oke. Arnawarma : Sampai besok cantik. Anasera : See You. Anasera meletakan ponselnya di atas meja lantas menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. “Bukan kamu aja yang sulit membuka hati, Ghaza … aku juga.” Anasera melirih resah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN