“Aaarrgghh!” Naraya memekik saat suara petir terdengar dekat sekali seolah menyambar atap rumah. Gadis itu langsung menutup mulut berharap Ghazanvar tidak datang mengecek keadaannya. Detik berikutnya dia mendengar suara langkah kaki Ghazanvar menderap dengan cepat. “Kamu enggak apa-apa, Nay?” Ghazanvar bertanya cemas. “Eng-enggak.” Naraya menjawab terbata, jantungnya juga masih belum berdetak normal setelah terkejut oleh suara petir tadi. “Kamu lagi apa?” Pria itu bertanya sembari mengikis jarak dan berdiri di belakang Naraya. “Buat teh manis anget.” Naraya melirik sedikit ke belakang. Satu tangan Ghazanvar memegang pundak Naraya sedangkan yang satunya lagi melewati tubuh ramping gadis itu diletakan di atas meja kitchen set. Kepala Ghazanvar menunduk sehingga napasnya menerpa leher

