8. MoonCake

1072 Kata
Hujan deras mengguyur kota Batu sore ini. Sejak Kabiru dipindahkan kerja di kota Batu, Kabiru dan Sahnum pun ikut pindah yang mulanya di kota Malang bertolak ke kota Batu. Sebenarnya Malang dan Batu tidak terlalu jauh, tidak lebih dari satu jam dari tempat tinggal lama mereka ke tempat baru mereka yang tepat berada di kecamatan Bumiaji.  Kabiru bekerja di salah satu stasiun programer yang bergerak dalam pembuatan animasi kartun. Kabiru sendiri menjadi animator yang menggambar ribuan kartun agar bisa bergerak empat dimensi. Jarak kantor Kabiru dan rumahnya tidak terlalu jauh, hanya butuh waktu sepuluh menit untuk jalan kaki. Kabiru terbiasa jalan kaki untuk pulang dan pergi ke kantor, sebenarnya ada satu mobil dan dua motor. Mobil itu milik Sahnum, Kabiru tidak akan memakainya kalau tidak bersama Sahnum.  Seringkali Sahnum menyuruh suaminya memakai mobilnya, tapi Kabiru tetap keukeuh tidak mau. Kabiru mengatakan kalau punya istri, bukan punya suami. Berbeda dari punya suami yang jadi milik istri.  Kabiru terkadang merasa minder dengan Sahnum. Sahnum adalah pengusaha sukses yang bisa menghasilkan banyak uang, sedangkan dirinya seorang animator yang bekerja masih ikut orang. Semua kekayaan milik Sahnum, itu sebabnya terkadang Kabiru merasa minder dengan istrinya. Namun, Sahnum tidak berpikir sesempit itu, Sahnum selalu menghargai suaminya. Berapapun uang yang Kabiru berikan, Sahnum akan terima. Saat membeli sesuatu pun, Sahnum selalu meminta pada suaminya. Itu dia lakukan agar suaminya tetap merasa dibutuhkan.  Sahnum tidak ingin Kabiru berkecil hati, jalan hidup tidak ada yang tau, Sahnum menjadi pengusaha sukses pun di luar perkiraan Sahnum.  Kabiru berteduh di sebuah warung kecil penjual bakso. Kabiru juga memesan dua bakso untuk dia bawa pulang. Kemeja yang dikenakan Kabiru sudah basah, sedangkan rambut yang paginya sudah dia sisir rapi pun kini sangat lepek.  "Mas Biru baru pulang kerja, Mas?" tanya bapak-bapak penjual bakso yang sudah kenal dengan Kabiru.  "Iya, Pak. Biasanya juga panas, makanya gak bawa payung. Eh tiba-tiba malah hujan," jawab Kabiru seraya tertawa.  "Kayaknya memang masuk musim penghujan," kata bapak itu lagi seraya meracikkan bakso untuk Kabiru. Bapak penjual bakso sudah hafal kalau yang satu pentol saja yang satu dibanyakin kerupuk pangsitnya.  Beberapa hari sekali Kabiru rutin membelikan bakso untuk istrinya di saat dia pulang kerja. Hal sederhana ini selalu membuat Sahnum senang. Dibandingkan dengan mengajak Sahnum ke restoran mewah, Sahnum selalu memilih dibawakan makanan dan makan berdua di rumah.  "Ini, Mas. Empat belas ribu," ujar bapak itu setelah memberikan kantung yang berisi dua bakso. Kabiru menerima kantung itu dan membayar baksonya. Di kawasan Bumiaji makanan tidak terlalu mahal, dengan tujuh ribu rupiah saja sudah bisa membeli bakso yang mengenyangkan.  Kabiru menunggu hujan agar sedikit reda, setelah tinggal rintik-rintik Kabiru segera melesak menuju ke rumahnya. Kabiru menjunjung tinggi kesehatan, inilah alasannya tidak jua mau memakai motor saat bekerja. Hitung-hitung sambil olahraga.  Saat sampai di rumahnya, rumahnya tampak sepi. Lampu rumahnya pun dari luar terlihat padam. Kabiru mengeluarkan kunci cadangannya yang dia simpan di tasnya. Meski Sahnum sudah terkenal sebagai pengusaha muda yang berbakat, perempuan itu tidak pernah mau keluar tanpa Kabiru. Sahnum tidak pernah berkumpul dengan teman-teman sosialita untuk sekadar nongkrong di cafe. Sahnum lebih memilih di rumah sembari mencoba resep baru.  Saat memasuki rumahnya, Kabiru mendapati Sahnum yang tertidur pulas di sofa. Kabiru mengusung senyum lembut, ia menebak Sahnum tengah menunggunya, tapi perempuan itu ketiduran.  Dengan langkah pelan Kabiru mendekati Sahnum, pria itu berjongkok untuk mendekatkan wajahnya dengan wajah Sahnum. Pipi gembil Sahnum, hidung kecil Sahnum dan bibir ranum Sahnum membuat Kabiru betah berlama-lama melihat perempuan itu. Bibir Kabiru mengecup singkat bibir Sahnum yang sedikit terbuka. Siapa sangka, perempuan yang dulunya sangat ceroboh dan suka tantangan ini akan menjadi miliknya. Kabiru lupa kapan tepatnya ia pertama kalinya mencintai Sahnum, tapi yang pasti cintanya akan terus terpupuk dalam, bersemi di hatinya.  "Egrhhh … . " Sahnum mengerang pelan dalam tidurnya, perempuan itu sayup-sayup membuka matanya sedikit.  "Kabiru," pekik Sahnum yang kaget suaminya sudah datang. Buru-buru Sahnum segera bangun dari rebahannya.  "Sejak kapan kamu pulang?" tanya Sahnum membenahi rambutnya. Sahnum mengendus bau tubuhnya sendiri, ia yakin saat ini dia sudah bau asem. Tadi setelah mandi dia juga sudah berdandan siap menyambut kedatangan suaminya, tapi tidak taunya dia malah tertidur sangat pulas.  "Kamu wangi," ucap Kabiru membuat Sahnum berhenti mengendus tubuhnya sendiri.  "Kamu wangi dan kamu masih cantik. Banyak perempuan cantik di luar sana, tapi bagiku kamu adalah yang luar biasa," ucap Kabiru mencubit pipi istrinya.  Sahnum menarik tangan Kabiru untuk dia cium punggung tangannya. Sahnum tidak bisa menyembunyikan pipinya yang merona. Kabiru selalu membuat Sahnum percaya diri, entah dalam keadaan apapun, Kabiru selalu mengatakan kalau dia sangat cantik.  Kabiru mencium kening istrinya setelah istrinya mencium punggung tangannya. Itu adalah kegiatan rutin yang wajib mereka lakukan di kala pagi saat Kabiru berangkat bekerja dan di kala sore saat kabiru pulang bekerja.  "Aku bawain kamu bakso, kita makan sama-sama yuk!" ajak Kabiru.  "Terimakasih, aku sangat menyukainya," ucap Sahnum dengan nada bahagianya.  "Ayo ke meja makan!" "Tunggu!" cegah Sahnum yang membuat Kabiru tidak jadi berdiri.  "Kamu basah begini," ujar Sahnum mengusap rambut Kabiru. Saat rambut Kabiru lepek seperti ini, Kabiru lebih ganteng dari biasanya.  "Tadi hujannya sangat deras," jawab Kabiru.  "Kamu sih gak mau pakai mobil." "Lebih enak jalan kaki." "Besok kamu bawa payung, ya. Biar gak kehujanan gini. Sekarang kamu mandi, gih. Biar baksonya aku yang siapin," oceh Sahnum.  Kabiru menganggukkan kepalanya, pria itu mencium bibir istrinya kilat sebelum benar-benar pergi untuk mandi.  "Kabiru!" teriak Sahnum karena kaget. Kabiru pun melenggang dengan tawa yang meledak. Menjahili istrinya adalah hal yang paling menyenangkan bagi Kabiru.  Tulungagung 2011. "Sahnum, nilain kamu adalah nilai terendah di kelas kita," ucap Erlan berbisik. Saat ini Kabiru, Sahnum, Erlan, Fiya dan Caesar sedang berkumpul di bangku Kabiru dan Sahnum. Jam sudah menunjukkan waktu pulang, tapi mereka malah nongkrong menjadi sebuah kelompok.  "Perasaan aku sudah belajar dengan giat," ucap Sahnun menundukkan kepalanya.  "Giat apanya, hah? Yang kamu pikir hanya cake cake dan cake!" ujar Erlan menekan kepala belakang Sahnum bertubi-tubi dengan jari telunjuknya.  "Tapi setiap malam aku juga belajar!" Pekik Sahnum tidak terima dikatai Erlan.  "Ya kamu kurang serius!" balas Erlan lagi ingin memukul kepala Sahnum karena kesal. Namun, tangannya dihentikan oleh sebuah tangan yang mencekalnya.  Erlan, Fiya, Sahnum dan Caesar menatap Kabiru yang mencekal tangan Erlan yang akan memukul kepala Sahnum.  "Jangan memukul kepala orang, kelihatannya sangat sepele tapi membuat korban tidak hanya merasakan pusing. Namun studi juga menunjukkan pukulan berulang mengakibatkan peningkatan bahan kimia dalam cairan yang bersirkulasi di sekitar otak. Juga bersirkalasi di sumsum tulang belakang," ucap Kabiru dengan panjang lebar. Semua membeo mendengar penjelasan Kabiru, termasuk Sahnum. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN