Pagi yang (Terlalu) Sunyi Setelah Semalam yang Ribut

1049 Kata

Nayla membuka matanya perlahan. Langit-langit kamar hotel tampak asing, tapi aroma lembut teh dari luar membuatnya sadar bahwa ini bukan mimpi. Tokyo. Seminar. Makan malam. Jembatan. Dan— Ciuman. Astaga. Dia langsung menegakkan tubuh dan menyentuh bibirnya. Masih hangat. Atau cuma sugesti. Tapi tetap saja, semalam itu nyata. Adrian. Ciuman mereka. Dua kali. Bahkan sekarang pipinya panas seperti rice cooker baru mateng. Ponselnya bergetar. Satu pesan dari Adrian: "Saya udah di lobi. Sarapan jam 8 ya. Jangan lupa bawa passport." Formal. Netral. Sangat dosen. Padahal baru tadi malam ... ya ampun. Nayla mendesah keras, lalu menenggelamkan wajah ke bantal. "Kenapa semalam nggak ada sensor sih, Nay?" gumamnya. Setengah jam kemudian, dia turun dengan sweater abu-abu dan jeans bersih. Ram

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN