ZZ|13

1167 Kata
Ketika Zevania terbangun, netranya menangkap dua sosok tampan yang duduk di bawah sofa tempatnya berbaring. Zevania ingat, setelah ia mengobati anggota D’Zebra yang terluka akibat berkelahi, ia tertidur. Mungkin sebagian mereka sudah pulang dan kini hanya menyisakan Zevania bersama Zidan dan Leon. Zevania bangkit dari baringnya dan memposisikan dirinya duduk dengan kaki bersila di atas sofa. Pergerakannya itu membuat dua sosok tampan di bawah sofa menoleh, mereka menghentikan aksi gerakan lincah jari di atas layar sentuh. “Udah bangun lo?” Zevania mendelik mendengar pertanyaan Leon. Yang benar saja, anak kecil pun akan tahu jika Zevania sudah bangun. Apa matanya kurang terbuka lebar sampai Leon harus menanyakan perihal kebangunannya? “Iya iya tahu, lo udah bangun. Ya udah yuk, balik!” Leon bangkit berdiri diikuti oleh Zidan. Mereka berdiri menghadap Zevania yang nampak linglung. Baiklah, Zevania baru bangun tidur dan nyawanya masih belum terkumpul sempurna. Otaknya masih berusaha keras untuk mengingat detail kejadian sebelum ia tertidur. Mata Zevania tampak polos melihat Zidan dan Leon secara bergantian. Rasanya seperti mimpi, disambut dua sosok tampan ketika bangun tidur. Meski salah satu diantaranya b******k, ya, Zevania menganggap Leon itu b******k karena telah merebut pacar orang, apalagi orang itu adalah sahabatnya sendiri. Tapi, Zevania sama sekali tak membenci Leon. “Yang lain ke mana?” Suara Zevania serak, khas bangun tidur. Yang sialnya, malah terdengar seksi. Baik Zidan maupun Leon meneguk ludahnya kasar. Mendengar suara Zevania yang serak dan masih terdengar lirih karena bangun tidur, juga rambut Zevania yang acak-acakan, dan jangan lupakan baju seragamnya yang sudah kusut dengan rok setengah paha yang untungnya tidak tersingkap. “Gue baru sadar lo lebih cantik gini, Van!” Leon mengalihkan pandangannya dari Zevania, dan itu lebih baik daripada harus tetap menatap Zevania yang kini terlihat semakin polos dengan raut wajah bingung. “Lo itu ngehina gue ya?! Liat aja nanti kalau gue udah dandan, pacar cabe lo mah kalah cantik!!!” sewot Zevania yang menyangka bahwa perkataan Leon adalah sebuah penghinaan dalam bentuk pujian. “Sumpah!! Gue gak bohong!” Leon kembali menatap Zevania. “Tuh liat, Zidan aja melongo liat lo kayak gini!!” Zevania langsung menatap Zidan yang memang benar menatapnya dengan lekat beberapa detik yang lalu sebelum mengalihkan pandangannya. Sungguh, Zevania rasanya malu sekali harus berpenampilan seperti ini di depan Zidan. Harusnya, Zevania selalu tampil cantik di depan Zidan tidak boleh ada cacat sedikitpun dalam penampilannya. “Aaaaaaa!! Gue malu!!!” Seru Zevania seraya menutup wajah dengan kedua tangannya. Zidan dan Leon saling berpandangan kemudian sama-sama kembali menatap Zevania yang masih menutup wajahnya. Keduanya mengacak rambut mereka masing-masing sambil mengerang frustasi. “Ayo pulang!” Zidan melepas paksa tangan Zevania dari wajahnya. “Sama kamu?” tanya Zevania dengan antusias, matanya menatap Zidan dengan senang. “Iya.” Zevania memekik senang dan langsung melompat dari sofa tempatnya duduk. Ketiganya kini keluar dari rumah yang difungsikan sebagai base camp D’Zebra. Langit telah kehilangan birunya. Matahari pun telah bertukar tugas dengan bulan, singkatnya sekarang malam. Sebenarnya berapa lama Zevania tertidur? “Kok udah malam?” “Tanya sama diri lo, berapa lama gue harus nunggu lo bangun gara-gara Zidan gak mau ditinggal berdua sama lo,” keluh Leon yang mulai menaiki motornya, begitu pula dengan Zidan yang melakukan hal serupa. “Padahal tinggalin aja kita berdua,” santai Zevania. “Gak, takut khilaf gue!” ketus Zidan setelah selesai memakai helm full face. Takut khilaf katanya? Bukannya Zidan tidak tertarik pada Zevania? Atau setan itu menggoda siapa saja tanpa harus ada rasa tertarik? Atau memang Zevania yang pada dasarnya sudah menggoda? Ah, Zevania pusing memikirkannya. “Duduknya nyamping!” titah Zidan ketika Zevania hendak menaiki motor dengan posisi mengangkang. 0o0 Rasanya Zevania ingin pindah rumah agar lebih jauh, hingga ketika Zidan mengantarkannya pulang seperti saat ini maka akan memakan waktu lebih lama. Setidaknya menghabiskan waktu satu atau dua jam. “Turun!” Zevania mendengus ketika mendengar perintah Zidan. Padahal, Zevania masih teramat betah duduk di belakang Zidan meski motor yang ditumpangi mereka sudah berhenti tepat di depan rumah mewah yang Zevania tinggali bersama Zevano. Dengan terpaksa, Zevania turun dari motor. Ia menatap rumah mewah di depannya yang masih gelap. Tentu saja, karena tak ada orang di dalamnya yang akan menghidupkan lampu. Zevano pasti belum pulang, butuh tiga jam lagi agar Zevano pulang. “Mati lampu?” tanya Zidan menatap heran rumah yang ditinggali Zevania nampak gelap seperti rumah kosong yang angker. Rumah Zidan yang berukuran lebih kecil saja ditempati oleh lima orang. Sedangkan rumah besar di depannya ini hanya diisi dua orang saja? Sedikit menakutkan bukan? “Enggak, tapi belum dinyalakan aja lampunya. Kakak aku kan belum pulang,” jawab Zevania. Zidan mengangguk pertanda ia mengerti. Tangannya mulai memutar kunci motornya sehingga mesin motornya kembali menyala. “Gak mau masuk dulu?” tanya Zevania. Hembusan angin yang disebabkan oleh motor Zidan yang sudah berlalu menjadi jawaban. Zevania tersenyum menatap kepergian Zidan. Oh ayolah, Zevania masih mengingat dengan jelas bagaimana eratnya tangan Zidan ketika memeluknya. Sedangkan perkelahian tetap berlangsung, meski Zidan harus kesusahan karena hanya bisa melawan dengan satu tangan. Rasanya itu adalah hal romantis pertama yang Zevania rasakan dari Zidan. Entahlah, tapi Zevania merasa saat itu Zidan seperti melindunginya seolah-olah ia adalah seseorang yang berharga bagi Zidan. Senyum Zevania seketika luntur ketika tengkuknya terasa meremang. Merinding ketika merasakan hembusan angin malam menerpa kulitnya, apalagi Zevania masih berdiri di depan rumahnya yang masih gelap. Segera Zevania menyalakan senter ponselnya dan berlari ke dalam rumah serta sesegera mungkin menyalakan semua lampu. Sebenarnya, Zevania tak seberani itu untuk berada di rumahnya malam-malam. Ini adalah pertama kalinya, karena biasanya Zevania pulang jam dua belas malam bersama Zevano. Tanpa mengganti baju, Zevania memasuki dapur demi memberi pasokan makanan untuk perutnya yang lapar. Bagaimana tidak lapar, sejak pulang sekolah tadi Zevania tak makan apapun. Begitupun ketika ia berada di rumah D’Zebra. Tidak banyak makanan yang tersedia, jadilah ia memasak mie instan kuah yang dimasak bersama sebutir telur. Prang! Percayalah, suara kaleng jatuh di malam hari dalam keadaan sendiri terasa sangat menyeramkan. Zevania menenangkan detak jantungnya yang menggila, kali ini bukan karena Zidan, melainkan karena kaleng s**u yang tak sengaja disenggolnya. Detak jantung Zevania yang mulai tenang kembali menggila ketika mendengar suara cicak. Makhluk menjijikkan itu terdengar seperti suara hantu jika pada malam hari. Baiklah Zevania takut, tangannya gemetar. Sudah dikatakan bukan jika Zevania tak seberani itu untuk berada di rumah sendiri di malam hari? Meski begitu, Zevania tetap berjalan menuju ruang makan dengan tangan yang membawa semangkuk mie rebus. Setelah duduk, Zevania menatap sekelilingnya yang hanya mendapati benda-benda mati saja, kecuali cicak di dinding yang jauh dari posisi Zevania duduk. Zevania merogoh saku dan mengambil ponselnya, lebih baik ia mengirim pesan pada Zidan guna mengalihkan rasa takutnya. Zevania tersenyum setelah ucapan terima kasih ia kirimkan. Zevania berani bertaruh bahwa Zidan tak akan membalas pesannya. Memikirkan itu Zevania jadi kesal mengingat saat itu ia melihat Zidan membalas pesan Wilona. Hingga tiba-tiba ... “Aaaaaaaaaaakk!!!!!” Zevania berteriak ketakutan ketika ada tangan mengusap rambutnya. Dengan takut-takut Zevania melihat kebelakang. “Kok udah pulang?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN