PROLOG

953 Kata
Ruangan itu dipenuhi suara gemuruh tepuk tangan. Cahaya lampu kristal yang tergantung megah di langit-langit ballroom memantul di atas permukaan meja marmer yang mengkilap, menciptakan kilauan indah di seluruh ruangan. Di atas panggung, seorang wanita berdiri dengan senyum bangga di wajahnya. Star Evalyn, wanita berusia 27 tahun, mengenakan gaun krem elegan dengan potongan simpel namun memancarkan wibawa. Matanya berbinar, memandangi deretan kolega dan para eksekutif yang kini bertepuk tangan untuknya. Satu per satu, mereka mengangguk kagum, mengakui pencapaiannya yang luar biasa. "Dan sebagai bentuk penghargaan atas pencapaian luar biasa dalam meningkatkan penjualan hingga 250% dalam kuartal ini, kami dengan bangga memberikan penghargaan spesial kepada Star Evalyn berupa luxury apartment di pusat kota!" Pengumuman dari CEO perusahaan membuat tepuk tangan semakin menggema. Star terdiam sejenak, nyaris tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Hadiah itu bukan sekadar penghargaan biasa. Sebuah apartemen mewah? Itu adalah simbol nyata atas kerja kerasnya selama ini. Sambil melangkah maju untuk menerima kunci simbolis yang diserahkan langsung oleh CEO, Star merasakan dadanya menghangat. Ini bukan hanya soal penghargaan, ini adalah pengakuan. Pengakuan atas perjuangannya yang dimulai dari titik nol. * * Setelah acara selesai, Star berdiri di balkon venue, memandangi gemerlap lampu kota yang berkilauan di bawah langit malam. Angin malam berhembus lembut, menerpa rambut hitam panjangnya yang tergerai. Ia memejamkan mata sejenak, membiarkan semua pencapaian ini meresap dalam dirinya. Namun di balik senyum bangganya, ada perasaan getir yang tak bisa dia usir sepenuhnya. Ingatan masa lalu kembali menghantui. Dulu, beberapa tahun yang lalu ... Star hanyalah gadis remaja biasa dari keluarga yang berantakan. Ayahnya pergi entah ke mana setelah selingkuh dengan wanita lain. Ibunya yang terluka terpuruk dalam kesedihan dan kesulitan finansial, membuat Star harus tumbuh dewasa lebih cepat. Sejak usia 19 tahun, Star terjun ke dunia kerja, menjadi sales door-to-door dengan gaji minim. Sering kali dia ditolak, dihina, bahkan dicemooh karena penampilannya yang sederhana dan belum berpengalaman. Tapi dia tidak menyerah. Tidak pernah. Dia bekerja siang malam, belajar presentasi penjualan sendiri melalui video daring, membaca buku motivasi, hingga akhirnya mendapatkan pekerjaan di perusahaan besar tempatnya bekerja saat ini. Semua pencapaian yang dia raih adalah hasil dari keringatnya sendiri. Dan inilah hasil dari semua kerja kerasnya selama ini. Suara pesan di ponselnya membuyarkan lamunan. Sebuah pesan masuk dari manajernya. [Selamat, Star. Kau layak mendapatkannya! Jangan lupa datang ke kantor besok untuk serah terima apartemenmu] Star tersenyum tipis, lalu memasukkan ponselnya kembali ke dalam tas. Ini adalah awal baru baginya memasuki dunia yang lebih eksklusif lagi. * * Keesokan harinya, Star berdiri di depan gedung pencakar langit yang mencakar langit dengan kemegahannya. Apartemen mewah yang dijanjikan oleh perusahaan ternyata lebih dari sekadar mewah—ini adalah simbol kesuksesannya. Lobi utama dipenuhi dengan marmer putih bersih, lampu gantung kristal, dan aroma segar dari rangkaian bunga segar yang menghiasi meja resepsionis. Seorang petugas dengan seragam rapi mendekatinya. "Selamat datang, Miss Star Evalyn. Saya akan mengantarkan Anda ke unit Anda," katanya dengan senyum ramah. Ketika pintu lift terbuka di lantai 25, Star disambut dengan pemandangan kota yang menakjubkan dari jendela kaca besar yang memenuhi salah satu sisi apartemen. Langit biru yang cerah, gedung-gedung tinggi yang menjulang, dan taman kota yang terlihat dari kejauhan. Unit apartemennya begitu modern dengan desain minimalis yang elegan. Ruang tamu luas dengan sofa putih bersih, dapur yang dilengkapi peralatan canggih, dan kamar tidur dengan jendela besar yang menghadap langsung ke skyline kota. Star menghela napas dalam-dalam. Ini nyata. Ini miliknya. Namun, di balik rasa bangganya, ada kekosongan yang perlahan menyelinap. Apartemen ini begitu sunyi. Terlalu sunyi. Dia berjalan ke balkon dan memandangi dunia di luar sana. Semua ini adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Tapi mengapa ada bagian dalam hatinya yang merasa ... sepi? Ia sering merasa kesepian, terutama saat pulang ke rumah yang sunyi. Bukan karena dia tak punya siapa-siapa di sekitarnya, tetapi karena dia memilih untuk tidak memiliki pasangan. Bukan berarti Star tak pernah memiliki kesempatan. Star selalu menarik perhatian banyak pria—dengan kecerdasan, pesona, kecantikan, dan penampilannya yang anggun. Tapi, setiap kali ada pria yang mendekatinya, dia mundur dengan hati-hati, membiarkan segalanya berakhir sebelum menjadi sesuatu yang berisiko. Star selalu menyalahkan masa lalu atas keputusannya ini. Ia tumbuh melihat kehancuran hubungan ibunya, seorang wanita yang dulunya penuh energi dan harapan. Ibunya menyerahkan segalanya untuk cinta, hanya untuk dikhianati dan ditinggalkan dengan luka yang tak kunjung sembuh. Star menjadi saksi dari setiap air mata yang jatuh, setiap kompromi yang dibuat ibunya hanya demi mempertahankan sesuatu yang akhirnya tak bisa bertahan. "Hubungan asmara hanya akan menghancurkanmu," suara ibunya dulu sering terngiang di kepala Star. "Kau tidak butuh seorang pria untuk melengkapi hidupmu. Jadilah kuat dengan berdiri kakimu sendiri. Pria hanyalah penghancur kehidupanmu.” Dan Star mengambil kata-kata itu sebagai prinsip. Ia akhirnya membangun hidupnya sendiri tanpa bergantung pada siapa pun. Selama bertahun-tahun, dia merasa baik-baik saja dengan keputusan itu. Namun, akhir-akhir ini, kerinduan yang samar mulai muncul, mungkin ini adalah reaksi alamiah dari tubuhnya yang merindukan sebuah sentuhan. Ia mengingat pesta ulang tahun temannya beberapa minggu lalu, di mana ia menjadi satu-satunya yang datang sendirian. Semua orang di sana tampak berpasangan, tertawa, berbagi cerita, saling menggenggam tangan. Meskipun dia mencoba menikmati malam itu, perasaan terasing terus menghantuinya. "Apakah aku terlalu keras pada diriku sendiri?" pikirnya. Namun, bayangan ibunya kembali menghantuinya. Ia teringat bagaimana wanita itu berubah setelah dikhianati, bagaimana hidupnya berantakan. Star menutup matanya, mengusir pikiran itu. Tidak, dia tidak akan membiarkan dirinya terjebak dalam lingkaran yang sama. Hidupnya sempurna sekarang, dan dia tidak akan membiarkan pria menghancurkannya seperti dulu menghancurkan ibunya. Dengan napas dalam, Star berdiri dan berjalan ke kamar di dalam apartemennya. Ada rasa kosong, tapi itu lebih baik daripada rasa sakit sang ibu dulu. Dia tak mau kesuksesan yang sudah diraihnya dengan susah payah—berantakan hanya karena sebuah hubungan yang tak terlalu penting.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN