Bab 5. Bertemu

1040 Kata
Juan mengikuti langkah Dara hingga tiba di sebuah ruangan yang juga merupakan tempat tujuan Juan. Pria itu mengerut dahinya tanpa sadar saat melihat Dara menyerahkan parsel buah pada seorang lelaki yang duduk di atas tempat tidur. "Terima kasih, Dara. Aku senang kamu datang jenguk aku," ucap Riki pada Dara. "Maaf, ya, Kak, aku baru bisa jenguk sekarang. Soalnya kaki aku baru bisa gerak bebas hari ini." Dara tersenyum menatap Riki yang kepalanya di perban. "Enggak apa-apa. Terima kasih sudah mau jenguk aku." Dara mengedarkan pandangannya ke penjuru ruangan dan tidak melihat keberadaan ibu-ibu yang datang bersamanya tadi. "Ibu-ibu yang lain di mana, ya, Kak? Kok mereka enggak ada?" tanyanya pada Riki. "Memangnya kamu datang sama siapa?" "Sama Bu Mega, Bu Rosi, dan Bu Hani." Riki tersenyum simpul. "Mungkin mereka lagi ke kamarnya Riko dulu. Tapi, karena kamu lebih dulu masuk ke kamar ini, berarti bisa aja 'kan kalau kita ini berjodoh." Juan yang sejak tadi berdiri di ambang pintu berdeham mengambil alih eksistensinya dari dua sejoli yang saat ini mungkin sedang terlibat kasmaran. Baik Riki maupun Dara spontan menoleh menatap Juan. Dara sendiri terbelalak tidak percaya jika pria itu berani mengikutinya hingga sampai di ruangan Riki. "Siapa, ya?" Riki menatap Juan yang mengenakan setelan lengkap khas orang kantoran. Dahinya mengerut merasakan aura lelaki itu. "Saya Juan. Orang yang terlibat kecelakaan sama kamu." Juan berdiri di samping Dara dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Cara memperkenalkan diri Juan memang sangat tidak sopan karena tidak ada uluran tangan yang biasa dilakukan orang ketika mengajak lawan bicara berkenalan. "Saya Riki, dan ini--" "Adara Maharani," sela Juan lebih dulu. Pria itu melirik Dara yang memilih menundukkan kepalanya kemudian menatap Riki yang menatapnya terkejut. "Mas, kenal dengan Dara?" "Tentu saja. Dia adalah--" "Aku pulang duluan, ya, Kak. Aku enggak enak mau ninggalin Bu Siti sendiri." Tiba-tiba saja Dara menyela ucapan Juan. Gadis itu kemudian mengambil tasnya dan pamit keluar. Dara mempercepat langkahnya bahkan nyaris berlari menyusuri koridor rumah sakit yang entah mengapa ia merasa koridor tempatnya berjalan sekarang lebih panjang dari sebelumnya. Dara bahkan tidak mau menoleh ke belakang. Gadis itu terus melangkah cepat melewati lobi rumah sakit kemudian keluar dari gedung beberapa lantai tersebut. Saat melewati area parkir, tubuh Dara ditarik dan di bawa ke tempat sepi. Dara yang merasa ketakutan spontan memberontak namun tubuhnya sudah merapat ke pintu mobil yang entah milik siapa. Posisi Dara saat ini membelakangi orang yang membawanya ke tempat ini sehingga Dara tidak bisa melihat siapa yang dengan berani memperlakukannya seperti sekarang. "Dara," bisik sebuah suara, membuat tubuh Dara menegang kaku. Juan! Dara mengenal suara itu. Itu adalah suara milik Juan. Bola matanya membelalak saat melihat wajah Juan akhirnya bisa terlihat dari kaca mobil di hadapannya. Terlihat jelas Juan meletakkan kepalanya di bahu Dara, membuat gadis itu kembali berusaha untuk memberontak. Namun, kukungan yang dilakukan Juan membuat usaha Dara percuma. Juan adalah pria yang menyakitinya hingga membuatnya merasa trauma. Dara tidak mau lagi berurusan dengan orang ini! Perempuan cantik itu berusaha memberontak namun kukungan di tubuhnya membuat ia tidak berdaya. "Kamu selalu menggangguku, Dara. Aku enggak suka," ujar Juan. Deru napas pria itu terasa mengenai telinganya hingga membuat ia menggelinjang geli. Terlebih lagi mereka yang tidak memiliki jarak seperti ini membuat gadis itu semakin tak nyaman. Tangan kirinya memeluk pinggang Dara, sementara tangan kanannya mengusap lembut pipi gadis itu yang tidak lembut dan cenderung kasar. Namun, hal itu tidak mengurangi kecantikan Dara sama sekali. Hanya saja gadis ini sepertinya jarang melakukan perawatan tubuh. "Aku enggak pernah ganggu hidup om. Aku udah pergi jauh dan enggak pernah muncul lagi 'kan?" Dara membalas tak mau kalah. Gadis itu menatap Juan sengit melalui pantulan kaca mobil. Dara merasa tidak terima dengan tuduhan Juan yang mengatakan Jika ia mengganggu pria ini. Padahal Dara sudah bersusah payah untuk menghindari Juan. "Lepas!" Sekali lagi Dara berusaha untuk memberontak. "Tapi, kamu selalu mengganggu tidurku, Dara. Aku selalu memimpikan kamu." Pria itu berbisik lirih di telinga gadis kecilnya yang sudah beranjak dewasa. "Itu derita om. Bukan deritaku," sahut Dara ketus. Setelah itu, Dara mendorong Juan menjauh dari tubuhnya dengan cara menyikut d**a pria itu sampai meringis kesakitan. "Aku enggak peduli om mau bilang apa. Kita enggak usah saling mengurus dan ketemu lagi setelah ini." Dara dengan cepat menyingkirkan tubuhnya dari Juan dan bergerak menjauh dengan mata menatap pria yang tengah mengenakan kemeja hitam itu tajam. "Aku sangat berharap, ini pertemuan terakhir kita." Dara berucap lantang karena memang ia tidak ingin lagi bertemu dengan Juan. Setelah itu, Dara berbalik pergi meninggalkan Juan yang tersenyum miring sambil menyentuh d**a bawahnya yang menjadi korban sikutan Dara. "Dara, setelah aku mendapatkan kamu, jangan harap bisa lepas dariku," ucap Juan sinis. Pria itu kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan menghubungi anak buahnya. "Aku menemukannya. Cari tahu semuanya tentang dia," kata Juan saat sambungan telepon di angkat. Anak buah yang diminta mencari keberadaan Dara tidak kunjung membuahkan hasil. Lihatlah dirinya sendiri kini sudah menemukan gadis kecilnya yang sudah lama menghilang. Juan mematikan sambungan telepon kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Baru setelah itu, Juan melangkah masuk ke mobil yang menjadi tempatnya dan Dara bersandar tadi. Sesekali Juan tersenyum miring mengingat rasa tubuh Dara yang sedikit empuk saat ia memeluknya tadi. Juan yakin sebentar lagi Dara akan kembali dalam dekapannya. Pria itu mencengkram setir di depannya dengan tekad kuat jika ia tidak akan melepaskan Dara kali ini. Suara dering ponsel terdengar, membuat Juan segera memasang headset bloututh ke telinganya. Terdengar suara seorang wanita di seberang sana yang meminta untuk bertemu Juan di restoran. Juan mengiyakan saja permintaan salah satu kekasihnya. Jangan salah, meskipun Juan berhenti untuk tidak berhubungan intim dengan wanita, bukan berarti jiwa playboy dalam dirinya menghilang begitu saja. Juan juga butuh hiburan untuk menemani kesepiannya dan rasa frustrasi dalam dirinya. "Tunggu aku, Sayang," gumam Juan sambil tersenyum miring. Tidak sabar menunggu informan yang akan memberikannya informasi mengenai Dara. Sedangkan Data sendiri kini sudah berada di dalam taksi yang akan membawanya tiba di rumah. Dara bersumpah meskipun berusaha menyingkirkan perasaan ini, tetap saja ia masih merasa jantungnya masih berdebar kencang saat berada di dekat pria itu. Apalagi aroma maskulin yang menguar di tubuhnya membuat perasaan Dara semakin aneh. "Apa sih yang aku pikirkan?" Dara mengetuk dahinya pelan sambil merutuk dirinya sendiri yang masih saja tetap terjerat dalam pesona Juan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN