Pertaruhan Sang Duchess

2559 Kata
    Seorang gadis berambut cokelat keemasan tampak tertidur lelap di tengah ranjang khas abad pertengahan yang di setiap sudut ranjangnya berdiri sebuah tiang, lalu kelambu putih yang lembut menjuntai dan membatasi penglihatan orang-orang untuk melihat keelokan sang gadis yang masih terbaring tenang dengan gaun indah yang memeluk tubuh mungilnya. Namun beberapa saat kemudian, bulu mata lentik yang terbentuk dari siluet kelambu, tampak bergetar pelan, sebelum kelopak mata sang gadis terbuka perlahan dan menunjukkan netra emas sendu yang mampu merenggut hati siapa pun yang melihatnya.     Bola mata yang indah terlihat berpadu dengan cahaya matahari sore yang menembus lembutnya kelambu. Sang gadis berambut cokelat keemasan tersebut tampak kebingungan. Ia butuh beberapa saat sebelum susah payah untuk menggerakkan tubuhnya yang terasa sangat lemas dan ngilu. Hanya untuk bangkit dan duduk di tepi ranjang saja, napas gadis tersebut sudah terdengar terengah-engah. Menunjukkan betapa lelah dan betapa berusahanya gadis itu untuk melakukan hal sesepele itu.     Dengan gerakan lembut, gadis tersebut mengulurkan tangan putihnya dan menyingkap kelambu putih yang melingkupi ranjang yang ia tempati. Saat kelambu tersingkap sempurna, saat itulah rupanya yang jelita terlihat dengan jelas. Rambutnya yang cokelat keemasan, membingkai wajah mungil dengan netra berwarna emasnya yang sendu. Siapa pun yang melihatnya, tentu saja akan merasa terpesona dengan tampilannya tersebut. Gadis memesona yang membawa kesan elegan tersebut tak lain adalah Jolicia Elmind, putri bungsu dari Count Grissham Elmind. Banyak yang mengenalnya sebagai seorang gadis yang menutup diri dan jarang sekali ke luar dari kediaman mewah Count Elmind. Bahkan, Jolicia hanya terhitung beberapa kali muncul dalam pesta atau pergaulat sosialita pada wanita bangsawan.     Dengan statusnya sebagai putri dari keluarga bangsawan, tentu saja Jolicia sudah terbiasa melihat kemewahan seperti kamar yang tengah ia tempati ini. Namun saat ini, Jolicia sama sekali tidak mengenal kamar di mana dirinya berada. Jolicia lebih dari yakin jika kamar ini sama sekali bukan kamar yang berada di kediaman Elmind. Jolicia tidak mengenal dan tidak familier dengan ruangan mewah yang bahkan tidak bisa dibandingkan dengan kamar yang ia tempati di rumahnya sendiri.     Jolicia mengatur napasnya dan berusaha untuk bangkit dari posisinya. Jolicia masih belum bisa menemukan suaranya yang entah hilang ke mana. Karena itulah, salah satu cara terbaik untuk menemukan orang-orang adalah ke luar dari kamar mewah bernuansa abad pertengahan yang sangat mewah ini. Ya, Jolicia harus mencari seseorang untuk bertanya dan mencari tahu mengenai apa yang terjadi. Mengapa dirinya bisa berada di sana, dan kenapa tubuhnya terasa sangat lemah seperti sudah lama sekali terbaring di atas ranjang serta tidak melakukan aktifitas pada umumnya.     Sayangnya, usaha Jolicia sama sekali tidak berjalan mulus. Jolicia merasakan jika tubuhnya terasa sangat lemah, bahkan lebih lemah daripada kondisi tubuhnya yang biasanya. Namun, Jolicia tidak mau menyerah begitu saja. Jolicia menggunakan barang-barang di sekitarnya seperti meja bahkan dinding untuk menjadi pegangan selama dirinya meniti jalan menuju pintu kamar yang tampak sangat jauh dari posisinya saat ini. Napas Jolicia mulai terengah kembali, jangan lupakan keringat sebiji jagung yang mulai membasahi kening dan lehernya. Gaun tidur putihnya yang menjuntai panjang, juga mulai terlihat basah di bagian punggungnya. Terlihat jelas, jika Jolicia tengah mati-matian menggerakan tubuhnya yang seakan-akan tidak mendengarkan komando yang Jolicia berikan.     Jolicia sama sekali tidak berbohong jika dirinya saat ini sangat lelah. Bahkan, kini Jolicia mulai merasakan kepalanya pening bukan main. Sebenarnya apa yang sudah terjadi sampai tubuhnya bisa selemah ini? Saat Jolicia mencoba untuk kembali melangkah kakinya, Jolicia tidak bisa mempertahankan keseimbangan tubuhnya karena kakinya yang semakin melemah. Pada akhirnya Jolicia jatuh terduduk dengan tangannya yang menyenggol guci bunga segar hingga jatuh dan membuat suara bising karena guci tersebut pecah saat menyentuh lantai marmer yang tidak terlapisi karpet tebal di sana. Untungnya, Jolicia sama sekali tidak terkena pecahan guci karena tubuh Jolicia yang memang dilindungi oleh gaun tidur lembut yang ia kenakan.     Meskipun sudah mendapatkan kegagalan, Jolicia kembali berusaha untuk bangkit dari posisinya, tetapi kegiatannya terinterupsi dengan suara langkah kaki yang berderap mendekat lalu disusul dengan pintu kamar yang terbuka lebar-lebar. Jolicia melihat ada sekitar enam orang yang masuk ke dalam kamar tersebut. Namun, di antara keenam orang tersebut, hanya ada dua orang yang Jolicia kenali. Salah satu diantara dua orang tersebut mendekat padanya dan berlutut sebelum menggendong Jolicia ke atas ranjang. Gerakan sosok yang tak lain adalah pria tersebut rupanya membuat Jolicia terkejut dan tidak bisa bereaksi. Jolicia hanya terdiam dan mengamati apa yang dilakukan sosok pria yang telah menggendongnya itu.     Jolicia semakin tidak mengerti saat sosok pria tampan berperawakan tinggi dan memiliki aura kebangsawanan yang tegas dan kuat tersebut memeriksa tubuhnya dengan seksama, seakan-akan takut jika ada luka pada tubuh Jolicia. Netra emas sendu milik Jolicia kemudian beredar dan melihat semua orang yang berada di sana menangis dengan haru. Tampak sangat bahagia karena sesuatu hal. Namun apa yang membuat mereka semua terlihat seperti itu? Dan siapa mereka? Sebenarnya, di mana Jolicia berada saat ini?     Jolicia menunduk dan berusaha mengeluarkan suaranya yang sejak tadi tenggelam serta terus menghindar saat Jolicia akan menggunakannya. “Kenapa?” tanya Jolicia dengan suara serak yang mengerikan. Bukan hanya orang lain yang mendengarnya yang merasa aneh, Jolicia juga mengernyitkan keningnya dalam. Kapan terakhir kali dirinya minum hingga membuat tenggorokannya kering kerontang seperti ini?     Sosok pria dengan netra biru gelap hampir hitam tersebut, segera beradu dengan netra emas sendu milik Jolicia. Pria itu kemudian menoleh saat seorang pelayan membawa gelas kristal berisi air putih di atas nampan. Pria itu mengambil gelas dan membantu Jolicia untuk minum. Gerakannya sangat terampil, hampir saja membuat Jolicia terkaget-kaget. Tentunya Jolicia bisa menilai jika pria ini sudah sangat sering melalukan hal manis seperti ini pada wanita. Mungkin, pada beberapa wanita.     Namun, pemikiran Jolicia buyar begitu saja saat bibir gelas menyentuh bibirnya. Jolicia baru sadar jika dirinya memang sangat haus sejak tadi. Tanpa bisa ditahan Jolicia meneguk air tersebut dengan rakus, dan sejenak melupakan semua etika kebangsawanan yang tentu saja melarang hal tersebut. Semua orang yang melihat Jolicia melakukan hal tersebut, tentu saja tidak berkomentar. Mereka tahu apa yang terjadi, dan mereka mengerti dengan situasinya.     Setelah minum, pria itu kembali meletakkan gelas di atas nampan yang dibawa pelayan, dan memberikan isyarat agar pelayan tersebut kembali mundur ke tempatnya yang semula. Pria itu mengusap pipi Jolice dan bertanya, “Bagaimana kondisimu, Cia? Apa ada yang terasa sakit?”     Pertanyaan yang diajukan oleh suara berat dan rendah itu seakan-akan menusuk dan menembus jantung Jolicia. Hal itu membuat jantung Jolicia bergedup dengan gila-gilaan, tetapi Jolicia merasa jika debaran ini sama sekali tidak asing. Jolicia sudah sering merasakannya, tetapi Jolicia tidak mengingat untuk apa debaran ini ditujukan? Jolicia menatap pria tersebut lalu menghindar dari sentuhannya. Jolicia tampak tidak menyadari jika raut si pria bernetra biru terlihat menggelap, tampak tidak senang dengan reaksi Jolicia itu.     “Tuan Duke Baxter, saya harap Anda menjaga sikap. Panggila saya dengan nama yang seharusnya. Lalu, jangan bersikap atau berpikir untuk melakukan kontak fisik seperti tadi lagi. Karena jika Kak Vivian melihat tindakan Anda tadi, ia pasti akan salah paham. Begitu pula orang-orang yang berada di sini, mereka pasti mengira jika kita memiliki hubungan yang tidak pantas,” ucap Jolicia pelan.     Apa yang dikatakan oleh Jolicia rupanya berhasil membuat semua orang tersentak oleh rasa terkejut. Para pelayan mulai saling berpandangan dan meremas tangan mereka masing-masing, tampak sangat cemas dengan apa yang terjadi. Pria yang tadi ia sebut dengan nama kehormatan, tampak menarik tangannya yang menggantung di udara. “Vivian sama sekali tidak ada hubungannya dengan apa yang akan aku, atau kita lakukan. Lagi, bukan hubungan tidak pantas yang mengikat kita, melainkan hubungan yang diberkati oleh Tuhan,” ucap sosok yang dipanggil Jolician dengan panggilan kehormata Duke Baxter.     Jolicia mengernyitkan keningnya. “Apa maksud Tuan?” tanya Jolicia. Ia memang tidak mengerti dengan apa yang dikatakan oleh pria bermarga Baxter tersebut.     “Berhenti memanggilku seperti itu! Seorang istri, sama sekali tidak pantas memanggil suaminya seperti itu.”     Jolicia tersentak. Apa baru saja ada petir di tengah sing bolong? Bagaimana mungkin, pria yang seharusnya menjadi kakak iparnya, malah berubah status menjadi suaminya? Lagi, itu berarti kini dirinya berstatus sebagai Duchess Baxter? Jolicia menatap sang Duke dengan netra sendunya. Sungguh tidak mungkin, Duke tampan ini adalah suaminya. Bahkan di mimpi terliarnya sekali pun, Jolicia sama sekali tidak pernah bermimpi menjadi seorang Duchess!     Jolicia tergagap. “Su-suami? Sebenarnya apa yang terjadi? Anda adalah calon kakak ipar saya, mana mungkin kini Anda malah menjadi suami saya? Ini semua hanya lelucon, bukan?” tanya Jolicia lalu mengedarkan pandangannya ke sekitarnya, tetapi semua orang mengalihkan pandangan darinya. Jelas sekali jika semua orang menghindar dari menjawab pertanyaan dari Jolicia.     Jolicia menggigit bibirnya. Ia mulai merasa panik. “Tidak, aku ingin pulang. Tolong pulangkan aku! Pulangkan aku!” seru Jolicia kuat membuat semua orang yang mendengarnya kembali tersentak.     “Kamu tidak akan pulang ke mana pun, karena ini adalah rumahmu,” tolak pria bernetra biru gelap tersebut dengan tegas membuat Jolicia semakin diserangn rasa panik yang membuatnya ketakutan. Saking takutnya Jolicia, kini gadis itu tidak bisa menahan getaran pada tubuhnya dan menangis dengan histeris. Jolicia meremas rambutnya sendiri, saat merasakan ada hal penting yang sudah ia lewatkan. Ada sesuatu yang hilang dalam memorinya.     Pria bernetra biru gelap tersebut segera memberikan kode pada orang-orang di sana dan semua orang segera undur diri. Sementar itu, si pria segera bangkit dan mengluarkan sebuah lilin berwarna merah dan menyimpannya di tempat lilin dan membakarnya segera. Saat aroma lembut yang menenangkan mengudara dan menghampiri indra penciuman Jolicia, saat itulah ketenangan mulai menyusup pada dirinya. Pria bernetra biru tersebut, segera datang dan menangkap tubuh Jolicia yang limbung. Dengan lembut, ia membaringkan Jolicia yang kehilangan kesadaran dan pada akhirnya tertidur dengan lelapnya.     Pria bergelar Duke tersebut menyelimuti tubuh Jolicia dan menurunkan kelambu sebelum bangkit kembali dari posisinya. Gerakannya itu bertepatan dengan suara ketukan pintu yang terdengar pria itu berdehem dan memberikan izin untuk sang pengetuk memasuki kamar tersebut. Seorang pria muncul dengan sebuah tas di tangannya. Pria itu membungkuk dan berkata, “Saya datang Yang Mulia Duke Darrance Baxton, semoga keselamatan selalu menyertai Anda.”     “Tidak perlu berbasa-basi, Chaiden. Periksa mereka,” ucap sang Grand Duke dan mengendikkan dagunya pada Jolicia yang terlelap di atas ranjang.     “Bukankah aku sudah mengatakan untuk jangan terlalu sering menggunakan lilin penenang seperti ini? Aku dan kau mungkin tidak bisa terpengaruh, tetapi berbeda dengan Nyonya Duchess,” ucap Chaiden lalu berlutut di samping ranjang. Tanpa menyingkap kelambu, Chaiden menyusupkan tangannya dan mengambil pergelangan tangan Jolicia dan meletakkan sebuah sapu tangan sebelum memeriksa nadinya.     Tak butuh waktu lama Chaiden bangkit dan menatap sang Duke yang berstatus sebagai sahabatnya itu. Karena itulah, Chaiden sering tidak menggunakan bahas formal yang mengahruskannya meletakkan rasa hormat pada sahabat yang memang memiliki posisi dan pangkat yang lebih tinggi darinya. “Jadi, apa yang terjadi sebelum aku muncul, Darrance?” tanya Chaiden.     Sang Duke tampan yang ternyata bernama Darrance tersebut menatap Jolicia dan memilih untuk melangkah dan duduk di sebuah kursi dari satu set kursi yang memang berada di sana. “Dia melupakanku, melupakan statusnya, dan melupakan banyak hal,” jawab Darrance sekenanya. Ia mengingat apa yang dikatakan dan apa yang ditunjukkan oleh Jolicia tadi. Kening Darrance mengernyit dalam seakan-akan sangat tidak senang dengan apa yang terjadi tadi.     Chaiden menghela napas dan melangkah untuk duduk di seberang Darrance. “Kalau begitu, apa yang aku perkirakan memang terjadi. Nyonya kehilangan sebagian, atau beberapa bagian ingatan yang memang terjadi baru-baru ini. Sepertinya, Nyonya kehilangan ingatannya semenjak dirinya terikat dan hidup sebagai seorang Duchess,” ucap Chaiden tentu saja merasa sangat bersimpati dengan apa yang sedang dialami oleh pasangan Duke dan Duchess yang terhormat ini.     “Lalu, kapan ingatan itu bisa kembali?” tanya Darrance pada Chaiden yang berstatus sebagai seorang dokter pribadi bagi keluarga Duke. Keluarga Chaiden memang terkenal sebagai keluarga bangsawan yang menggeluti ilmu kedokteran secara turun temurun.     Chaiden menghela napas. “Aku tidak bisa memperkirakannya. Ini adalah masalah dalam otak dan saraf. Jadi, aku tidak bisa memperkirannya dengan sangat tepat. Namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Jika kau ingin ingatan Nyonya segera kembali, maka coba lakukan kegiatan atau kebiasan yang sering Nyonya lakukan. Namun ada risiko dalam hal tersebut.”     “Apa risikonya?” tanya Darrance dengan cepat membaca apa yang akan disampaikan oleh Chaiden.     “Akan ada rasa sakit yang tidak bisa diperikarakan yang kemungkinan menyerang Nyonya. Hal itu yang tidak bisa dihindari, entah ringan atau berat, rasa sakit itu akan tetap dirasakan oleh Nyonya. Jadi, pertimbangan akan kembali berada di tanganmu. Apa kamu akan membuatnya segera mengingat semua kenangan yang terjadi antara kalian, dan membuatnya sakit. Atau membuatnya mengingatnya pelan-pelan, dengan semua risiko yang mengintai.”     Darrance menatap tajam pada Chaiden. Tentu saja Chaiden segera bungkam saat dirinya hampir saja melewati batas sebagai seorang sahabat dan seorang bawahan. Darrance lalu mengetuk-ngetuk bagian pegangan kursi. “Kalau begitu resepkan obat pereda rasa sakit kepala yang aman untuk istriku,” ucap Darrance setelah termenung beberapa saat.     Chaiden mengernyitkan keningnya. “Apa Nyonya memiliki keluhan lain?” tanya Chaiden.     “Aku hanya ingin mengantisipasi kemungkinan terburuk. Bisa saja nanti ketika kau tengah bertugas di perbatasan, istriku terserang rasa sakit. Kau tau bukan, aku tidak bisa mempercayai siapa pun dengan orang-orang yang berada di dalam lingkup kekuasaanku,” jawab Darrance datar.     Chaiden mengangguk. “Kalau begitu, aku akan meresepkan obat herbal yang tentu saja bisa diracik oleh Louis atau Freya. Obat herbal ini tentu lebih aman untuk kondisi Nyonya saat ini.” Chaiden lalu mengeluarkan alat tulis dan menuliskan bahan-bahan obat dan secara rinci menyebutkan bagaimana membuat racikan obat yang bisa dibuat sewaktu-waktu ketika kondisi kesehatan sang nyonya menurun.     Setelah selesai, Chaiden memberikan kertas tersebut pada Darrance. “Sebaiknya, kumpulkan lebih dulu tanaman herbal tersebut. Lalu simpan semuanya di suhu ruang. Tapi pastikan jika kelmebapannya tidak berlebihan. Simpan mereka di toples-toples yang rapat. Itu bisa tetap menjaga kualitas tanaman herbal tersebut tetap baik. Aku percaya jika Louis dan Freya akan mengerti dengan apa yang harus mereka lakukan dalam mengurus semua tanaman herbal tersebut.”     Darrance mengangguk. Ia menerima kertas tersebut dan melipatnya sebelum menyimpannya di bawah penahan kertas. Setelah itu, Darrance berkata, “Aku mengerti. Sekarang kau bisa pergi.”     “Baiklah, kalau begitu saya undur diri,” ucap Chaiden kembali menggunakan bahasa formalnya. Chaiden merapikan barang-barangnya sebelum bangkit dan memberikan hormat pada Darrance.     “Semoga keselamatan selalu menyertaimu, Tuan Duke Baxter.” Setelah Darrance menerima salamnya, saat itulah Chaiden menarik diri dari ruangan pribadi Duke dan Duchess tersebut.     Darrance menatap lilin yang masih terbakar dan menguarkan aroma yang menenangkan. Ya, lilin tersebut memang lilin penenang. Darrance bangkit dan melangkah mendekat pada lilin yang berada di atas meja dekat jendela. Darrance meniupnya hingga lilin itu padam. Setelah itu, Darrance menghela napas panjang. Darrance menatap langit yang sudah gelap. Semburat jingga yang sebelumnya menghiasi langit, sudah terkikis dan digantikan oleh kegelapan malam. Namun, malam belum terlalu larut hingga para bintang dan bulan muncul untuk menghiasi langit malam yang dingin tanpa rekan.     Darrance menarik pandangannya dari langit malam dan menatap ranjang yang keempat sisinya ditutupi oleh kelambu lembut. Tanpa banyak kata, Darrance melangkahkan kakinya menuju ranjang dan menyingkap kelambu hingga dirinya bisa duduk dengan nyaman di sisi ranjang. Netra biru gelap milik Darrance menyorot pada wajah Jolicia yang masih terlelap dalam dunia mimpinya. Tangan Darrance terulur, seakan-akan berniat untuk mengusap pipi Jolicia. Sayangnya, Darrance tidak melanjutkan niatnya.     Darrance menarik tangannya dan memilih mengambil helaian lembut rambut Jolicia. Warna cokelat keemasan yang indah, kini melilit indah pada jemari besar milik Darrance. Dalam diam, Darrance memilih untuk memainkan helaian rambut wanita yang ia akui sebagai istrinya itu. Darrance tampak baik-baik saja, tetapi netra miliknya terlihat berkabut. Ada sesuatu yang ternyata ia simpan dan sembunyikan dalam-dalam di balik kabut yang menutupi kedalaman netranya itu. Darrance menghela napas dan menatap wajah Jolicia kembali.     Tak berapa lama, Darrance menunduk dan mencium helaian rambut Jolicia yang melilit jemarinya. Darrance memejamkan matanya, dan tetap mencium rambut Jolicia. Tidak ada satu pun kata yang terucap dari bibir Darrance. Pria tampan dengan aura bangsawan yang menguar dari sekujur tubuhnya itu, hanya membiarkan keheningan meraja. Namun tindakan yang dilakukan oleh Darrance tersebut, menunjukkan jika Jolicia memang menduduki posisi yang spesial dalam kehidupannya. Darrance membuka matanya dan menatap Jolicia yang masih terpejam. “Semuanya baru dimulai. Ini akan menjadi pertaruhan bagimu, Cia. My Duchess.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN