Secret Marriage 2

1081 Kata
DEVAN kembali ke rumah karena papinya sudah menelepon. Ia sudah empat hari di desa padahal papinya berharap kepulangannya bisa membuat papi lebih banyak menghabiskan waktu di rumah, bersantai bersama istrinya. Rasa senang maminya tidak bisa dilukiskan karena putra sulungnya mau pulang ke Indonesia. Devan masuk rumah dan mendapati maminya sedang duduk santai bersama papi dan kakeknya. Sudah tidak ada adegan drama sakit seperti saat ia pulang seminggu yang lalu. “Anak tampan mami sudah pulang. Kok lama, sih? Terus mana Bi Sumi? Kok, enggak ada? Katanya jemput?” Belum juga duduk, maminya sudah memberondongnya dengan banyak pertanyaan. “Mami, ini anaknya baru saja sampai, kok, nanyanya kayak gunung meletus,” tegur Herman, papi Devan dengan senyum mengembang. “Biasalah, Pi, Mami kalau sehari saja enggak ganggu Devan sama Ian hidupnya enggak berwarna,” ucap Devan sambil mengedipkan matanya ke arah sang mami yang tersenyum lebar. “Makanya, cepat nikah, dong. Kasih mami sama Papi ini cucu biar enggak gangguin kamu lagi.” Mila, mami Devan, menatap putranya dengan wajah sedih dibuat-buat. “Mulai, deh, dramanya. Iya, aku ngerti, Mi. Devan, kan, punya banyak calon, tinggal Mami pilih saja,” ucap Devan santai sambil melirik kakeknya meminta dukungan yang hanya dibalas kakek dengan senyuman, lalu mengangkat bahu tanda ia setuju dengan putrinya, Mila. “Mami enggak suka sama cewek-cewek yang deket sama kamu itu, seksi-seksi begitu. Terus ingat, satu hal lagi! Mami enggak mau punya mantu bule,” ucap mami Devan memberi peringatan pada putranya. “Dev punya teman dekat bule, Mi. Orangnya baik banget, deh. Pasti Mami suka,” ucap Devan mulai menggoda maminya. “Enggak, deh, mami suka pribumi saja. Cepet kenalin, dong, kalau sudah punya pacar ... biar cepat nikah, jadi mami cepat punya cucu.” Tidak ada kata menyerah dalam kamus maminya untuk terus membujuk Devan agar segera menikah. Devan diam mendengarkan kata-kata maminya, ia teringat pernikahannya dan bagaimana nanti ke depannya. “Nak … kalau kamu capek istirahat saja dulu, dengerin Mami dua hari dua malam juga enggak bakalan selesai,” timpal papi menyuruh Devan istirahat yang dibalas pelototan mami. “Apa mami yang cariin kamu istri saja, ya, Nak?” tawar Mila pada putranya sambil memainkan kedua netranya, yang dibalas Devan dengan cengiran. “Mami mulai lagi, deh.” Devan beranjak, meninggalkan mami yang malah mengikutinya hingga masuk ke dalam kamar. “Ini anak Tante Lisa, namanya Kirana. Anaknya cantik dan sopan sama orang. Bajunya juga enggak kekurangan bahan,” bujuk maminya belum mau menyerah sambil menunjukkan foto di ponselnya pada Devan. “Devan capek, Mi, mau istirahat. Nanti kita bahas lagi, ya, Mami yang cantik.” Devan tersenyum manis pada sang mami yang akhirnya mau mengalah dan keluar dari kamarnya. Devan menarik napasnya lelah, lalu masuk kamar mandi. Sepertinya mandi akan membuatnya lebih segar dan tenang. **** Rencananya malam ini Adrian dan istrinya akan datang ke rumah untuk makan malam. Semenjak pulang, ia belum bertemu Adrian dan istrinya. Wanita yang seharusnya menikah dengan Devan, tetapi pada akhirnya Adrian yang terpaksa menggantikannya karena tidak ingin membuat mami dan papinya kecewa. Adrian begitu menyayanginya sehingga permintaannya lewat telepon untuk menggantikannya menikah pun dituruti. Mengingat adiknya, membuat Devan menghela napas. Mungkin ini karmanya karena melarikan diri dari perjodohan dan menumbalkan Adrian. Kemungkinan saat ini Adrian bahagia walau pernikahan itu bukan keinginannya. Setidaknya pernikahannya diketahui dan disetujui keluarga, bukan seperti dirinya yang saat ini terempas pada pernikahan rahasia dengan gadis baru tamat SMA dan sama sekali belum ia kenali. Semua karena rasa kasihan dan karena Bi Sumi. Mungkin ini karma yang harus ia jalani. Devan memijat keningnya yang mendadak pening. Malam harinya Adrian tiba di rumah bersama seorang wanita yang Devan yakini sebagai Freya karena Adrian terus menggenggam tangannya. Cantik, batin Devan menilai penampilan Freya. Apalagi Freya murah senyum dan dekat dengan mami, membuatnya terlihat memesona. Ia mengutuk diri sendiri karena menolak perjodohannya. Devan menggelengkan kepala, membuang khayalan yang saat ini bermain di kepalanya. “Freya sayang … sini mami kenalin sama Mas Devan,” ucap mami menarik Freya agar mengikutinya menghampiri Devan. “Gimana? Cantik mantu mami, ‘kan? Pasti sekarang menyesal kabur dari perjodohan,” sindir maminya terang- terangan membuat Devan hanya tersenyum. “Halo, Freya, apa kabar? Semoga bahagia selalu sama Adrian, ya,” ucap Devan tulus sambil menjabat tangan Freya. “Terima kasih, Mas Devan,” balas Freya tulus yang tiba-tiba sudah dipeluk Adrian dari belakang, membuat Freya segera membalikkan badan lalu menggelitik Adrian. Devan senang adiknya bahagia walau bukan menikah dengan wanita yang ia cintai. **** “Mas, apa kabar?” tanya Adrian. Kakak-beradik itu duduk berdua di kursi taman belakang. “Mas enggak baik-baik saja selama mami masih terus memaksa mas untuk segera menikah.” Devan tertawa saat mengatakan itu, yang dibalas dengan tawa senang Adrian. “Makanya Mas cepetan nikah dan kasih mami cucu. Kalau enggak, hidup Mas enggak akan pernah baik-baik saja.” Tawa Adrian pecah setelah mengatakannya, yang dibalas tonjokan Devan pada lengannya. “Mas masih belum pengen nikah, belum ada wanita yang bisa menyentuh hati mas,” ucap Devan sambil menerawang memikirkan kalau sebenarnya ia sudah menikah, tapi itu adalah rahasia besar yang harus ditutup rapat-rapat. “Selamat, ya, atas pernikahanmu. Mas harap kamu akan selalu bahagia selamanya dengan Freya,” ucap Devan sambil mengacak rambut adik tersayangnya itu. “Aku bahagia, Mas. Harusnya aku yang berterima kasih padamu, Mas. Aku bersyukur saat itu setuju dijodohkan,” ucap Adrian menatap kakak laki-lakinya yang membalasnya dengan senyum. “Bagaimana kabar Diana? Mas dengar bisnis orang tuanya bangkrut?” tanya Devan pada Adrian. “Ya demikianlah, Mas, tapi sudahlah ... tidak usah dibahas,” ucap Adrian menarik tangan kakaknya agar segera masuk ke dalam rumah karena ia sudah mulai merasa lapar. **** Satu bulan kemudian, Bi Sumi kembali ke rumah Devan, tapi tidak sendiri. Ia membawa Rini bersamanya. Devan yang baru pulang kantor melihat Rini kembali untuk pertama kalinya setelah pergi tanpa pamit waktu itu. Bi Sumi menjelaskan keadaan Rini pada Mila, mami Devan, yang dengan senang hati menerima Rini di rumahnya. Gadis itu memiliki wajah cantik alami tanpa polesan make up berlebih di wajahnya. Bi Sumi diam-diam memberikan buku nikah pada Devan untuk disimpan. Devan juga mengingatkan kembali Bi Sumi tentang rahasia pernikahannya yang harus ia jaga. Untuk sementara waktu, Rini akan tinggal di rumah Devan sampai mendapatkan pekerjaan dan indekos. Mila sebenarnya keberatan jika Rini tinggal di indekos, tetapi ia juga tidak bisa memaksa jika itu keinginan Rini sendiri. Mila meminta pada Devan agar mencarikan Rini pekerjaan di kantor Devan yang hanya dibalas anggukan, belum ada jawaban pasti.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN