Sera menatap dingin pria yang ada di hadapannya. Nampak wajah lelah serta tulang pipi yang terlihat. Kesiapannya untuk bertemu Saka ternyata hanya nampak di permukaan hati Sera saja, karena pada kenyataannya jauh di lubuk hatinya paling dalam, ia sama sekali belum siap. Setiap melihat wajah sang ayah, kenangan buruk masa kecilnya kembali bermunculan. Bagaimana pria itu dengan ringan melayangkan tangannya ke tubuh istrinya yang tidak lain ibu Sera yang telah tiada. Belum lagi bagaimana pria di hadapannya ini membuat hidupnya penuh ketakutan. Membuatnya menjadi Sera yang sangat anti sosial. Kalau bukan peran sang paman, mungkin Sera akan tetap terjebak di masa lalunya yang kelam. “Sera..” panggil Saka dengan suara bergetar. Wajah haru dan bahagia serta perasaan bersalah bercampur menjadi s